Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Babad Prayud (8): Rangga Baledawa lolos, Wiratmeja lagi-lagi gagal ditangkap

Rangga Prawiradirja pagi-pagi sudah memukul tanda berangkat. Para mantri Panumping berada di depan. Tak lama sudah sampai di Baledawa, tapi masih berdiam di selatan sungai untuk melihat keadaan. Prajurit Jagasura mulai menyeberang di arah barat. Prajurit Nirbaya menyeberang di arah timur dan prajurit Ketanggung menyeberang di tengah.

Seorang prajurit bernama Suraksawirya menembak, tapi sumbu senjata tak mau menyala. Rangga memerintahkan agar pasukan segera masuk. Dari dalam pasukan Baledawa mulai menembak dan bersorak.

Pasukan Baledawa menerjang, prajurit Ketanggung berusaha menahan. Terjadi perang jarak dekat karena senapan pasukan Rangga tak berbunyi. Pasukan Baledawa terus mendesak. Raden Surakusuma dan Raden Sumajaya serta Mas Wijil mengamuk dari atas kuda. Jayadirana berusaha menahan amukan ketiga ksatria Baledawa. Raden Rangga Prawiradirja tertabrak tak mampu membalas. Pasukan Baledawa mengambuk seolah mencari mati.

Senapan pasukan Yogya mulai berbunyi, tapi pelurunya telanjur tertinggal di belakang. Ibarat air sungai menerjang bengawan, seperti itu sepak terjang pasukan Baledawa. Air bengawan terdesak aliran sungai kecil. Pasukan Yogya yang jumlahnya ribuan terdesak pasukan Baledawa yang jumlahnya ratusan dengan senjata terbatas.

Lurah Jagasura Ngabei Jayasutama mencomba membantu pasukan di depan, tapi tak mampu berbuat banyak. Lurah Ketanggung kudanya mati, penunggangnya jatuh. Raden Rangga terdesak oleh amukan pasukan Baledawa. Hati pasukan Yogya menjadi ciut, patah semangat mereka. Tak mampu bangkit lagi. Raden Rangga Prawiradirja berseru agar pasukan mundur dahulu.

“Kalian mundur dulu. Musuh tak bisa diterjang. Kudaku direbut mereka!” teriak Raden Rangga, “Jangan ada yang melawan di hari ini.”

Ibarat ular kalah oleh kodok, tikus mengalahkan kucing. Para panglima Yogya waspada. Para prajurit banyak yang terluka, sampai mereka terheran-heran.

Berita kekalahan Raden Rangga sudah terdengar sampai di Surakarta. Sang Raja Surakarta segera mengirim gandek utusan kepada dua panglima yang masih berada di Blora, Ki Mangkuyuda dan Ki Jayanagara agar membantu Rangga Prawiradirja di Baledawa. Singkat cerita gandek sudah sampai di markas pasukan Surakarta, lalu segera menyampaikan perintah Sang Raja.

Ki Mangkuyuda dan Ki Jayanagara segera menabuh tanda perang. Pasukan Yogya yang masih bergabung di Blora juga ikut berangkat, di bawah pimpinan dua punggawa Tumenggung Kartanadi dan Tumenggung Martalaya. Pada malam hari pasukan dari Blora sudah sampai di markas pasukan Rangga Prawiradirja.

Pasukan Baledawa pun bersiap menghadapi kedatangan musuh yang kini jumlahnya berlipat ganda. Pagi hari pasukan gabungan Yogya-Surakarta menerjang. Baledawa ditimbun peluru. Segala senjata ditembakkan, batu-batu dilemparkan. Raden Surakusum, Sumajaya dan Mas Wijl merasa ciut melihat amukan pasukan gabungan Yogya-Surakarta. Ketiganya sudah keluar dari pekarangan tapi tanpa kuda. Terdengar teriakan dari markas Baledawa bahwa ketiga pimpinan mereka sudah lari. Para prajurit Beladawa pun berlarian menyusul tuan mereka.

Pasukan gabungan terus mengejar. Kini mereka ibarat berburu kijang. Ketiga ksatria Baledawa terus berlari. Dua orang tampak memegang tombak, seorang lagi terus menembak ke arah para pengejar. Ketiganya tampak tenang dan nyaman.

