Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Babad Prayud (6): Pasukan Surakarta ditarik mundur

Para bupati meyakinkan Pangeran Arya Jayakusuma bahwa Tumenggung Candrakusuma dari Warung itulah yang menuntun Raden Wiratmeja untuk menemui Pangeran Rangga Baledawa untuk minta izin menjadi raja. Pangeran Rangga menuruti, dan memberinya petunjuk. Maka yang demikian itu juga sudah perbuatan yang merusak.

Pangeran Arya Jayakusuma membalas surat enam bupati pesisir dengan mengatakan bahwa bukan pekerjaan mereka mengurusi masalah itu. Tugasnya hanya ikut berperang saja. Sebaiknya para bupati menjauhi tindak jahil dan berprasangka buruk.

Surat dari Pangeran Arya Jayakusuma diterima dengan perasaan kurang nyaman oleh para bupati. Apalagi himbauan agar menjauhi tindak jahil dan mencari kesalahan teman, membuat perasaan bupati tidak puas. Seolah Jayakusuma menuduh para bupati melaporkan hal itu karena dengki. Mereka lalu sepakat mengadukan hal itu kepada Ideler Semarang. Sekalian jangan tanggung melaporkan karena memang kesalahan mereka sudah nyata. Juga akan dilaporkan salah satu perilaku panglima dari Surakarta, yakni Pangeran Pakuningrat. Di medan perang hanya bermain dadu dan tidak mengawasi musuh.

Dalam surat kepada Ideler Semarang para bupati mengadukan bahwa penguasa Grobogan dan Jagaraga melindungi musuh. Tumenggung Candrakusuma di Warung dengan tanah garapan dua ribu delapan ratus, seorang bupati Cangkok Nagara, malah ikut-ikutan Raden Wiratmeja. Dia adalah sepupu bupati Grobogan. Terserah Kumpeni dalam mengambil tindakan.

Ideler sangat kaget mendapat laporan enam bupati pesisir. Ideler lalu mengirim tiga surat, satu surat untuk Yogya, dua surat ke Surakarta ditujukan kepada Sang Raja dan Adipati Mangkunagara. Surat yang dikirim ke Yogya isinya meminta Bupati Grobogan yang telah bertindak angkuh melindungi musuh negara. Ulah bupati Warung yang ikut-ikutan Wiratmeja pasti atas dukungan Adipati Grobogan Suwandi.

Setelah membaca surat, Sultan sangat marah. Dadanya seolah dilempar batu sebesar kelapa. Ditambah di dalam surat Ideler mengatakan bahwa Wiratmeja dibawa oleh bupati Warung untuk minta izin ke tempat Pangeran Rangga Baledawa. Sultan sangat bingung menentukan sikap.

Semetara itu, surat ke Surakarta sudah diterima oleh Sang Raja. Dalam surat Ideler mengatakan bahwa satu punggawa Surakarta melindungi ibu Wiratmeja. Juga ada panglima yang hanya bermain dadu. Sunan dimohon agar menjatuhkan amarah kepada panglima tersebut.

Surat yang ditujukan ke Mangkunagaran berisi hal yang hampir sama. Ideler meminta agar Pangeran Mangkunagara memarahi sang adik Pangeran Pakuningrat yang di medan perang hanya bermain dadu. Juga sering berselisih dengan Tumenggung Arungbinang. Setelah membaca surat, Pangeran Mangkunagara dengan gugup segera menghadap Sang Raja.

Sang Raja berkata, “Kanda, sebaiknya kita kirim Tumenggung Brajamusti untuk memanggil para punggawa pulang.”

Pangeran Mangkunagara berkata, “Benar Dinda, Tumenggung Brajamusti sebaiknya membawa pasukan mancanegara. Juga sekalian Tumenggung Arungbinang diberi perintah untuk membawa si Ranadipura.”

Sang Raja segera memerintahkan Brajamusti membawa surat dan pasukan mancanegara ke medan perang. Dari mancanegara para tumenggung hanya membawa sedikit prajurit, setiap tumenggung tidak lebih dari tiga puluh orang. Singkat cerita Brajamusti sudah sampai di medan perang Blora. Perintah dari Sang Raja sudah disampaikan. Para punggawa dipanggil pulang ke Surakarta. Hanya disisakan dua wadana, yakni Mangkuyuda dan Jayanagara. Ki Mangkuyuda yang ditunjuk sebagai panglima, Jayanagara sebagai pembantu. Mereka diserahi untuk mengatur para bupati mancanegara yang tersisa. Untuk sementara mereka berjaga di sebelah barat gunung. Adapun di timur gunung, yakni di Kediri selalu diganggu oleh Pangeran Singasari.

Di Kartasura, para punggawa yang dipanggil pulang sudah tiba di Kepatihan. Adipati Mangkupraja menyambut mereka. Ki Tumenggung Ranadipura langsung ditangkap dan dipasung. Semua miliknya kemudian dijarah. Pangeran Pakuningrat dan Tumenggung Arungbinang langsung dipanggil menghadap Sang Raja.

Sang Raja berkata kepada Pangeran Pakuningrat, “Kanda, mengapa perjalanan Anda sampai mendapat cela oleh Kumpeni. Anda sembrono dan lalai dalam tugas. Hanya terlena main dadu dan abai terhadap musuh. Sampai-sampai didahului para bupati pesisir dalam menghadapi musuh.”

Pangeran Pakuningrat hanya diam tertunduk dan meminta maaf. Sang Raja kemudian berpaling kepada Arungbinang.

“Arungbinang, bagaimana engkau, sampai seperti ini kelakuan pasukanmu. Engkau pernah aku tunjuk menjadi panglima perang selama sewindu dan melawan musuh besar. Mengapa menghadapi hal kecil seperti ini sampai lalai?”

Arungbinang berkata, “Mohon maaf, paduka. Hamba tetap menjalankan tugas di medan perang. Apa yang terjadi bukan perbuatan manusia. Beruntung dan celaka dalam perang, itu sudah kehendak Tuhan.”

Sang Raja seketika lega hatinya karena Arungbinang masih melaksanakan tugas.

Sang Raja berkata, “Mengapa bisa sampai seperti ini, bagaimana ceritanya?”

Arungbinang berkata, “Paduka, sebenarnya pasukan kita dan Yogya sama-sama melakukan kesalahan. Karena memang menangani hal yang sama. Namun kesalahan mereka lebih besar.”

Sang Raja berkata, “Bagaimana engkau bisa menyebut mereka lebih besar salahnya. Bagaimana membedakan besar kecilnya?”



https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/07/24/babad-prayud-6-pasukan-surakarta-ditarik-mundur/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...