Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Babad Prayud (3 ): Sultan Yogya Mengirim Bantuan Pasukan Untuk Mengejar Raden Guntur Wiratmeja

 Raden Tumenggung Candrakusuma dari Warung terpesona oleh sebuah ramalan. Menurut ramalan itu Raden Mas Guntur Wiratmeja pasti akan menjadi raja. Maka Tumenggung Candrakusuma dalam hati sudah menyerah kepada Raden Wiratmeja. Bahkan sudah berani menyerang wilayah Raden Suwandi yang Tumenggung Grobogan. Para mantri Grobogan tangguh menahan.

Panglima perang Raden Mas Guntur adalah bekas bupati Blora ketika zaman Sunan Kabanaran dahulu, yakni Tumenggung Wilatikta, yang mendapat separuh bumi Blora bagian kiri. Ketika Blora menjadi bagian Surakarta, Tumenggung Wilatikta tidak mau bergabung dan memilih menggelandang. Mantan bupati itu kini bergabung kepada Mas Guntur. Selain itu Raden Mas Guntur juga dibantu saudara sepupunya yang bernama Mas Jayeng. Sudah banyak taklukan dari para begundal di pesisir dan mancanegara. Sudah ribuan prajurit berkumpul mengabdi kepada Raden Mas Guntur. Mereka kemudian mendirikan barisan besar di Blora. Pasukan berkudanya sudah lebih dari seribu prajurit dan pasukan daratnya sejumlah tiga ribu prajurit. Banyak dari kalangan durjana pesisir dan mancanegara. Mereka dipersenjatai dan menjadi prajurit.

Banyak para tokoh mereka diangkat menjadi lurah prajurit. Lurah kecu Ki Tumenggung Guritwesi dan Tumenggung Pragoda. Tumenggung Ujungsabata adalah mantan lurah maling. Banyak mantri juga berasal dari kalangan para durjana, seperti Pawalangan, Demang Walangsangit, Ngabei Walanggenthung, Ranggang Walanggepukan. Dan tak lupa punggawa lama Tumenggung Gandhauwur. Ada seorang pelarian dari Surakarta bernama Tejakusuma, kemudian bergabung dan diangkat menjadi Tumenggung Tejanagara, sebagai bupati membawahi para mantri.

Berita bahwa Raden Guntur Wiratmeja sudah menguasai Blora telah terdengar ke Surakarta. Pangeran Mangkunagara dan Oprup lalu menghadap Sang Raja untuk membicarakan perkembangan tersebut. Mereka menyarankan agar Sang Raja minta bantuan pasukan kepada Sultan Yogya.

Tumenggung Jayanagara lalu disuruh berangkat memberi bantuan kepada pasukan Surakarta yang mengejar Raden Mas Guntur. Selang dua hari dari keberangkatan pasukan Surakarta mengejar Raden Guntur, Jayanagara berangkat. Sang Raja juga mengirim gandek utusan ke Yogya dengan membawa surat Sang Raja Surakarta. Sesampai di Yogya gandek diterima Sultan. Surat segera dibaca dengan seksama. Sultan lalu memanggil Adipati Danureja dan para adipati.

Sultan berkata pelan, “Ini ada surat dari Nak Raja Surakarta, memberi tahu bahwa si Guntur telah minggat dari kota. Dia pergi ke mancanegara dan mendirikan barisan untuk melawan Raja Surakarta. Sekarang menduduki Blora. Nak Raja minta bantuan pasukan kepadaku untuk memerangi si Guntur.

Hai Danureja, segera perintahkan anakku si Jayakusuma, aku hendak mencobanya ke medan perang. Aku angkat sebagai panglima untuk mengejar si Guntur. Tiga wedana berangkatkan sebagai pendamping, yakni; Natayuda, Kartanadi dan Martalaya. Juga aku sertakan empat kerabat; Arya Pamot, Kusumayuda, Prangwadana dan Martasana.”

Adipati Danureja menyembah lalu memerintahkan tiga punggawa dan empat kerabat untuk bersiap. Pangeran Jayakusuma telah ditunjuk sebagai panglima. Semua sudah menerima perintah Sultan dan bersiap dengan busana perang. Setelah siap mereka berangkat bersama gandek utusan dari Surakarta. Ada dua ribu prajurit berkuda dan tiga ratus dua puluh enam mantri berkuda. Adapun prajurit darat sejumlah dua ribu delapan ratus.

