Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Kalatidha (8): Muhung Mahas Ing Asepi

 Bait ke-8, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:

Semono iku bebasan,

Padu-padune kepengin,

Enggih mekaten man Doblang,

Bener ingkang angarani,

Nanging sajroning batin,

Sejatine nyamut-nyamut,

Wis tuwa arep apa,

Muhung mahas ing asepi,

Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma.


Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yang demikian itu seperti orang,

yang sangat kepengin (jabatan).

Bukankah begitu Paman Doblang?

Benar yang mengatakan demikian,

tetapi dalam hati,

sebenarnya keinginan itu belum seberapa.

Sudah tua akan berbuat apa.

Lebih baik hanya fokus dalam kesepian,

agar mendapat ampunan Yang Maha Suci.


Kajian per kata:

Semono (Yang demikian) iku (itu) bebasan (seperti), padu–padune (orang yang sangat) kepengin (kepengin). Enggih mekoten man Doblang (bukan begitu Paman Doblang?). Yang demikian itu seperti orang yang sangat kepengin (jabatan). Bukankah begitu Paman Doblang?

Maksud dari kalimat retoris ini adalah orang yang begitu susah ketika tak jadi diangkat sebagai pejabat (seperti yang dibahas bait sebelumnya) kok berkesan seperti orang yang sangat menginkan jabatan itu. Bukankah begitu Paman Doblang?

Paman Doblang disini bisa sembarang orang, seperti pada kata fulan dalam bahasa arab.

Bener (benar) ingkang(yang) angarani (mengatakan demikian), nanging (tetapi) sajroning (dalam) batin (batin, hati), sejatine (sebenarnya) nyamut–nyamut (belum seberapa). Benar yang mengatakan demikian, tetapi dalam hati, sebenarnya keinginan itu belum seberapa.

Bahwa memang benar demikian, sang pujangga memang mengharapkan itu. Tetapi jika direnungkan dalam batin, sebenarnya keinginannya tak begitu sangat. Tak seberapa keinginannya.

Nyamut-nyamut atau klamut-klamut sering dipakai untuk menyebut hasil dari sesuatu yang tak seberapa. Misalnya buah kelapa muda yang baru muncul buahnya atau degan, kalau belum tua masih tipis sekali buahnya, ini disebut klamut-klamut.

Wis (sudah) tuwa (tua) arep (akan) apa (apa), muhung (lebih baik hanya) mahas (fokus) ing (dalam) asepi (kesunyian), supayantuk (agar mendapat) pangaksamaning (ampunan) Hyang (Yang) Suksma (Maha Suci). Sudah tua akan berbuat apa. Lebih baik hanya fokus dalam kesepian, agar mendapat ampunan Yang Maha Suci.

Sudah tua apa lagi yang mau dicapai. Mestinya disediakan waktu untuk beribadah. Tidak terus-menerus mengejar dunia. Cukuplah sekian porsinya untuk kehidupan dunia yang penuh intrik dan gejolak ini. Sudah saatnya memperbanyak muhasabah, menyendiri di tempat sepi (mahas ing asepi) mencari pengampunan kepada Allah Yang Maha Suci. Sambil di sela-sela waktu luang mengarang kitab untuk anak-anak muda di kemudian hari, agar menjadi pelajaran bagi mereka.

Kira-kira begitulah sikap batin Ki Ranggawarsita yang setelah merenung mampu mencapai ketenangan hidup. Tidak lagi galau oleh godaan keinginan menjadi pemuka yang sebelumnya sangat beliau inginkan.

Jika kita belajar sejarah seputar kerajaan Mataram, Surakarta dan Yogyakarta, mengabdi kepada raja memanhg menjadi cita-cita besar  setiap orang. Apalagi bagi seorang abdi dalem yang sudah sejak muda membaktikan hidupnya untuk raja. Keridhaan raja yang dalam hal ini diwujudkan dengan kenaikan pangkat adalah sesuatu yang diidam-idamkan.

Dr. Kuntowijaya dalam buku Raja, Priyayi dan Kawula, menyebut bahwa pejah ing sahandhap sampeyan dalem (mati di bawah kaki paduka raja) adalah obsesi setiap priyayi pada saat itu.  Namun Ki Ranggawarsita mampu menyelesaikan konflik internal yang bergemuruh di dalam dada, dan mendapat pemecahan yang menenteramkan.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/10/05/kajian-kalatidha-8-muhung-mahas-ing-asepi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...