Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Sajarah Jati (1): Radèn Sahid Putra Adipati Tuban

Sejarah para waliyullah di tanah Jawa yang mengajarkan ilmu sejati tentang hidup dan mati. Semula digubah oleh Raden Sasrawijaya di Yogyakarta pada akhir abad 19. Kemudian ditulis kembali oleh seorang siswanya yang mempuni dalam satra setelah perang dunia I.

Lalu di abad 21 disadur secara bebas oleh B. K. Al Marie, orang bodoh yang belajar sastra klasik.

***

Alkisah, putra Adipati Tuban yang bernama Raden Sahid selalu dekat dengan perbuatan jahat. Melanggar tatakrama kehidupan, hatinya selalu ingin mengumbar hawa nafsu dan mengobarkan perbuatan keji. Karena mengandeng Ijajil laknat sehingga jiwanya rakus terhadap segala keburukan. Sering berkumpul dengan pelaku perbuatan yang bukan-bukan, judi, adu jago, main dadu dan menata kartu. Jika kalah berganti pakaian menyamar sebagai orang kebanyakan dan merampok, mencuri serta membegal.

Watak Raden Sahid juga pongah tak tahu budi, selalu curang dan menyimpang. Kegemarannya madat dan minum opium telah menuntunnya ke jalan Iblis. Sudah masyhur watak Raden Sahip yang tidak berbudi dan selalu merugikan orang lain.

Sayang ayah tak putus mencari cara agar sang putra kembali ke jalan yang benar. Namun tak kunjung mendapat jalan. Akhirnya hanya bisa pasrah menerima nasib yang diberikan Tuhan.

Ada seorang wali di Benang yang mendengar kabar kenakalan Raden Sahid. Kangjeng Sunan Benang tak ragu lagi bahwa Raden Sahid adalah calon kekasih Allah yang masih tersembunyi. Kelak jika tiba masanya akan keluar sebagai manusia yang melebihi sesama.

Pada suatu hari Sunan Benang berkata kepada para santri, “Ketahuilah, di Tuban ada seorang yang suka berbuat jahat. Raden Sahid namanya. Sesungguhnya dia calon waliyullah. Sekarang mari kita goda dia agar berhenti melakukan perbuatan jahat dan mamu memeluk agama para wali.”

Kangjeng Sunan Benang lalu memakai pakaian serba emas. Tongkat dihias dengan manik-manik dan dilapis emas, tampak indah gemerlap. Sunan Benang bersama para santri kemudian menuju Tuban, sengaja melawati tempat Raden Sahid mangkal.

Pada waktu itu Raden Sahid baru saja kalah sabung ayam. Dia ingin merampok untuk modal kembali berjudi. Ketika melihat Kangjeng Sunan berjalan diringi para siswanya, Raden Sahid segera mencegatnya.

Raden Sahid berkata, “Hai Paman yang sedang berjalan, berhentilah. Aku akan minta perlengkapanmu kang berhias permata dan emas itu. Jika engkau tak memberikan, aku akan memaksamu. Seberapa kuat engkau mampu melawanku, aku tidak takut.”

Kangjeng Sunan berkata, “Loh, anakku si Sahid, apakah engkau tidak tahu isi Al Qur’an? Mengapa engkau sampai kalap hendak membunuh orang hanya untuk merebut hartanya? Barang-barangku yang dari permata dan emas ini seberapa nilainya sampai engkau akan memaksaku? Masih banyak anugerah Tuhan yang tersebar di dunia. Nah, anakku, coba perhatikan buah pohon aren itu. Pasti akan menjadi permata. Ambillah untuk biaya hidupmu, jika engkau sungguh memerlukan.”

Raden Sahid menyogok beberapa butir buah aren. Ketika berjatuhan seketika menjadi permata. Kaget Raden Sahid, sampai terbengong. Ketika sadar Raden Sahid menjatuhkan dirinya di kakai Sunan Benang. Menghiba-hiba Raden Sahid meminta tobat dan akan menurut segala perintah sang sunan. Sunan Benang kembali melanjutkan perjalanan. Raden Sahid terus mengikuti.

Kangjeng Sunan berkata pelan, “Apa maumu terus mengikutiku? Di dunia ini tidak kurang harta, cukup untukmu jika engkau hanya ingin menjadi orang kaya.”

Raden Sahid berkata, “Saya ingin seperti paduka. Semua yang diinginkan tercapai. Saya ingin menjalani laku yang paduka tempuh dan menurut semua petunjuk paduka.”

Kangjeng Sunan berkata, “Anakku, ketahuilah, aku akan ke Mekkah. Jika engkau mengikutiku, sungguh belum sah engkau melakukan itu. Bila engkau setuju, aku akan menguburmu dulu di tengah hutan. Seratus hari engkau jalani. Jangan bangun dari lubang yang engkau tempati, jika aku belum tiba.”

Walau menjadi ular bercampur tanah, Raden Sahid menyatakan sanggup. Tekadnya sudah bulat untuk bertobat. Kangjeng Sunan segera memerintahkan para santri untuk menggali lubang. Setelah lubang selesai Raden Sahid disuruh masuk ke dalamnya. Di dalam lubang itu Raden Sahid berbaring. Kangjeng Sunan lalu menyuruh para santri untuk menimbun lubang tersebut. Setelah selesai Kangjeng Sunan melanjutkan perjalanan ke Mekkah. Sampai Mekkah pada hari Jum’at. Setelah mengikuti shalat Jum’at Kangjeng Sunan kembali ke tanah Jawa. Kangjeng Sunan kembali berkeliling tanah Jawa untuk mengajarkan agama.

(Bersambung ke Dewi Rasawulan putri Tuban)


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/10/02/sajarah-jati-1-raden-sahid-putra-adipati-tuban/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...