Sehari kemudian pasukan bantuan sudah sampai di Surakarta. Gandek melapor ke Loji Kumpeni. Oprup bersama Adipati Mangkupraja lalu menghadap ke istana untuk melaporkan datangnya bantuan pasukan dari Yogya. Di hadapan Sang Raja para punggawa Yogya menghaturkan sungkem. Ketika Pangeran Jayakusuma hendak meletakkan keris Sang Raja mencegah.

“Jangan kau letakkan kerismu, itu tidak disukai Paman Sultan. Orang akan melakukan sungkem tidak perlu meletakkan keris. Aku ingin mengikuti watak sentausa Paman Sultan,” kata Sang Raja.

Pangeran Jayakusuma sungkem tanpa meletakkan keris, demikian juga para punggawa Yogya yang lain.

Sang Raja kemudian berkata, “Dinda Jayakusuma, pantas kalau memakai pakaian perang. Kalau memakai pakaian basahan sepertinya agak ribet. Kalau kalian perhatikan, benar apa tidak penilaianku?”

Pangeran Kusumayuda berkata, “Benar sabda paduka. Ki Lurah ini menyatakan sanggup menangkap sendirian si Guntur. Katanya, aku tak takut kepada orang Mangkunagaran.”

Para yang hadir tertawa mendengar perkataan Pangeran Kusumayuda.

Pangeran Jayakusuma menanggapi dengan jenaka, “Sepantasnya engkau yang sanggup menangkap sendirian, karena posturmu tingggi besar. Siapa yang kau terjang pasti habis.”

Martalaya menyembah Sang Raja lalu ikut menanggapi, “Benar, Ki Lurah ini dalam hal penampilan sangat meyakinkan. Beda dengan sang kakak Pangeran Natakusuma yang seperti wanita.”

Sang Raja berkata, “Benar Paman Natakusuma lemah seperti wanita?”

Kartanadi menyembah, “Tapi sewaktu kami masih menjadi musuh, sang Paman Nataksuma dulu membuat repot waktu menyerang Kedu. Abdi paduka Tumenggung Mandaraka yang menghadapi dibuat bingung. Juga Tumenggung Jayadirja dan Mangkudirja pun kebingungan. Para punggawa kasultanan semua terpisah karena serangan pasukan paman paduka Pangeran Natakusuma. Dan paman paduka kalau berperang sambil merokok, tapi musuh bisa kalah.

Pada waktu itu paman paduka sudah terpisah dari pengawalnya. Hanya ada punakawan, tukang kuda dan pembawa payung. Tak lebih dari lima orang. Walau demikian hatinya sama sekali tak gentar. Masih terus mengejar musuh sambil memegang rokoknya. Ada seorang anak Tumenggung Mandaraka, namanya Mandradirana. Dia membawa dua puluh pasukan berkuda. Lalu Mandradirana bertemu dengan paman paduka.

Paman paduka menunjuk dengan tangan yang memegang rokok, ‘Hai, engkau siapa? Katakan?’

Mandradirana berkata pelan, ‘Saya Mandradirana, anak Tumenggung Mandaraka.’

Pangeran Natakusuma berkata, ‘Hai, semua turun dari kuda.”

Mandradirana turun bersama prajuritnya. Mereka membawa delapan senapan dan dua belas tombak, kok menurut begitu saja disuruh turun.

Si Paman lalu berkata, ‘Hai Mandradirana, kamu saya tangkap. Kamu seorang saja karena kamu anak bupati. Aku akan mengikatmu.’

Mandradirana berkata, ‘Silakan tuan.’

Maka yang melihat pun heran. Orang dua puluh bersenjata kalah oleh seorang yang merokok.

Ketika dilaporkan kepada Kangjeng Sultan, malah ditertawakan. Sultan berkata, ‘Kalau kalian ketemu Dinda dari Pekalongan itu, segeralah lari saja. Kalau memaksakan diri pasti akan celaka. Dinda Pekalongan itu bisa membuat api. Kalau keluar apinya sebesar gunung. Bagaimana engkau melihat si Supama itu. Apa seperti anak jin? Yang punya anak, Paman Natakusuma sekarang masih berada di Ceylon.’

Demikian ayah paduka Sultan memberi pesan.” Semua yang mendengar cerita Kartanadi masih menyimak dengan seksama.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/07/18/pupuh-3-sultan-yogya-mengirim-bantuan-pasukan-untuk-mengejar-raden-guntur-wiratmeja/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...