Rangga Prawiradirja berseru, “Kalian pelan-pelan mengejar. Senapan mereka bertuah. Satu kali tembakan seperti peluru satu bakul. Jangan terlalu dekat, kalian buntuti saja terus. Kalau kalian sampai terkena tembakan, bisa celaka.  Kalian tak usah sok berani, ikuti saja terus dari jauh. Nanti akan ada saatnya tuahnya hilang.”

Sementara itu pasukan pesisir masih berbaris terpisah. Ketika ksatria Baledawa sampai di pasukan pesisir. Terjadi lagi perang antara pasukan Baledawa melawan pasukan pesisir. Pasukan gabungan yang mengerjar ikut nimbrung. Akibatnya terjadi salah paham. Pasukan Yogya gantian melawan pasukan pesisir. Perang berkecamuk dari pukul sembilan sampai malam hari. Pasukan Yogya-Surakarta mengamuk, pasukan pesisir terdesak dan lari. Banyak prajurit luka-luka di kedua kubu. Pasukan Yogya-Surakarta kemudian berhenti di Pati. Baru pagi hari Raden Rangga diberi tahu oleh yang punya negeri. Semua prajurit keheranan karena salah mengenali musuh. Untuk sementara pasukan Yogya dan Surakarta bermarkas di Pati.

Sementara itu yang berbaris di Kebolengkir, Raden Wiratmeja sudah berhasil mengumpulkan kembali prajuritnya. Dari Malang Pangeran Singasari mengirim bantuan seratus prajurit kepada Raden Wiratmeja. Banyak pula orang Surabaya yang mengabdi kepada Wiratmeja. Pasukan Wiratmeja bermaksud kembali menyerang ke barat. Dari Kabulengkir pasukan menuju Jipang. Kota Jipang akan dipukul perang.

Pada saat itu Jipang dibagi menjadi dua bupati kakak beradik. Bupati muda bernama Purawijaya dan sang kakak bernama Natapura.

Bupati tua berkaa, “Hai Dinda, engkau tinggallah di kota. Aku akan menghadang musuh di luar kota agar tidak menimbulkan banyak kerusakan.”

Purawijaya berkata, “Terserah bagaimana yang lebih baik, Kanda.”

Pasukan Natapura berangkat ke luar kota, sejumlah lima ratus prajurit berkuda dan seribu prajurit darat. Sudah jauh keluar dari kota. Raden Wiratmeja mengetahui kalau hendak dihadang di luar kota. Bersama pasukannya Wiratmeja lalu memutar untuk menghindar, lalu langsung menuju Jipang. Hanya dengan empat puluh prajurit berkuda dan tiga ratus prajurit darat, Wiratmeja menyerang kota Jipang yang dalam keadaan sepi. Pada waktu fajar pasukan Wiratmeja masuk ke Jipang dan langsung mengamuk.

Raden Purawijaya tidak mengira akan mendapat serangan mendadak. Sisa prajurit yang berjaga di Jipang tinggal sedikit, ditambah kurang persiapan. Dengan sisa prajurit Purawijaya mencoba menahan, tapi karena tidak siap segala upayanya kandas. Purawijaya berhasil dibunuh pasukan Wiratmeja. Semua pasukan Jipang yang tersisa tewas, sedangkan di pihak Wiratmeja hanya tiga yang tewas dan enam luka-luka.

Raden Natapura sudah mendengar kalau musuh yang dihadang berlaku curang menyelisihi jalan. Juga sudah sampai kabar bahwa sang adik tewas. Raden Natapura ciut hatinya, tak berani merebut kembali jenazah sang adik. Pasukan Natapura bubar. Sebagian menyerah kepada Wiratmeja. Sudah dihitung jumlah orang Jipang yang bergabung ke Wiratmeja, ada sejumlah delapan ratus lima puluh empat. Selama tiga hari Wiratmeja menduduki kota Jipang, lalu bermaksud menyerang Madiun.

Sementara itu, Raden Natapura telah melarikan diri ke Madiun bersama pasukan yang masih setia. Menuju ke arah barat daya lalu menyeberang sungai. Pasukan Raden Wiratmeja mengejar. Wiratmeja meraih kemenangan besar di Jipang, pasukannya bertambah kuat. Prajurit yang berani menombak Raden Purawijaya kemudian diberi pangkat bupati dan tanah Jipang seluas dua ribu cacah, dan namanya diganti menjadi Tumenggung Wangsengyuda. Dia adalah seorang keturunan Madura. Sisa tanah Jipang yang seluas enam ribu kemudian dibagi empat untuk anak keturunan Adipati Jipang Ki Mataun.

