Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Sajarah Jati (3): Nyai Tarub Mendapat Anak Angkat Bernama Kidang Telangkas

Di sebuah desa bernama Tarub ana seorang janda yang hidupnya sangat menderita. Sang suami telah meninggal dunia ketika sang putra baru berumur dua tahun. Dan setahun kemudian sang putra jua meninggal. Hati Nyai Tarub sangat bersedih. Hari-hari Nyai Tarub selalu diisi dengan bertafakur di kubur anaknya. Nyai Tarub tak makan atau minum karena kesedihannya yang sangat. Berhari-hari Nyai Tarub memohon kepada Tuhan agar mendapat kehidupan yang baik.

Sementara itu, di tengah hutan Maulana Maghrib masih memegang bayi yang baru saja dilahirkan Rasawulan. Karena kedalaman ilmunya sang pertapa mengetahui bahwa di desa Tarub ada seorang janda yang sedang bersedih karena kehilangan anak. Syekh Maulana Maghrib berpikir untuk memberikan si bayi kepada Nyai Tarub agar kesedihannya hilang. Bergegas sang pertapa melesat ke desa Tarub. Pada saat itu Nyai Tarub bersandar setengah tertidur. Tiba-tiba Nyai Ageng dikagetkan datangnya cahaya terang yang melesat ke angkasa. Sirnanya cahaya tampak Maulama Maghrib turun di depannya.

Syekh Maulana berkata pelan, “Hai Nyai, ketahuilah. Ini ada seorang bayi laki-laki anak seorang wanita pilihan. Ibunya meninggal ketika melahirkan. Terimalah sebagai ganti anakmu yang sudah meninggal. Angkatlah sebagai anakmu di dunia sampai akhirat. Barangkali anak ini akan memberi keberuntungan. Kidangtelangkas namanya. Dan ini ada sebuah tombak. Terimalah juga. Kelak tombak ini akan menjadi pusaka para raja. Nama tombak ini Kyai Pleret. Anak ini kelak akan menurunkan para raja di tanah Jawa. Menjalankan pemerintahan secara adil dan menghukum para durjana. Dan juga dapat menjadi perlindungan bagi para penduduk Jawa. Keberuntunganmu sangat besar jika mengasuh anak ini. Ketahuilah, aku Syekh Maulana Maghrib.”

Nyai Tarub sangat bersukacita. Seketika sungkem kepada Syekh Maulana Maghrib karena sangat berterima kasih.

“Duh, sang pertapa. Beribu terima kasih hamba haturkan kepada paduka yang telah memberi anak. Sungguh ini anugerah Tuhan. Hamba mohon restu agar dapat mengauh anak ini hingga mampu memenuhi ramalan paduka.”

Syekh Maulana Maghrib lalu menyerahkan si bayi kepada Nyai Tarub.

“Baiklah Nyai, aku serahkan padamu anak ini. Terserah engkau mengasuhnya,” kata Syekh Maulana Maghrib.

Syekh Maulana Maghrib seketika melesat ke angkasa dan hilang dari pandangan. Si bayi kemudian dibawa pulang. Ari-ari si bayi belum terpisah dari pusarnya. Dan sepanjang jalan si bayi terus memangis. Pagi hari Nyai Tarub sampai di rumahnya. Banyak orang berdatangan melihat Nyai Tarub membawa bayi. Mereka mengatakan Nyai Tarub mendapat anak pemberian dewata. Malaikat yang menyerahkannya kepada Nyai Tarub. Tali pusar si bayi sudah dipotong. Nyai Tarub pun merayakan datangnya sang putra seolah seperti seorang wanita yang baru melahirkan. Banyak tetangga hadir memberi hadiah pakaian dan makanan untuk si bayi. Siang malam orang-orang juga turut menjaga si bayi. Anehnya si bayi tidak mau minum air. Hanya selalu mengulum jari-jari tangannya. Itulah yang membuatnya sehat dan tumbuh. Tombak pusaka Kyai Pleret selalu diletakkan di atas peraduan. Hari bertambah hari, Kidangtelangkas tumbuh menjadi seorang anak yang tampan.

Di Majapahit, permaisuri Sang Raja yang berasal dari Cempa sedang mengandung. Usia kandungannya sudah menjelang masa melahirkan. Ketika tiba saatnya permaisuri Putri Cempa melahirkan seorang putra laki-laki, diberi nama Bondansurati.

Tidak lama berselang, Sang Raja menderita sakit rajasinga. Sangat bersedih Sang Raja karena sakitnya tak kunjung sembuh. Sang Raja kemudian masuk ke tempat pemujaan. Kepada Hyang Otipati Sang Raja meminta kesembuhan. Permohonannya dikabulkan.

Ada suara yang mengiang di telinga, “Hai Sang Raja, kalau engkau ingin sembuh, kawinlah dengan putri dari Banda. Itulah yang akan membuatmu sembuh.”

Sang Raja segera turun dari tempat pemujaan dan menuju ke Sasana Sewaka.

Sang Raja berkata kepada Patih Gajahmada, “Aku minta putri boyongan dari Banda. Aku ingin mengambilnya sebagai istri.”

Patih Gajahmada berkata, “Kebetulan paduka, ada tawanan putri Banda. Masih gadis dan menarik hati.”

Putri Banda sudah dihadapkan kepada Sang Raja. Sudah diangkat sebagai istri di dalam puri. Sang Raja sudah bercampur sekali. Sang putri pun mengandung. Ketika tiba masanya lahir seorang putra lelaki dan diberi nama Bondan Kajawan. Si ibu yang bernama Kusnun meninggal saat melahirkan. Si bayi kemudian diberikan kepada Ki Juru Sawah.

“Anakku ini rawatlah, ambillah sebagai putra sendiri. Jangan tanggung dalam memberi pengajaran.”

(Bersambung)


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/10/31/sajarah-jati-3-nyai-tarub-mendapat-anak-angkat-bernama-kidang-telangkas/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...