Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Babad Prayud (4): Pasukan Surakarta Bertemu Pasukan Raden Guntur di Garenteng

Kartanadi melanjutkan cerita, “Mas Rangga berkata, ‘Paduka, si Mandradirana itu kalah derajat. Walau hamba, bila ketemu dalam perang mustahil berani melawan. Karena sudah masyhur kerabat paduka mempunyai kekuatan kebatinan.’

Ayah paduka Sultan sedikit tertawa, tampak hatinya sudah reda dari amarahnya kepada Mandradirana.”

Sang Raja berkata, “Lalu bagaiman akhirnya?”

Kartanadi melanjutkan, “Paduka, ayah Mandradirana malam harinya bertaruh nyawa menemui Paman Natakusuma di desa Payaman. Mandradirana diminta secara pribadi.

Kata Mandaraka, ‘Nak, saya beranikan diri meminta si bocah itu karena dia abdi Sultan. Dia sedang menengok saya. Datang baru pada sore hari, paginya paduka ikat. Sekarang saya diminta tanggung jawab oleh kakak paduka Sultan Kabanaran.’

Adipati Pekalongan berkata pelan, ‘Baiklah Paman Mandaraka, tapi jangan ribut-ribut. Prajuritnya yang dua puluh itu tinggalkan yang tiga orang. Besok saya lapor Kumpeni kalau tawanan banyak yang minggat, tinggal yang tiga itu.’

Seperti itu siasat yang dipakai. Pagi hari ketiga tawanan itu dipotong telinganya.”

Sang Raja tertawa, lalu berkata pelan, “Wahai para adipati semuanya, juga para kerabatku. Nanti kalau kalian keluar dari sini mampirlah ke rumah Kanda Adipati.”

Semua menyatakan kesanggupan. Adipati Mangkupraja disuruh membawa para punggawa dan mantri ke rumah sang kakak. Sejumlah tiga ratus orang telah diberi bekal oleh Sang Raja dan dibagi merata.

Sang Raja berkata, “Aku memberi bekal keselamatan bagi kalian.”

Para punggawa menyatakan terima kasih. Mereka segera keluar dari istana dipimpin Oprup dan para adipati. Patih Adipati Mangkupraja lalu membawa mereka ke rumah Pangeran Adipati Mangkunagara. Oprup ikut mengantar sampai sebelah barat Galadag. Sesampai di Mangkunagaran para punggawa Yogya melakukan sungkem kepada Pangeran Adipati Mangkunagara. Jamuan lalu dikeluarkan untuk menyambut para tamu. Semalaman mereka berada di Mangkunagaran. Pagi hari pasukan berangkat ke utara menyusul pasukan Surakarta yang telah lebih dulu berangkat.

Sementara itu Raden Guntur Wiratmeja sudah mendengar bahwa pasukan dari Surakarta telah berangkat menyerang ke Blora. Raden Guntur segera hengkang dari Blora bersama seluruh pasukannya. Tempat yang dituju adalah Pati, tepatnya di desa Garenteng. Di sana Raden Guntur menggelar pasukan yang kuat.

Pada saat yang sama pasukan Surakarta yang berangkat pertama di bawah pimpinan Tumenggung Arungbinang, Tumenggung Mangkuyuda dan Pangeran Pakuningrat telah sampai di wilayah Blora. Tidak lama kemudian pasukan bantuan di bawah pimpinan Tumenggung Jayanegara juga sudah sampai. Tumenggung Jagaraga dan pasukannya juga sudah menyusul ke Blora. Mereka kemudian mengirim prajurit sandi untuk untuk menelisik letak barisan musuh. Yang berangkat adalah Surajenggala. Dalam semalam Surajenggala telah sampai di Garenteng. Sudah pasti pasukan Raden Wiratmeja menggelar barisan. Ada seribu prajurit berkuda dan dua ribu prajurit darat. Mereka telah siap menghadang musuh. Seorang magang pelarian dari Surakarta, Tejakusuma, menyatakan bahwa pasukan dari Surakarta hatinya ciut. Jika dihadang dalam perang pasti sebentar saja hancur. Perkataan Tejakusuma membuat Raden Wiratmeja alias Pangeran Jayamisena berbesar hati.

Sementara itu di kubu pasukan Surakarta, rencana telah matang akan menyerang keesokan harinya. Tumenggung Arungbinang sanggup berada di garis depan. Pagi harinya pasukan Surakarta berangkat. Pasukan Tumenggung Arungbinang berada di depan. Di belakangnya menyambung pasukan Tumenggung Mangkuyuda dan Tumenggung Jayanegara. Lalu paling belakang pasukan Pangeran Pakuningrat.

Sementara itu Pangeran Jayamisena Nataningrat ing Palugon atau RM Guntur telah berembug dengan para punggawanya, si Jayeng Wilatikta yang bertindak sebagai panglima garis depan, Tumenggung Surabragodha ditunjuk sebagai panglima sayap kanan bersama Guthitwesi, dan Raden Tejakusuma serta Mangunkusuma sebagai panglima sayap kiri. Pangeran Jayamisena sendiri akan menempati bagian dada. Sudah bersiap akan menghadapi musuh dalam perang.

Di lain pihak, panglima pasukan Surakarta Kyai Arungbinang menderita sakit di jalan. Terpaksa harus ditandu. Tumenggung Jayanegara dan Tumenggung Mangkuyuda lalu mengirim utusan ke depan.

Si utusan berkata, “Adik paduka Jayanegara dan Mangkuyuda mempersilakan Anda ke belakang, adapun yang menempati panglima garis depan terserah paduka tunjuk siapa dari keduanya.”

Arungbinang berkata, “Katakan kepada kedua adikku, terima kasih atas perhatiannya. Tapi aku malu. Selama perang melawan Mangkubumi aku sakit pun tak pernah mengeluh. Dan ketika melawan Pangeran Purubaya sering berperang dengan ditandu. Kedua adikku jangan khawatir kepadaku.”

Kedua utusan mundur dan melapor kepada tuannya, bahwa Ki Arungbinang tidak berkenan mundur. Belum lagi mereka selesai melapor, seorang mantri garis depan memberi tahu bahwa musuh mencegat mereka di tempat yang sulit, yakni di selatan Garenteng yang tempatnya berbukit-bukit. Suara bende musuh dan sorak-sorai para prajurit sudah terdengar nyaring.

Arungbinang segera turun dari tandu dan tak bermaksud mundur.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/07/20/babad-prayud-4-pasukan-surakarta-bertemu-pasukan-raden-guntur-di-garenteng/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...