Pasukan Wiratmeja sudah sampai di Madiun. Adipati Madiun Pangeran Mangkudipura gugup. Banyak prajurit sudah ciut hatinya sebelum musuh tiba. Banyak yang sudah lari mengungsi. Ketika Wiratmeja tiba, tak perlu waktu lama untuk menaklukkan Madiun. Sisa pasukan Madiun kemudian lari ke Ponorogo. Kota Ponorogo sendiri dalam keadaan sepi karena pasukannya banyak dikirim bergabung ke pasukan Tumenggung Mangkuyuda dan Jayanagara yang sekarang berada di Pati.

Pasukan Wirameja sudah menduduki Madiun. Wiratmeja lalu berganti nama Pangeran Prabu Anom Purwaningrat. Sudah banyak prajurit menyerah dan tunduk. Bumi Madiun seluas dua belas ribu cacah lalu dibagi tiga. Seluas delapan ribu dibagi kepada empat punggawa. Yang seluas empat ribu diberikan kepada prajurit dalam yang diberi nama Jagasura dan Jodipati sejumlah tiga ratus prajurit.

Sementara itu di Magetan, tanah yang dimiliki Ratu Bendara, para prajurit sudah bersiap menyambut musuh. Magetan mempunyai pasukan yang kuat sehingga Ki Tumenggung Wangsengyuda belum dapat menaklukkannya. Pangeran Madiun Mangkudipura dan mantan bupati Jipang Natapura yang mengungsi di Ponorogo mendengar bahwa Magetan belum berhasil ditaklukkan Wiratmeja. Keduanya lalu bermaksud bergabung dengan sisa pasukan yang ada. Pasukan sudah berangkat dan menempati selatan Kaliasin.

Di Madiun, Raden Wiratmeja mendirikan latihan keprajuritan. Sudah dihitung jumlah prajurit sejumlah lima ribu tiga ratus lima puluh pasukan berkuda. Setiap hari Wiratmeja berburu dan bercengkerama. Istrinya yang berada di Jajar sudah dibawa ke Madiun. Wiratmeja hendak menepati ramalan yang sudah masyhur bahwa kelak Madiun akan menjadi kotaraja, dengan nama Kalitangga. Akan ada raja sakti yang berkuasa, bernama Panembahan Herucakra. Para pembantunya mengatakan, dulu kakek paduka Pangeran Dipanagara pernah berada di sini dan bergelar Herucakra, tetapi saat itu belum sampai pada masanya. Sekaranglah masa yang sesuai ramalah itu. Ibaratnya tidak akan bersusah payah akan menemui kemuliaan. Tidak perlu pakai senapan, hanya kekuatan pikiran saja sudah bisa mengalahkan musuh. Raden Wiratmeja merasa besar hati oleh perkataan para pembantunya tersebut.

Sementara itu pasukan gabungan Yogya-Surakarta yang berada di Pati sudah mulai bergerak. Pasukan menuju Blora dan menata barisan. Pasukan Yogya di bawah pimpinan Rangga Prawiradirja lalu bergerak ke arah tenggara.

Pasukan Surakarta di bawah pimpinan Ki Mangkuyuda dan Jayanagara bergerak lurus ke selatan. Sesampai di Jagaraga lalu berbelok ke tenggara menuju desa Reden. Sudah masuk wilayah Magetan. Pasukan Surakarta lalu mendirikan markas di desa Ledreg. Bupati Magetan menyambut, Ki Kartanagara bersama tujuh ratus prajurit berkuda. Pasukan Magetan dipimpin dua mantri dari Mangkunagaran, Ki Jayakintaka dan Jayawidenta. Mereka membawa jamuan matang dan bahan mentah untuk diserahkan kepada Ki Mangkuyuda dan Ki Jayanagara.

Para prajurit mancanegara kemudian berdatangan dan bermarkasi di Lodareh. Mereka datang di waktu malam karena takut kepada musuh.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/07/30/babad-prayud-8-rangga-baledawa-lolos-wiratmeja-lagi-lagi-gagal-ditangkap/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...