Translate

Jumat, 16 Agustus 2024

Sajarah Jati (24): Pasukan Bintara Kembali ke Medan Perang Dipimpin Sunan Kudus

Setelah menyerahkan pusaka Kyai Macan Guguh, Sunan Kalijaga menemui Sunan Benang. Pada waktu itu Sunan Benang sedang berbincang dengan para wali di serambi masjid. Sunan Kalijaga lalu melaporkan hasil lawatannya ke Majapahit. Semua wali mendoakan agar upaya yang telah dilakukan Sunan Kalijaga mendapat hasil.

Pagi hari, Adipati Natapraja sudah memukul tanda perang. Pasukan Bintara segera berkumpul dengan senjata lengkap. Ada yang membawa panah, senapan, tombak, candrasa, keris, gada dan lembing. Alun-alun Bintara tampak seperti hamparan bunga oleh warna-warni pakaian para prajurit. Banyak dari prajurit santri berpakaian cara Arab dengan memakai jubah dan sorban. Panglima pasukan Bintara adalah Kangjeng Sunan Kudus muda. Dibantu oleh tiga panglima: Kyai Getaspandawa, Kyai Suranata dan Kyai Anggaranu. Mereka memakai jubah dan sorban putih sebagai pertanda siap menyerahkan jiwa raga. Jumlah prajurit Bintara tinggal 2.200 orang. Mereka telah bertekad melakukan perang sabil, jihad fi sabilillah. Mereka tak lagi memikirkan anak istri di rumah. Tekad mereka sudah iklas dan memilih berperang sampai mati.

Sementara itu di markas pasukan Majapahit, Adipati Pecattanda sudah diberi tahu bahwa pasukan Bintara kembali menyerang. Sang Adipati segera memerintahkan untuk menabuh tanda perang. Sejumlah 8.000 prajurit Majapahit telah berbaris menunggu perintah. Adipati Pecattanda naik kuda berkeliling memeriksa barisan. Tampak gagah dan beribawa seperti sang Banaparta. Sungguh sang adipati perwira dan tangguh seperti Klana Jayengmurti.

Adipati Pecattanda memberi isyarat agar pasukan berangkat. Pasukan Majapahit sudah bergerak menghadang pasukan Demak. Kedua kubu sudah saling berhadapan.

Adipati Pecattanda berseru menantang, “Ayo majulah pasukan santri. Kalian seperti anak gembala yang tuna budi. Tak urung nasi kendurimu berserakan. Inilah andalan Sang Raja Majapahit. Aku pastikan kalian menemui ajal karena ulahmu yang merusak negeri itu. Kalian belum tahu luasnya jagad. Berani memulai perang tapi tak becus. Awalnya memakai dalih agama, tapi tak mengerti tatanan pemerintahan. Kalian hanya mabuk lafadz Qur’an dan Hadits sampai berani melawan rajamu. Apa bedanya para dewata dan Allah Tuhanmu sehingga kalian berganti agama? Ayo, lawanlah Arya Pecattanda. Jangankan engkau anak kecil putra Kudus, ayahmu saja menemui ajal.”

Ketika para santri mendengar Adipati Terung mencela mereka, seketika bangkit keberaniannya. Pasukan kaum santri mengamuk dan menerjang pasukan Majapahit. Mereka telah satu tekad untuk mati. Sambil menerjang musuh mereka tak henti melafadzkan kalimat la illaha ilallah. Pasukan Majapahit kerepotan menahan serangan kaum santri yang bergelombang. Tembakan peluru meriam sudah tak menjangkau karena kaum santri telah merangsek ke depan. Peluru jatuh di belakang musuh. Pasukan Majapahit terdesak oleh amukan kaum santri.

Adipati Terung waspada. Segera memberi perintah agar pasukan Majapahit mundur perlahan. Namun para perwira salah mengerti. Mereka mengira disuruh lari dari medan perang. Seketika meriam dan kalantaka mereka tinggalkan begitu saja. Para prajurit Majapahit yang melihat pasukan garis depan mundur sambil berlari menjadi ikut-ikutan lari. Dalam waktu singkat barisan Majapahit sudah tak dapat dikendalikan.

