Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Kajian Wedatama (96): Ngenaki Tyasing Liyan

 Bait ke-96, Pupuh Kinanthi, Serat Wedatama karya KGPAA Sri Mangkunegara IV:

Tur kang nyulayani iku,

wus wruh yen kawruhe nempil.

Nanging laire angalah,

Katingala angemori,

mung ngenaki tyasing liyan.

Aywa esak aywa serik.


 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Dan yang menyelisihi itu,

sudah ketahuan bahwa pengetahuannya hanya sedikit.

Tetapi perlihatkan sikap mengalah,

agar terlihat menyetujui,

hanya agar membuat nyaman hati orang lain.

Jangan mendendam dan jangan sakit hati (terhadap perlakuan mereka).


 Kajian per kata:

Pada bait sebelumnya telah disinggung bahwa bagi seorang berilmu dan berbudi luhur berbaur dalam masyarakat juga mempunyai tantangan tersendiri. Diantara tantangan yang dihadapi adalah orang yang suka menyelisihi. Bait ini menyarankan sebuah sikap untuk menghadapi mereka, para penyelisih itu.

Tur (dan) kang (yang) nyulayani (menyelisihi) iku (itu), wus (sudah) wruh (tahu) yen (kalau) kawruhe (pengetahuannya) nempil (sedikit). Dan yang menyelisihi itu, sudah ketahuan bahwa pengetahuannya hanya sedikit.

Sering terjadi bahwa orang yang ilmunya sedikit justru sering pamer ilmu kepada orang banyak. Suka menyelisihi pendapat orang lain agar terkesan menguasai suatu masalah. Suka meributkan hal-hal kecil yang menjadi sumber perbedaan (khilafiah) dan melupakan hal pokok (ushul). Mereka seringkali reseh dan nyinyir manakala ada hal baik yang dilakukan orang lain, sementara dia sendiri enggan mempelopori. Terhadap orang berwtak demikian itu orang yang berilmu dan berbudi luhur tak perlu kaget atau reaktif, tapi malah harus bersikap ramah dan disambut baik. Atau istilah keren yang sering dipakai sekarang: welcome.

Nanging (tetapi) laire (perlihatkan sikap) angalah (mengalah), katingala (agar terlihat) angemori (menyetujui), mung (hanya) ngenaki (membuat nyaman) tyasing (hati) liyan (orang lain). Tetapi perlihatkan sikap mengalah, agar terlihat menyetujui, hanya agar membuat nyaman hati orang lain.

Yang dimaksud dalam gatra ini adalah bersikap bijak, pertama tidak perlu berbantah adu ilmu, toh juga perdebatan yang demikian tidak akan membuat salah satunya sadar. Yang ada jusru merasa terpojokkan dan menyimpan dendam. Yang kedua beersikap ramah dan angemori, menyetujui atau berbaur mencari kesamaan-kesamaan terlebih dahulu alih-alih meruncingkan perbedaan. Yang ketiga, membuat nyaman hati orang tersebut. Jika sudah demikian keduanya dapat bertukar pikiran dengan hati yang lega karena sudah merasa satu kubu, satu front. Inilah sikap yang perlu dikedepankan oleh orang-orang berilmu yang berbudi luhur.

Aywa (jangan) esak (dendam) aywa (jangan) serik (sakit hati). Jangan mendendam dan jangan sakit hati (terhadap perlakuan mereka).

Jika dapat bersikap seperti di atas akan tercipta kesejukan dalam masyarakat. Kondisi ini akan kondusif untuk melakukan dakwah lebih lanjut. Tetapi memang sikap demikian sungguh sulit dilakukan, kecuali oleh orang-orang yang sudah mencapai derajat tinggi dalam ilmu dan amal, ngelmu lan laku.

Yang sering terjadi adalah sikap dendam dan sakit hati apabila dibantah, dihujat atau ditantang. Yang demikian itu hendaklah dihindari karena medan jihad menyebarkan kebaikan memang sulit, jadi halangannya pun banyak, rintangannya pun bejibun, ujiannya pun sulit.

Oleh karena itu perlu bagi seseorang yang berilmu yang ingin mencapai budi luhur untuk selalu menjaga hati agar selalu penuh prasangka baik, toleran terhadap kekurangan orang lain serta kuatkan hati dan mental. Jangan mudah mendendam, jangan mudah sakit hati.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/09/27/kajian-wedatama-96-ngenaki-tyasing-liyan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...