Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Babad Prayud (7): Pasukan Yogya bersiap menyerang Baledawa

Di Surakata, Sang Raja masih berbincang bersama punggawa yang baru saja dipanggil dari medan perang.

Tumenggung Arungbinang berkata, “Paduka, sungguh dapat dibedakan. Di pihak sana seorang punggawa sampai ikut-ikutan ke pemberontak. Si Tumenggung Candrakusuma ikut Wiratmeja. Dia adalah sepupu Suwandi Suryanagara. Candrakusuma seorang bupati Cangkok Nagara dengan dua ribu delapan ratus cacah tanah garapan. Mengapa dia sampai ikut pemberontak? Kemuliaan apa lagi yang dia cari kalau bukan atas perintah tuannya, yakni Suwandi.

Adapun kesalahan pasukan kita, paduka. Si Ranadipura di Jagaraga itu dituduh menyembunyikan atau memberi jalan agar musuh bisa lari. Hanya itu kesalahan pasukan kita.”

Sang Raja tertawa, lalu berkata, “Bagaimana kelak Paman Sultan akan bertindak. Paman Sultan sangat mengasihi Suwandi karena dia panglima andalan ketika memulai perang dahulu.”

Arungbinang berkata, “Benar dugaan paduka. Tetapi paman paduka sebagai pembesar sudah sangat paham yang benar dan salah. Pasti akan bertindak bijak.”

Pangeran Pakuningrat dan Arungbinang sudah diizinkan keluar. Adapun nasib Ranadipura sudah ditentukan. Hari Sabtu dia ditangkap, hari Senin Ranadipura dihukum tikam di alun-alun. Setelah tewas kepalanya dipenggal dan dipanjar di kiri Galadag. Oprup dan Pangeran Mangkunagara lalu menghadap di istana. Sang Raja dimohon untuk memberi hadiah kepada para wadana dan kerabat yang telah ikut perang. Sang Raja juga memberi hadiah kepada para kerabat sejumlah seribu riyal. Sudah merata kepada para kerabat, para putra Mlayakusuman dan Dipanagaran semua.

Mereka kemudian membicarakan apa yang terjadi di Yogya. Mereka menduga Sultan sangat kerepotan untuk memutuskan hukuman Suryanagara. Sultan sudah menganggap Suryanagara layaknya tangan kanan. Ibarat dibanding tiga punggawa, masih lebih berat si Suryangara. Bahkan dibanding saudara kandung,Sultan sendiri, masih lebih berat Suryanagara. Suryanagara seorang punggawa pilihan. Penampilannya tampan dan cakap. Juga bisa diajak sebagai teman diskusi. Di medan perang pun pemberani.

Sementara itu di Yogya, Sultan sangat bersedih atas semua yang terjadi. Yang menjadi sebab kesedihannya adalah: Pertama,  laporan dari Ideler bahwa Suwandi Suryanagara dituduh membantu secara diam-diam kepada Wiratmeja. Sudah ada bukti nyata, seorang bupati bawahan Suwandi yang masih sepupu yakni Candrakusuma ikut bergabung kepada Wiratmeja. Seorang bupati dengan tanah dua ribu delapan ratus cacah mengapa ikut seorang gelandangan? Tidak masuk akal kalau bukan atas perintah atasannya. Yang kedua, Pangeran Rangga Baledawa adalah keturunan guru, yakni Panembahan Natapraja, masih darah Kadilangu atau keturunan guru agung Sunan Kalijaga. Mengapa Pangeran Rangga Baledawa bisa ikut terseret ulah Wiratmeja sampai-sampai oleh Kumpeni dituduh mengizinkan Wiratmeja mendirikan keraton?

