Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Babad Prayud (11): Rangga Prawiradirja Diangkat Wadana di Madiun

Pasukan Raden Wiratmeja sudah hancur. Wiratmeja tak mampu mengumpulkan mereka kembali. Para prajuritnya sudah kapok, tak bisa ditata lagi. Wiratmeja tak mampu bangkit. Sekarang hanya bisa mengungsikan badan sendiri di sela-sela hutan dan pegunungan.

Raden Rangga Prawiradirja dan Ki Mangkuyuda sepakat untuk menuntaskan pengejaran Raden Guntur Wiratmeja. Meski hal ini akan menjadi pekerjaan sulit, tapi kalau tak diselesaikan akan mengulang pekerjaan kelak. Mereka sepakat untuk menyelesaikan sampai Guntur benar-benar tidak bisa bangkit lagi. Sementara, sebelum mendapat berita posisi Raden Wiratmeja, Ki Mangkuyuda akan menempati Jipang. Adapun Ki Rangga akan menempati Grobogan.

Di Grobogan, Raden Rangga menyampaikan perintah Kangjeng Sultan kepada Raden Suwandi. Bupati Grobogan itu menerima dengan lapang dada dan berserah diri. Raden Suwandi dicopot dari kedudukannya sebagai bupati di Grobogan dan dipensiunkan di Pati. Sultan sudah mengirim utusan untuk memberi tahu kepada Ideler Nicholas Hartingh bahwa Suwandi telah dicopot dan dipensiunkan di Pati. Ideler sangat bersukacita, lalu menyebarkan berita ke kantor-kantor Kumpeni.

Sepeninggal Raden Suwandi, Sultan menggantung negeri Grobogan. Untuk sementara belum diangkat pengganti Raden Suwandi. Namun di Warung telah diangkat bupati baru dari lurah prajurit Jagasura bernama Ngabei Jayasutama. Nama baru yang diberikan adalah Tumenggung Wiryanagara. Gandek utusan telah sampai di markas Raden Rangga dan menyampaikan perintah bahwa Jayasutama diangkat sebagai bupati Warung. Ki Rangga kemudian segera memerintahkan agar Jayasutama menempati Warung.

Sementara itu di saat yang sama, Sang Raja di Surakarta berkenan mengangkat pengganti bupati Jagaraga. Seorang keponakan Pangeran Madiun diangkat bupati dengan nama Tumenggung Ranuwijaya. Oleh Ki Mangkuyuda, bupati baru sudah ditempatkan di Jagaraga.

Di barisan Yogya, Tumenggung Kartanadi dipanggil pulang dari barisan. Sesampai di Yogya Kartanadi segera menghadap Ki Danureja. Kepulangan Kartanadi juga membawa surat dari Suwandi Suryanagara. Dalam surat Suwandi menyatakan tidak ragu-ragu untuk menyerahkan segala kekuasaannya kepada Sultan. Dirinya mencontoh Adipati Surabaya Jangrana ketika diminta oleh Kumpeni. Kalau saja melawan pasti anak keturunannya tidak bisa diharapkan lagi. Dengan mematuhi perintah, Suwandi berharap anak cucunya masih diizinkan mengabdi.

Sultan berkata, “Aku rasa sampai setahun ke depan tak lega hatiku oleh peristiwa ini. Namun aku pasrah dan memikirkannya kelak agar tercapai kebaikan. Danurea dan Dinda Natakusuma, aku minta saran tentang negeri mancanegara. Sekarang tanah mancanegara rusak akibat pemberontakan Guntur. Aku ingin mancanegara ditanam orang kuat yang tangguh dalam perang.”

Danureja berkata, “Benar kehendak paduka. Orang seperti Natapura sangat celaka dalam menjaga wilayahnya. Sebagai penguasa Jipang dia seperti bukan anak Ki Mataun. Sangat membahayan negeri dan tidak berbakti kepada raja. Lebih baik dia menjadi orang gunung.”

Sultan berkata, “Aku hendak mengangkat si Kartanadi di Grobogan. Aku beri nama Tumenggung Sasranagara. Adapun kawedanan Jipang aku kembalikan ke Madiun. Jipang menjadi bawahan Madiun. Si Rangga Prawiradirja yang aku angkat sebagai wadana.”

Danureja berkata, “Benar paduka. Tanah mancanegara harus diberi bupati yang sentausa budinya dan tidak memalukan. Tepat kalau Dinda Rangga yang memegang.”

Rangga berkata kepada Ki Danureja, “Duh Ki Lurah, kalau sampai merepotkan Ki Lurah sungguh tai anjing, bila kelak sampai ada musuh datang.”

Sultan berkata, “Hai Danureja, tanah mancanegara masih kerepotan. Aku minta bandar mancanegara hasilnya diberikan sebagai gaji prajurit. Sejumlah 12.085 riyal bagilah kepada para bupati secara merata. Juga untuk prajurit bantuan dariku sejumlah empat ratus orang.

Wadana mantri Panumping Arya Pamot aku angkat sepeninggal Rangga Prawiradirja, anakku si Arya Pamot aku beri nama Arya Dipanagara. Bawahan patih kanan si Jayakusuma. Adapun bawahan patih kiri si Natayuda. Bekas tanah Kartanadi aku minta, aku tambahkan kepada si Urawan dan Tumenggung Suratani, masing-masing mendapat seribu cacah.

Si Urawan aku ganti namanya menjadi Tumenggung Sindureja. Si Suratani aku ganti Mangundipura, untuk jabatan keparak gedong kiri. Untuk pendamping si Adipati aku tunjuk si Wiraguna. Keparak kiri aku alihkan ke Tumenggung Sindupati. Anak si Rangga si Sulbiyah sekarang aku beri nama Tumenggung Mangundirja.

