Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Babad Prayud (1): Ramalan Syekh Ahmad Qasasih

Arungbinang berkata, “Duhai paduka, saya mendengar dari seorang ahli pertapa yang meramalkan keadaan negeri Kartasura. Kelak akan terjadi huru-hara. Malah negeri Pagelen juga menjadi medan pertempuran. Ada perang besar di Pagelen kelak. Sangat dahsyat pertempuran itu sampai banyak prajurit seberang yang tewas. Banyak komandan perang dari seberang yang gugur. Perangnya seperti kiamat. Dahsyatnya perang sampai menimbulkan lautan darah. Pada saat itu mereka sudah lupa antara anak dan ayah.

Pangeran Arya Mangkubumi yang menjadi panglima, yang akan menerjang siapapun yang menghalangi jalan. Jarang ada yang bisa menahan bobot perang Sang Pangeran. Sangat masyhur keperwiraannya. Tangguh di medang perang Sang Pangeran Arya Mangkubumi.

Agar runtut dalam berperang kelak, jangan berani melawan Pangeran Mangkubumi. Pakailah siasat untuk menyusup saja. Karena kelak banyak para paman yang melawan Sang Raja Surakarta. Ada enam paman yang akan melawan Sang Raja, tapi hanya satu yang menjadi lawan berat sampai akhir. Enam saudara mendiang Sang Raja terdahulu, Pangeran Buminata, Adiwijaya, Ngabei semua terpedaya, juga Arya Panular, dan lain-lain.”

Sultan berkata pelan, “Siapa yang punya ramalan itu? Apakah istrimu yang bangsa makhluk halus itu?”

Arungbinang berkata sambil menyembah, “Duh paduka, bukan pekerjaan makhluk halus untuk meramal. Dia hanya bisa memberi bisikan kepada hamba.”

Tertawa Sultan dan terus mendesak, “Kalau begitu siapa yang meramal?”

Sultan kaku hatinya meski masih tertawa. Raja ini punya tiga watak, satu watak raksasa, dua watak pendeta dan ketiga watak seekor macan. Tiga watak yang membuat takut dan tidak boleh diajak bicara yang bertele-tele. Jangan pakai memutar-mutar seperti bicaranya seorang bocah. Arungbinang tahu itu.

Arungbinang berkata, “Paduka, tak lain yang akan menguasai tanah Jawa hanya paduka dan putra paduka Sang Raja Surakarta. Demikian ramalan Syekh Ahmad Qasasih, yang telah mengenal para tabib di tanah Jawa.”

Ki Tumenggung berkata terus terang, “Syekh Ahmad Qasasih masyhur di tanah Arab. Maka ucapannya bisa sampai ke tanah Jawa karena dibawa oleh yang mendapat riwayat, yakni seorang bernama Haji Dullulu. Ki Haji Dullulu berguru ke tanah Atasangin kepada guru yang bernama Syekh Ahmad Qasasih. Ketika akan minta pamit kembali ke tanah Jawa dia pamit kepada Sang Guru.

Berkata Haji Dullulu, ‘Hamba minta pamit hendak kembali ke tanah Jawa. Mohon doa restu dan syafa’at.’

Sang Guru berkata, ‘Aku beritahukan kepadamu wahai Dullulu, tanah Jawa akan mendapat cobaan selama tiga puluh tahun. Sekarang sudah mulai, tapi belum ada setengahnya.’

Menghiba-hiba Haji Dullulu kepada Sang Guru, ‘Bagaimana paduka, mengapa tanah Jawa sampai mendapat murka Tuhan? Apakah akan bernasib sama dengan tanah Arab dahulu kala? Bumi Jawa akan dibalik?’

Sang Guru berkata, ‘Tuhan Maha Besar, lebih tinggi dan lebih adil, juga lebih tahu segala sesuatu.’

Haji Dullulu sangat berharap Sang Guru mengatakan lebih jelas lagi, ‘Duh paduka, mintakan kepada Tuhan Yang Maha Suci. Kasihan para penduduk tanah Jawa. Darah paduka juga banyak yang menetap di tanah Jawa.’

