Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (14): Kerajaan Majapait Sirna, kasultanan Demak berdiri

 Sang Prabu Brawijaya sedang bertahta di hari pisowanan. Para putra dan punggawa lengkap menghadap.

Berkata Prabu Brawijaya kepada Adipati Terung, “Bagaimana kabar kakakmu. Mengapa sampai lama tidak menghadap ke kota Majapahit. Sudah tiga tahun ini tidak menghadap. Mengapa ingkar janji kepadaku. Dahulu sudah sanggup menghadap setiap tahun. Apakah sekarang sudah lupa atau karena sekarang sudah hidup mulia sehingga abai kepadaku. Tak peduli lagi kepada orang tuanya? Apakah sekarang sedang mabuk kekuasaan sehingga tak membalas segala kasihku kepadanya? Sekarang aku utus engkau menemui kakakmu. Engkau sendiri yang harus berangkat.”

Adipati Terung menyembah dan lengser dari hadapan Sang Raja. Setelah keluar istana segera berangkat ke Bintara. Tidak diceritakan perjalanan Adipati Terung, singkat cerita sang adipati sudah sampai di Bintara dan bertemu dengan sang kakak.

Berkata Adipati Terung, “Kanda, aku diutus ayahanda menemui kakanda untuk menanyakan mengapa kanda tidak pernah datang menghadap ke Majapahit. Ramanda Sang Raja sangat mengharap kedatangan kakanda di Majapahit. Banyak putra Sang Raja, tetapi tak ada yang dikasihi seperti kakanda. Sungguh besar kasih sayang Sang Raja kepada kakanda sehingga siang malam sangat merindukan kedatangan kakanda.”

Adipati Bintara berkata, “Terserah kepada Sang Raja. Pasti sudah faham apa yang terjadi. Apa yang saya pikirkan pastilah sudah diketahuinya. Awal mula saya membangun kota Bintara juga atas perkenan ayahanda Sang Prabu Brawijaya. Rasa kasihnya kepadaku sangat besar sehingga aku diberi sepuluh ribu prajurit. Sekarang Bintara sudah menjadi negara. Itu juga atas izin ayah Prabu Brawijaya. Aku hanya sekedar melaksanakan perintah. Juga karena sudah diramalkan di Bintara akan berdiri negeri orang Islam. Raja Majapahit raja kafir tetapi mengasihi orang Islam dan bertindak adil serta murah hati.

Adapun sebab saya tak menghadap karena dilarang syari’at, bagiku yang seorang muslim dilarang tunduk kepada raja kafir. Sebaliknya malah boleh bila hendak menyerang. Kalau nanti mati ketika perang sabil akan mendapat pahala. Maka aku takut kepada Allah kalau menghadap ke Majapahit karena raja Majapahit masih kafir.”

Adipati Terung berkata, “Kanda, Anda berkilah bertabir langit. Sudah pasti tertebak apa yang menjadi pikiran Kanda. Kalau memang hendak melawan raja terserahlah. Akan tetapi saya ini mendapat tugas untuk membawa Kakanda. Bila sampai tidak berhasil pasti dikira saya membantu Kanda. Saran saya jangan tanggung Kanda melangkah. Kalau memang sudah berniat tidak patuh sebaiknya Majapahit diserang sekalian. Nanti saya akan membantu. Di Majapahit tidak ada lagi punggawa yang mempunyai banyak pasukan selain kita. Itulah saran saya Kanda.”

Sang kakak berkata, “Duh Dinda. Terima kasih masih ingat dengan saudaramu ini dan mau membantu di masa sulit.”

Tak diceritakan rinciannya, Raden Kasan segera mengundang negeri-negeri Islam untuk bergabung ke Demak. Semua menyambut dengan membawa pasukan bersenjata yang jumlahnya tak terhitung. Semua bersiap hendak menyerang Majapahit. Mereka telah bertekad melakukan perang sabil dan tidak akan mundur. Arya Teja dari Tuban sudah mengirim pasukan ke Bintara lengkap. Juga dari pondok Sunan Ampel, dari pondok Sunan Giri. Dari Madura para bupati yang muslim sudah mengirim pasukan, yakni Arya Baribin. Juga Adipati Surabaya sudah datang bersama pasukannya.