Hai Danureja, anakmu si Yasin aku minta, aku perbantukan kepada si Jayasudirga dan aku beri nama Danukusuma. Sebagai pandamping aku angkat lurah Ketanggung Jadarana dengan nama Tumenggung Jayadira. Si Wanengpati aku beri nama Tumenggung Jayawinata.”

Danureja menyatakan kesiapan melaksanakan perintah.

Sultan berkata lagi, “Si Rangga Prawiradirja dan Kartanadi segera perintahkan untuk berangkat.”

Ki Patih dan para punggawa sudah dizinkan keluar. Sesampai di luar Patih Danureja segera melaksanakan tugas. Para punggawa ditata sesuai perintah Sultan. Punggawa yang mendapat tugas di mancanegara, Rangga Prawiradirja dan Kartanadi, sudah diberangkatkan. Rangga Prawiradirja akan menjabat sebagai wadana wilayah mancanegara. Kartanadi di Grobogan akan menjadi kaliwonnya. Sudah diundangkan kepada seluruh bupati mancanegara. Tugas mereka selajutnya adalah mencari Raden Guntur sampai ketemu. Mereka masih bekerja sama dengan dua punggawa Surakarta, Ki Mangkuyuda dan Ki Jayanagara.

Para punggawa sepakat untuk menyebar dalam mencari Raden Wiratmeja. Pembantu Wiratmeja yang bernama Jayengwilatikta sudah memisahkan diri dari tuannya. Dia membawa prajurit yang agak banyak, sekitar dua ratus orang. Si Jayengwilatikta berupaya menjalin hubungan dengan pasukan Surakarta. Utusan Pangeran Mangkunagara yang bernama Jayasuwarna dan Surajenggala sudah ditemui di Bledug Kuwu. Dia sanggup membunuh Raden Wiratmeja secara halus. Jayasuwarna lalu melaporkan kepada panglima pasukan Surakarta Tumenggung Mangkuyuda, bahwa Jayengwilatikta sudah menyusup ke pasukan Wiratmeja seperti burung yang menyusup ke unggas hutan.

Kita tinggalkan yang sedang melacak hilangnya Raden Wiratmeja. Ada berita dari Semarang yang menyebutkan Tuan Nicholas Hartingh sudah digantikan oleh Mayor Ubrus sebagai Gubernur Semarang. Nicholas Hartingh pulang ke Betawi dan menjadi anggota Rad Van Indie.

Kangjeng Sultan mengirim utusan ke Semarang untuk memberi bekal kepada pejabat yang akan pergi berupa emas senilai dua ribu riyal. Utusan yang dikirim adalah Pangeran Pakuningrat dan Tumenggung Surawan.

Adapun Sang Raja Surakarta sudah menunjuk Tumenggung Wiradigda dan Tumenggung Sasradiningrat. Seribu riyal dihaturkan kepada pejabat yang akan pensiun, Tuan Nicholas Hartingh. Kedatangan utusan dari kedua negeri juga sekaligus menyambut dan memberi selamat kepada pejabat yang baru, yakni Mayor Ubrus.

Selain para punggawa di atas, komandan Kumpeni dari kedua negeri juga akan hadir di Semarang. Mayor Dungkur sudah bersepakat dengan Oprup Beiman untuk mengiringi para punggawa ke Semarang. Selama lima hari mereka berjalan menuju Semarang untuk menyambut Mayor Ubrus.

Mayor Ubrus bukan pejabat asing bagi para punggawa di kedua negeri. Dahulu sang Mayor ikut serta dalam pembagian negeri di Giyanti. Setelah perjanjian Giyanti Mayor Ubrus diangkat sebagai kumendur di Banten. Tidak lama kemudian ditunjuk kembali ke Semarang sebagai Gubernur. Pada saat serah terima jabatan para punggawa dan pembesar Kumpeni dari kedua negeri hadir dan menyaksikan. Di hadapan para punggawa dan pembesar Kumpeni palkat pengangkatan dibacakan oleh Sekretaris dari Betawi.

Setelah membaca palkat, Sekretaris berbisik kepada akuntan Bastam, “Bapak Bastam, lihatlah. Itu para punggawa, para ngabei, demang, dan tumenggung dari pesisir mengapa kalah bersinar dibanding para punggawa dari Surakarta dan Yogya? Utusan dari Surakarta, Wiradigda dan Sasradiningrat, dan utusan Yogya Pakuningrat dan Sindureja, mereka tinggi besar. Mengapa sebagai sesama orang Jawa para bupati dari pesisir kalah jauh berwibawa? Padahal mereka sesama orang Jawa, seharusnya tak begitu jauh bedanya seperti itu.”

Bastam tersenyum dan menjawab, “Mereka itu orang pilihan. Sesama punggawa raja walau sama-sama tampan, kalau dekat dengan raja kelihatan berseri dan raut mukanya cerah. Para raja di Jawa adalah keturunan para ahli bertapa, sudah pasti derajat mereka tinggi. Juga mereka keturunan orang mulia. Kalau Tuan bandingkan dengan para raja di sekitar samudera Hindia, pastilah tidak sama.”

Sekretaris mengangguk-anggukan kepala dan keheranan mendengar penjelasan akuntan Bastam. Tampak pandangan matanya terpesona kepada empat punggawa dari Surakarta dan Yogya, Tumenggung Wiradigda, Sasradiningrat, Pangeran Pakuningrat dan Sindureja.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/10/30/babad-prayud-11-rangga-prawiradirja-diangkat-wadana-di-madiun/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...