Sultan sangat terluka hatinya, ibarat ditusuk dengan gunting. Sekali tusuk dua luka. Sultan mengumumkan kepada para prajurit untuk selalu waspada. Para pembesar Yogya kemudian dipanggil untuk berembug. Adipati Danureja, Rangga Prawiradirja, Pangeran Natakusuma dan Pangeran Pakuningrat berunding untuk menentukan langkah yang baik. Sampai menjelang pagi belum mendapat penyelesaikan. Pagi harinya mereka sudah dipanggil kembali untuk menghadap.

Adipati Danureja berkata, “Paduka, Kanda Suryanagara itu ibaratnya seperti Adipati Jangrana di masa lalu. Kalau mengakui kesalahannya maka anak cucunya selamat lestari mengabdi kepada raja, kalau hendak bersikeras melawan maka anak cucunya yang akan celaka.”

Berkata Sang Sultan, “Aku sependapat. Segera berangkatkan pasukan. Bawalah surat perintah dariku. Adapun soal Dinda Rangga Baledawa, Suradimenggala mengirim surat kepadaku agar mempertahankan Rangga Baledawa. Tapi itu bukan kehendakku. Sebaiknya dia pergi dari wilayahku. Panggil segera putra-putraku, Prangwadana, Arya Pamot, Martasana dan Sumayuda. Yang berada di medan perang, si Natayuda jangan lupa dipanggil. Tinggalkan si Martalaya dan Kartanadi agar bergabung ke pasukan Surakarta. Kelak agar bergabung bersama si Rangga Prawiradirja. Kalau sudah sampai di medan perang segera kirim surat kepada si Rangga Baledawa. Berangkatlah besok pagi.”

Rangga Prawiradirja menyatakan kesanggupan.

Sultan berkata lagi, “Dan engkau aku sertakan mantri dalam sejumlah lima puluh orang, delapan puluh prajurit Ketanggung, delapan puluh Jagasura, lima puluh Nirbaya, lima puluh Jagabaya dan dua puluh lima Suranata.”

Selesai pesan-pesan Sang Sultan, semua punggawa yang ditunjuk undur diri. Singkat cerita, pagi hari pasukan sudah memukul tanda berangkat. Rangga Prawiradirja bersama lurah Ketanggung Ngabei Jayadirana, lurah Jagasura Ngabei Jayasutama dan anak Kapitan Tolong lurah pasukan Nirbaya. Sejumlah dua ribu prajurit berkuda dan prajurit darat tak terhitung jumlahnya.

Perjalanan pasukan Yogya sudah sampai di Kampak. Pangeran Rangga Baledawa sudah dikirim surat peringatan. Tumenggung Martalaya dan Kartanadi begitu mendengar pasukan Yogya sudah berada di Kampak segera menemui Tumenggung Mangkuyuda dan Jayanagara. Pasukan Surakarta diminta untuk bergeser ke selatan.

Surat dari Rangga sudah diterima oleh Pangeran Rangga Baledawa. Pangeran kaget dan merasa langkahnya menerima kedatangan Wiratmeja telah diketahui. Malam hari Pangeran Rangga pergi dari Baledawa. Yang disuruh berjaga hanya dua keponakan, Raden Surakusuma dan sang adik Raden Sumajaya, serta seorang cucu keponakan bernama Mas Wijil yang masih perjaka.

Dengan diam-diam Pangeran Rangga Baledawa membawa serta seluruh wanita, termasuk Raden Ayu Wiratmeja yang masih berada di situ. Juga semua putra-putranya yang masih kecil-kecil. Menjelang fajar rombongan Pangeran Rangga sampai di Jajar, termasuk wilayah Karangpahing, Demak. Letaknya sebelah barat laut Grobogan. Pangeran Rangga lalu membeli rumah dan bermaksud menetap di situ.

Sementara itu yang tertinggal di Baledawa, mereka sedang bersiap menghadapi serangan. Pagi itu terkumpul pasukan sejumlah dua ratus orang, dengan senjata dua puluh empat senapan dan sepuluh ekor kuda.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/07/27/babad-prayud-8-pasukan-yogya-bersiap-menyerang-baledawa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...