Sang Guru berkata manis, ‘Jangan engkau bersedih. Amarah Tuhan sungguh akan membuat bumi Jawa tak berbobot lagi. Ibarat bumi yang kehilangan barakahnya. Banyak orang akan terbunuh. Anak lupa kepada bapak, bapak lupa kepada anak. Kalau engkau akan kembali ke tanah Jawa, menetaplah di negeri kiri-kanannya dulu. Pulanglah setelah tiga puluh tahun. Di situ akan datang ampunan dari Allah, tanah Jawa akan lepas dari cobaan.’

Saya mendapat cerita itu dari anak Ki Haji Dullulu yang bernama Setrajaya. Seorang paneket di desa Getas. Ketika saya ditunjuk oleh putra paduka Sang Raja Surakarta untuk membantu ke tanah Pagelen, saya disuruh lewat Semarang untuk meminta serdadu Kumpeni kepada Gubernur Semarang Ideler Hohendorff. Pada saat itu saya bertemu dengan anak Haji Dullulu yang baru saja mengunjungi bapaknya di Palembang. Itulah paduka, awal mula saya mendapat berita dari tanah Arab, ramalah dari pendeta besar Syekh Ahmad Qasasih. Oleh Syekh Ahmad Qasasih, Haji Dullulu juga diberi pesan. Kelak akan ada ksatria dari darah Mataram yang mengembara untuk melalukan perlawanan. Walau banyak yang melakukan demikian, ksatria yang satu ini sungguh menepati ajaran agama dan menegakkan bendera syari’at. Juga baik akhlaknya. Haji Dullulu lalu diberi tahu bagaimana cara mengenali para ksatria yang berperang itu. Anak Haji Dullulu menuturkan ciri-ciri orang yang menepati ramalan tersebut, ada pada paduka Sultan.

Maka, Haji Dullulu tidak ragu lagi mengatakan, ‘Anakku, sudah nyata Pangeran Mangkubumi wataknya berbeda dari para saudaranya. Sungguh dia itu utusan Tuhan Yang Maha Agung yang dipakai sebagai ujian bagi tanah Jawa. Tanda-tandanya dalam perang dia jarang menderita kekalahan. Dia sungguh ksatria yang ditunjuk Tuhan.’

Karena itu paduka, saya dulu tidak berani melawan paduka. Saya hanya selalu berkirim surat tanda kesanggupan. Sungguh saya sedang membuktikan perkataan Haji Dullulu, apakah benar paduka ksatria yang dimaksud tersebut.”

Ketika mendengar penuturan Arungbinang, Sultan untuk sesaat tertegun tak mampu bicara. Sultan tampak menahan airmata penyesalan.

Sejenak kemudian Sultan berkata, “Kalau seperti itu perkataanmu, sungguh diriku ini sudah menjadi kehendak Tuhan menjadi batu ujian bagi tanah Jawa. Aku sudah berusaha hati-hati menepati ajaran agama agar langkahku benar. Dulu aku pernah mengirim surat padamu untuk menjanjikan bagimu kedudukan patih dan akan aku beri nama Adipati Magada. Kalau engkau tak suka, boleh memakai nama Adipati Urawan. Dan kalau engkau tak suka juga, boleh memakai nama Adipati Natanegara. Itu semua bukan jebakan, tapi sungguh-sungguh lahir dari kuatnya tekadku. Aku sudah berembug dengan para punggawaku semua. Patih dalam istana, aku beri tanah 10.000. Patih luar, si Mangkunagara, aku beri tanah 30.000. Semua punggawa andalan perang di bawah patih sudah mendapat bagian 5.000 cacah, seperti si Jayadirja, Rangga, Suryanagara, Dinda Pakuningrat, Dinda Natakusuma. Semua sudah matang dalam berpikir. Sudah mantap tekadnya untuk membantu kesejahteraan tanah Jawa.”


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/06/12/babad-prayud-1-ramalan-syekh-ahmad-qasasih/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...