Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Sajarah Jati (20): Adipati Bintara Mempersiapkan Pasukan Untuk Menggempur Majapahit

Alkisah, Raden Adipati Natapraja di Bintara berada dalam kebimbangan. Sang ayah Prabu Brawijaya di Majapahit tidak berkenan masuk Islam mengikuti syariat Rasul, Kangjeng Nabi Muhammad Rasulullah.  Adipati Natapraja merasa kerepotan mengajak Sang Raja masuk Islam. Siapa yang sebaiknya melakukan itu. Sebagai putra sudah selayaknya mengajak sang ayah kepada keyakinan yang benar. Namun Sang Raja merasa malu jika berganti keyakinan. Adipati Natapraja berpikir dirinya sudah tidak durhaka bila Sang Raja menolak. Yang dapat dilakukan kini hanya menunggu akhir cerita.

Sementara itu di Demak sedang ada pekerjaan membuat serambi masjid agung. Para santri dan para wli berkumpul. Setelah pekerjaan membuat serambi selesai mereka melakukan musyawarah. Pada kesempatan Sunan Kalijaga mendekati Sunan Benang dan berbisik.

“Paduka, pindahnya kiblat dunia sudah dekat waktunya. Sang Adipati saya lihat agak kendor dalam mengupayakan ini. Masih ada rasa sungkan kepada sang ayah. Meski sudah diramalkan kejadiannya, bila kita tidak melangkah mendekati bisa saja ramalan itu lepas. Sebaiknya Ki Adipati paduka panggil,” kata Sunan Kalijaga.

Sunan Benang sepakat, lalu menunjuk seorang sahabat untuk memanggil Adipati Bintara. Tidak lama kemudian yang dipanggil sudah menghadap.

Sunan Benang berkata, “Hai Nak Adipati Natapraja, sudah hampir tiba waktu pergantian zaman. Ramalah harus didekati. Jangan sampai terlena dan kurang waspada. Hilangkan pikiran yang bukan-bukan. Wajib bagi kita untuk berusaha mencari cara. Ketahuilah, negeri Majapahit sudah tua. Sebaiknya engkau segera mempersiapkan pasukan dan piranti kerajaan. Yakni empat perkara; jaksa, pengulu, patih dan raja. Itulah piranti wajib yang menjadi rukun sebuah kerajaan. Aku lihat engkau masih merasa segan melawan ayahmu Sang Raja. Sudah kehendak Tuhan Yang Maha Suci peralihan kekuasaan ini harus terjadi. Engkau tidak bisa mangkir. Bahwa engkau akan berlawanan dengan ayahmu, itu sudah kemestian sejarah. Ayahmu Sang Raja Majapahit juga sudah tahu bahwa negerinya akan digempur para wali. Sudah berkali-kali dewata memberi pesan kepada ayahmu bahwa Majapahit akan diserang anak raja. Nah, anakku sekarang pulanglah dan persiapkan pasukan.”

Adipati Natapraja menyatakan kesanggupan. Segera pulang ke Bintara dan memberi perintah kepada para punggawa Bintara agar melakukan persiapan.

Adipati Bintara berkata kepada para punggawa, “Aku memutuskan mengangkat Paman Kyai Wanasalam sebagai patih. Dia yang akan mengelola negeri dan menjadi pemuka para punggawa. Adapun sebagai pengulu aku angkat Ki Katib Anom. Ki Iman Semantri aku angkat sebagai jaksa yang akan mengadili dan memutus perkara,”

Raden Adipati lalu membentuk pasukan penjaga keamanan negeri. Beberapa kesatuan prajurit dibentuk. Talangpati berbendera hitam, merah, kuning dan putih. Bendera merah melambangkan keberanian menjaga negeri. Bendera merah juga melambangkan kuatnya budi, tidak menghindar dari tugas. Bendera kuning melambangkan watak prajurit yang suka pada keperwiraan. Wajib bagi prajurit untuk mengutamakan watak perwira sebagai benteng negeri. Bendera putih melambangkan watak prajurit yang ikhlas mati dalam perang. Tumpahnya darah menjadi pupuk yang menyuburkan negeri. Bendera putih juga melambangkan keikhlasan berjuang fi sabilillah. Bahwa orang mati bisa di mana saja, mati dalam perang adalah kematian yang utama. Seperti itulah filosifi dari kesatuan prajurit yang dibentuk Adipati Natapraja. Semua prajurit sudah menyatakan kesiapan menjalankan semua perintah. Pasukan Bintara telah siap tempur. Kyai Patih Wanasalam segera menghadap Raden Adipati Natapraja.

Ki Patih Wanasalam berkata, “Duh Kangjeng Adipati, persiapan prajurit Bintara ini tak urung akan dilaporkan kepada ayah paduka Sang Raja di Majapahit. Bila itu terjadi maka mereka mempunyai waktu untuk bersiap. Maka sebaiknya sebelum mereka bersiap lebih baik kita mendahului. Sebaiknya paduka segera memberi tahu kepada para wali bahwa pasukan Bintara telah siap. Yang kedua, paduka minta sarat sarana kepada para wali agar pasukan kita kuat dan semangat dalam perang.”

Raden Adipati sepakat dengan usulan Patih Wanasalam.

“Jika demikian aku akan berangkat dengan menyamar. Jangan seorang pun tahu kepergianku,” kata Adipati Natapraja.

Sang adipati berganti pakaian seperti orang sudra, lalu berangkat ke Ampeldenta. Singkat cerita Adipati Natapraja sudah sampai di padepokan Sunan Ampel. Pada saat itu Kangjeng Sunan sedang berada di masjid. Raden Adipati mendekati dan sungkem. Kangjeng Sunan terkejut, kemudian mengangguk-angguk dan tersenyum.

Raden Adipati berkata, “Pasukan Bintara sudah siap. Mereka sudah siap tempur menggempur Majapahit. Hamba mohon doa restu paduka, serta minta sarana agar pasukan hamba tangguh dan kuat.”

Kangjeng Sunan Ampel berkata, “Ini sudah waktunya. Aku beri sarana berupa rajah kalimah thayibah. Kalian bakar dan abunya diminum seluruh prajurit. Agar bangkit keberaniannya dan hilang rasa khawatir di hati. Nah, Nak Adipati, segera pulanglah.”

Raden Adipati segera undur diri. Sebelum kembali ke Bintara mampir dulu di Giripura. Sudah bertemu dengan Kangjeng Sunan Giri dan meminta doa restu. Sunan Giri sangat mendukung dan mendoakan. Setelah diizinkan lalu Raden Adipati pergi ke Benang untuk menemui Sunan Benang. Sunan Benang pun sangat mendukung dan mendoakan. Kelak bila sudah tiba waktunya para wali akan berangkat ke Bintara untuk membantu mendoakan pasukan Bintara yang akan berangkat perang.

Raden Adipati Natapraja sudah kembali ke Bintara. Segera memerintahkan Ki Patih Wanasalam untuk bersiap. Pasukan sudah digelar dan dibagi-bagi sesuai kesatuan masing-masing. Ada yang berwahana kuda dan ada yang berjalan darat. Semua perabot perang telah siap. Tinggal menunggu komando untuk berangkat.

https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/11/20/sajarah-jati-20-adipati-bintara-mempersiapkan-pasukan-untuk-menggempur-majapahit/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...