Adipati Terung ditinggalkan para prajuritnya. Sendirian di depan Adipati Terung mencambuk kudanya mengejar pasukannya yang lari. Adipati Terung memanggil mereka agar kembali maju. Namun tak satu pun prajurit Majapahit yang menggubrisnya. Banyak dari mereka lari mengungsi ke hutan-hutan.

Para prajurit santri terus mengejar dan tidak memberi kesempatan Adipati Terung menata kembali pasukannya. Pasukan Majapahit yang tersisa tinggal 500 prajurit. Adipati Terung kehilangan pasukan. Sudah tak ada lagi semangat untuk melawan. Azimat yang dipasang Sunan Kalijaga berhasil. Para prajurit Majapahit menjadi kebingungan. Hati mereka ciut dan keberanian mereka sirna.

Pasukan Majapahit terus lari ke timur. Di sepanjang jalan jumlah mereka terus menyusut karena banyak yang melarikan diri ke hutan-hutan. Sementara di kubu pasukan Bintara, jumlah mereka terus bertambah. Orang-orang muslim di setiap tempat yang mereka lewati ikut-ikutan mengejar prajurit Majapahit. Adipati Terung masih termangu-mangu di atas kuda. Dia tidak habis pikir pasukan Majapahit menjadi pengecut dalam waktu sekejap. Sebagian prajurit Majapahit yang lari sudah masuk kota. Mereka mengabarkan kekalahan pasukan Majapahit di medan perang. Seketika kota Majapahit geger.

Sementara itu pasukan Bintara sudah mendekati kota Majapahit. Panglima Sunan Kudus memerintahkan agar pasukan Bintara mengepung kota.

“Kanda Getaspandawa mari kita kepung kota Majapahit. Anda berbarislah di barat kota. Di timur kota saya sendiri yang akan menjaga. Sebelah selatan dijaga Ki Suranata. Dan, di utara Ki Anggaranu yang menjaga. Bila ada prajurit Majapahit keluar, penggallah leher mereka. Namun bila dia mengucap kalimat syahadat, biarkan dia hidup.”

Ketiga pembesar pasukan Bintara menyatakan kesiapan. Pasukan Bintara bergerak sesuai perintah panglima Sunan Kudus. Kota Majapahit telah dikepung rapat dari empat penjuru.

Sementara itu, Adipati Terung sudah menemui Ki Patih Wahan. Sudah diceritakan dari awal sampai akhir jalannya perang di Demak. Ki Patih sangat heran atas semua yang terjadi.

Ki Patih berkata, “Aku akan laporkan kepada Sang Raja, Nak.”

Ki Patih masuk ke dalam puri bersama Arya Pecattanda. Sesampai di pendapa mereka memberi tahu penjaga. Namun mereka mendapat jawaban bahwa Sang Raja sedang semedi sehingga tak dapat diganggu. Ki Patih dan Arya Pecattanda lalu kembali ke Pagelaran. Bersama para punggawa yang ada mereka berembug mencari cara untuk memundurkan pasukan Bintara. Namun mereka tak kunjung mendapat cara karena hati para punggawa sudah dipenuhi rasa takut.

Pangeran Adipati Bondansurati keluar dari puri untuk memeriksa keadaan.

Pangeran menemui Patih Wahan dan bertanya, “Pasukan dari Bintara sangat banyak dan mengepung kota. Bagaimana saranmu Ki Patih?”

Ki Patih berkata, “Duh Tuan Pangeran, saya putuskan besok saya sendiri yang akan menghadapi mereka. Paduka jangan keluar dari puri kalau saya masih hidup.”

Pangeran Adipati Bondansurati lalu kembali ke puri. Suasana di kedaton Majapahit sangat mencekam.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/11/21/sajarah-jati-24-pasukan-bintara-kembali-ke-medan-perang-dipimpin-sunan-kudus/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...