Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (79): Sasmitaning Alam

 Bait ke-79, Pupuh Gambuh Lanjutan, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Nggonira mrih tulus,

kalaksitaning reh kang rinuruh.

Nggyanira mrih wiwal warananing gaib,

Paranta lamun tan weruh,

sasmita jatining endhog


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Bagaimana supaya tercapai,

terlaksananya hal yang dicari.

Bagaimana caramu agar lepas dari penutup kegaiban itu?

Apabila tidak mengetahui,

maka perhatikanlah kejadian pada telur (yang menetas).


Kajian per kata:

Nggonira (bagaimana) mrih (supaya) tulus (tercapai), kalaksitaning (terlaksananya) reh (hal) kang (yang) rinuruh (dicari). Bagaimana supaya tercapai, terlaksananya hal yang dicari.

Bait ini masih berkutat soal terbukanya hijab antara makhluk dan Sang Pencipta. Pada kajian bait 74, Kabukaning Kijabullah, telah dibahas tentang hijab Allah yang akan terbuka manakala kita membersihkan diri dari perbuatan tercela, (tumindak dudu). Di sini hal yang sama masih akan dibahas tetapi melalui asah budi, yakni memperhatikan segala fenomena alam seisinya. Ini adalah pendekatan lain yang lebih bersifat ke-luar dari dalam diri manusia. Perlu diketahui bahwa  alam semesta adalah juga ayat-ayatNya, sehingga merenung tentang segala kejadian juga akan mendapatkan hikmat yang agung. Tetapi bagaimana cara agar tercapai apa yang dicari itu? Dan apakah yang dicari itu?

Nggyanira (caramu) mrih (agar) wiwal (lepas) warananing (hijab, penutup) gaib (kegaiban). Paranta (bersiaplah) lamun (bila) tan (tak) weruh (mengetahui), sasmita (tamsil, isyarat) jatining (kejadian) endhog (telur). Bagaimana caramu agar lepas dari penutup kegaiban itu? Apabila tidak mengetahui, maka perhatikanlah kejadian pada telur (yang menetas).

Bait ini menyuruh kita memperhatikan fenomena alam agar kita mendapat hikmat yang besar, yang akan dapat membuka tabir alam ghaib. Sesungguhnya kita sering menganggap sesuatu sebagai ghaib dan menisbahkannya kepada Tuhan hanya karena kita tidak tahu apa yang terjadi. Tetapi manakala kita telah tahu, serta merta keghaibannya hilang, dan kita hanya berkata, “Oh, Cuma begitu to?”

Sikap di atas sesungguhnya tidak baik dan tidak mendatangkan kearifan. Ilmu pengetahuan lambat laun akan menyingkap misteri-misteri yang selama ini kita tak tahu dan kita anggap fenomena ghaib. Kelak apabila semua hal telah terungkap apakah wilayah Tuhan akan mengecil dan sirna. Tuhan akan terpinggirkan oleh ilmu pengetahuan? Inilah kesalahan kita, belum-belum sudah meletakkan kekuasaan Tuhan dengan melawankannya dengan hukum alam materi. Padahal sebenarnya hukum alam pun ciptaan Tuhan.

Bait ini berisi piwulang mendekati Tuhan dan membuka tabir atau hijab yang menghalangi manusia dan Tuhan dengan cara memperhatikan alam. Ini menarik karena dimunculkan pada abad ke-18, waktu kapan ilmu pengetahuan belum populer seperti sekarang. Sains belum berkembang dan mendikte hidup manusia. Sungguh bait ini membuat kita kagum akan pandangan Sri Mangkunegara yang visioner.

Kita harus berhenti di sini untuk kemudian melanjutkan bait berikutnya yang akan memberi contoh bagaimana memperhatikan fenomena alam mampu membuat kita memperoleh kearifan. Arif adalah mengenal, yakni Tuhan.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/23/kajian-wedatama-79-sasmitaning-alam/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...