Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Babad Prayud (9): Pasukan Wiratmeja dan Pasukan Gabungan bertempur di Madiun

Alkisah, pasukan Rangga Prawiradirja telah sampai di Waringinkuncung, sebelah barat kota Madiun. Para bupati mancanegara malam-malam mengirim jamuan. Rakyat kecil sudah banyak yang bergabung kembali. Barisan kedua kerajaan sudah bersiap. Pasukan Surakarta di sebelah selatan Madiun. Pasukan Yogya berada di Waringinkuncung. Sudah sepakat akan maju bersamaan. Barangsiapa ada yang terdesak akan saling menolong.

Dari barisan Yogya panglima mengirim prajurit sandi ke kubu musuh untuk mendengarkan percakapan pihak musuh. Demikian pula dari kubu Surakarta. Tumenggung Mangkuyuda sudah mendapat informasi dari dua prajurit sandi yang dikirim ke kubu musuh.

Kata prajurit sandi Ki Mangkuyuda, “Benar mereka sudah tahu akan diserang. Rencana mereka akan membagi  prajurit menjadi tiga bagian. Yang akan dibawa maju ke medan perang hanya satu bagian sejumlah seribu pasukan berkuda. Mereka menyebutnya sudah satu cop dalam perilaku.”

Kedua prajurit sandi ditanya apa artinya satu cop, jawabnya, “Satu cop artinya satu darah, ibarat satu daging, satu otot, satu tulang dan sumsum. Mereka sudah diajarkan kesaktian tingkat tinggi. Kudanya bisa menyeberang sungai tanpa basah, seolah melewati daratan. Maka, besok mereka maju perang tanpa tombak, karena mereka cukup memakai keris.”

Para prajurit di kubu Surakarta seketika ciut nyali mendengar penuturan kedua prajurit sandi. Namun Tumenggung Jayanagara yang mendengar mukanya seolah berbasuh darah karena marah.

Jayanagara berseru sambil tangannya berserikutan, “Kalau si Guntur tak memakai tombak, aku pun takkan memakai keris menghadapi si Guntur. Aku pakai tangan saja. Saksikan kalau aku ingkar dari perkataanku.”

Jayanagara mendesak untuk segera memulai perang. Para adipati menegur si prajurit sandi yang bicara tak masuk akal. Para prajurit yang mendengar tekad Jayanagara seketika bangkit keberaniannya. Para bupati pun bersumpah takkan meninggalkan medan perang. Bila sampai mereka lari jangan menemui selamat. Kalau sampai berkianat kepada Sang Raja semoga sampai anak keturunannya besok tak sejahtera.

Pada pagi harinya, pasukan Surakarta sudah berkirab. Mereka telah mendahului menggelar barisan di desa Pagelaran. Barisan Yogya juga sudah berangkat dari Waringinkuncung. Masing-masing pasukan sudah mencari tempat yang strategis untuk menghadapi musuh.

Si saat yang sama pasukan Raden Wiratmeja sudah keluar dari kota. Pasukan yang akan menghadapi barisan Surakarta dipimpin Tumenggung Ganduwaur, Tumenggung Bragoda dan Tumenggung Guritwesi, sejumlah tujuh ratus prajurit berkuda. Pasukan yang akan menghadapi barisan Yogya dipimpin Jayeng Wilatikta dengan delapan ratus prajurit berkuda. Pasukan Wiratmeja tiba di Lodareh pukul sembilan. Ki Tumenggung Mangkuyuda sudah bersiap di bagian dada bersama Bratawirya. Tumenggung Jayanagara berada di sayap kiri, dan sayap kanan ditempati para tumenggung mancanegara. Dari jauh musuh sudah tampak bayangannya.

Jayanagara berseru, “Prajurit siapa kemarin yang disuruh menjadi prajurit sandi? Itu musuh masih pakai tombak, mengapa prajurit sandi katakan mereka akan maju tanpa tombak? Nah, hadapilah si Magak tombakku!”

Jayanagara segera meraih tombaknya dan memacu kudanya tanpa menoleh lagi. Prajuritnya kalang kabut menyusul. Dari pihak musuh mereka hanya tertegun melihat Jayanagara maju seorang diri tanpa pengawal. Jayanagara menerjang dengan rambut terurai. Pasukan musuh menghindar menepi.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/10/21/babad-prayud-9-pasukan-wiratmeja-dan-pasukan-gabungan-bertempur-di-madiun/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...