Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Kalatidha (12): Mati Sajroning Urip

 Bait ke-12, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:

Sageda sabar santosa,

mati sajroning ngaurip.

Kalis ing reh aruraha,

murka angkara sumingkir.

Tarlen meleng malat sih,

Sanityaseng tyas mematuh.

Badharing sapudhendha,

antuk mayar sawetawis.

BoRONG angGA saWARga meSI marTAya.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Semoga bisa sabar dan kuat,

dalam menjalani mati sajroning urip (mati dalam hidup).

Terhindar dari dari segala kerepotan,

sifat tamak dan amarah menyingkir.

Tak lain hanya memusatkan diri untuk mencari karunia (Ilahi),

senantiasa menjaga hati agar tetap patuh.

Hilangnya kutukan,

dan mendapat kemudahan seperlunya.

Serahkan diri sekeluarga untuk agar tercapai sejahtera.


 Kajian per kata:

Sageda (semoga bisa) sabar (sabar) santosa (kuat), mati (mati) sajroning (dalam) ngaurip (hidup). Semoga bisa sabar dan kuat, dalam menjalani mati sajroning urip (mati dalam hidup).

Mati sajroning urip adalah falsafat Jawa yang berarti natinya kehendak atau kepentingan diri, berganti menjadi kehendak Ilahi semata-mata. Ini adalah pencapaian yang sangat seulit bagi kebanyakan orang, mesti berlatih mengendalikan nafsu dn keinginan dengan cara bertapa dan menyepi. Untuk lebih jelasnya soal ini silahkan mengikuti kajian serat Wedatama yang sudah tuntas dimuat dalam blog ini.

Kalis (terhindar) ing (dari) reh (segala) aruraha (kerepotan), murka (tamak) angkara (amarah) sumingkir (menghindar).  Terhindar dari dari segala kerepotan, sifat tamak dan amarah menyingkir.

Karena sudah mati dalam hidup, maka segala ambisi dan keinginan, yang merupakan biaang dari segala kerepotan menjadi hilang. Terhindar dari nafsu tamak dan amarah.  Dua yang terakhir ini menyingkir karena sudah tidak kita butuhkan lagi.

Tarlen (tak lain) meleng (konsentrasi, fokus) malat (mencari) sih (sayang, karunia), sanityaseng (senantiasa) tyas (hati) mematuh (patuh). Tak lain hanya memusatkan diri untuk mencari karunia (Ilahi), senantiasa menjaga hati agar tetap patuh.

Hidupnya sekarang hanya untuk mencari kasih sayang Ilahi, segala tindak-tanduk fokus menuju karuniaNya. Senantiasa menjaga hati agar tetap dalam keadaan patuh dan tunduk.

Badharing (hilangnya) sapudhendha (hukuman, kutukan), antuk (mendapat) mayar (kemudahan) sawetawis (seperlunya). Hilangnya kutukan, dan mendapat kemudahan seperlunya.

Jika kita sudah ikhlas dalam menjalani kehidupan sebagai hamba Allah, maka hilanglah kutukan dalam diri kita, hilanglah segala bala’ dan hukuman. Segala kesulitan menjadi ujian yang mendatangkan pahala, menjadi peringatan agar kita hati-hati dan tetap fokus.

Bahwa seseorang yang sudah membaktikan diri untuk mendekati Tuhan maka Dia  akan memberi jalan kemudahan, tetapi tetaplah petunjuk yang diberikan dalam batas sewajarnya. Kedekatan dengan Tuhan tidak lantas membuat kita menjadi istimewa dalam tatanan hukum alam. Mentang-mentang dekat dengan Tuhan lantas kita dimanja, tidak demikian. Karena sesungguhnya dunia dan seisinya diciptakan agar menjadi alat belajar tentangNya. Maka setiap proses mesti dilalui dengan sewajarnya.

BoRONG (serahkan) angGA (diri) saWARga (sekeluarga) meSI (memuat, berisi) marTAya (sejahtera). Serahkan diri sekeluarga untuk agar tercapai sejahtera.

Pasrah atas semua yang akan terjadi, menyerahkan diri agar kehidupan menjadi sejahtera, terhindar kerepotan yang tak perlu, hati menjadi tenang karena kepatuhan kepada Sang Pencipta.

Gatra terakhir ini juga memuat sandi asma, yakni nama yang disembunyikan. Perhatikan suku kata yang berhuruf besar jika dikumpulkan akan membentuk nama: RONGGAWARSITA.

Sekian kajian serat Kalatidha. Semoga memberi manfaat kepada para pembaca yang berkenan mampir ke blog ini. Saya doakan Anda semua panjang umur, murah rejeki dan berhati tenang di akhir kehidupan, sebagaimana yang telah dicapai oleh sang pujangga Ki Ranggawarsita rahimahullah.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/10/06/kajian-kalatidha-12-mati-sajroning-urip/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...