Kangjeng Susuhunan Ampeldenta juga sudah datang ke Bintara bersama Sunan Giri. Juga sudah datang raja pendeta dari Gresik, yakni saudara Sunan Ampeldenta. Semua wali sudah lengkap dan sepakat dengan para pemimpin muslim untuk menyerang Majapahit. Setelah bersiap mereka segera berangkat menuju kotaraja. Kota Majapahit segera dikepung pasukan muslim. Seisi kota geger oleh datangnya pasukan muslim yang bergelombang seperti ombak samudera. Majapahit sudah dalam keadaan lemah dan hampir pasti takkan mampu melawan. Banyak prajurit Majapahit yang kemudian berbalik memihak ke pasukan muslim. Adipati Bintara dan sang adik Adipati Terung masuk melalu gerbang utara. Pasukan Majapahit yang berada di dalam kota merasa ciut hatinya.

Sementara itu Prabu Brawijaya di keraton sudah mengetahui kedatangan sang putra.

Berkata Prabu Brawijaya, “Syukurlah anakku Adipati Bintara telah datang. Ayo Patih segera kita sambut.”

Prabu Brawijaya dan para pembesar Majapahit naik ke pelataran yang tinggi. Dari tempat itu Sang Prabu melihat sang putra Adipati Bintara. Sejenak kemudian Sang Prabu muksa beserta raganya naik ke langit. Patih dan para pembesar lainnya tidak ketinggalan. Sudah kosong isi istana. Tak lama kemudian terdengar suara menggelegar hebat. Lalu ada cahaya bersinar dari dalam keraton. Cahaya tampak melesat ke angkasa dan jatuh di Bintara. Bersamaan jatuhnya cahaya terdengar suara menggelegar. Semua orang Bintara merasa ciut hatinya.

Adipati Bintara kemudian masuk ke istana. Di dalam istana telah sepi karena penghuninya ikut muksa bersama Sang Raja. Ki Adipati tertegun dan meneteskan airmata, teringat akan kebaikan sang ayahanda Prabu Brawijaya. Setelah istana Majapahit dikuasai para pembesar muslim kembali ke Bintara. Adipati Bintara kemudian berunding bersama para wali mukminin semuanya.

Berkata Sunan Ampeldenta, “Cucuku Adipati, sekarang waktunya engkau berdiri sebagai raja di tanah Jawa. Karena engkau yang punya waris sebagai raja. Berdirilah di kota Demak, itulah tempat yang baik.”

Berkata pelan Sunan Giri, “Kalau berkenan, sebaiknya berdirinya cucu paduka jangan meneruskan negeri Majapahit. Karena raja Majapahit masih kafir. Bila diizinkan hamba akan menjadi raja selama empat puluh hari sebagai perintis, lalu setelahnya kekuasaan akan hamba serahkan kepada Adipati Bintara.”

Para pembesar muslim yang hadir setuju dengan usulan Sunan Giri. Kangjeng Sunan Giri lalu ditetapkan sebagai raja dengan gelar Susuhunan Ratu ing Giri. Kekuasaannya meliputi seluruh tanah Jawa. Setelah empat puluh hari kembali diadakan pertemuan para wali dan para pemimpin muslim.

Susuhunan Ampeldenta berkata, “Nah, sekarang Anakku Sunan Giri, segera angkatlah anakmu Ki Adipati sebagai raja.”

Sunan Giri lalu berkata kepada Adipati Bintara, “Hai Adipati Bintara, sekarang terimalah kekuasaan atas tanah Jawa. Gantikan aku sebagai raja. Mulailah membangun kerajaan Islam. Pakailah nama Senapati Jimbun Abdurahman Panembahan Palembang Sayidin Panatagama.  Terapkanlah syari’at Nabi Muhammad. Berkotalah di Demak.”

Berdirinya kerajaan Demak dengan demikian tidaklah meneruskan kerajaan Majapahit, akan tetapi mendirikan kerajaan baru. Setelah pengangkatan raja, para punggawa kemudian ditunjuk. Ada seorang pengikut Adipati Bintara dari tanah seberang yang bernama Ki Wanalapa. Anak Ki Wanalapa kemudian diangkat sebagai patih dengan nama Patih Mangkurat. Patih Mangkurat ditugaskan membawahi para adipati muslim. Selanjutnya negeri Demak berkembang pesat sebagai negeri muslim menggantikan tatanan lama. Semua kawula di tanah Jawa tunduk dan patuh. Namun ada banyak para ajar atau guru-guru yang tidak mau tunduk. Mereka kemudian menyingkir ke gunung-gunung. Adapun para penduduk di pedesaan semua telah tunduk dan patuh kepada raja baru mereka yang muslim.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/06/14/babad-tanah-jawi-14-kerajaan-majapait-sirna-kasultanan-demak-berdiri/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...