Translate

Selasa, 24 September 2024

Babad Tanah Jawi (3): Sejarah para raja di tanah Jawa sejak diangkatnya Wisnu lan Brama sampai pada negara Pajajaran

 Sang Hyang Narada berkata kepada Hyang Guru, “Dinda Guru, anak paduka Ki Wisnu sudah melaksanakan tugas berperang. Kalau berkenan paduka segera mengangkatnya kembali menjadi raja di alam dunia bersama istri dan anaknya. Kalau alam dunia ditanami anak-cucu paduka kelak, sungguh akan menjadi sejahtera.”

Hyang Guru berkata, “Benar Kanda. Kalau begitu Kanda segera turun ke dunia untuk mengangkat Wisnu kembali menjadi raja di dunia. Akan tetapi jangan menjadi raja manusia, jadilah raja para makhluk halus. Dirikan keraton di delapan tempat. Yang pertama di gunung Merapi, kedua di Pamantingan, ketiga di Kabarehan, keempat di Lodhaya, kelima di Kuwubeledhug, keenam di Saptawaringin, ketujuh di Kayulandheyan dan kedelapan di Roban. Kedelapan tempat itu akan menjadi istana bagi anak cucu Wisnu kelak. Pesanku, besok sepeninggalku anak cucuk semua yang menjadi raja bagi makhluk halus harus patuh kepada raja manusia. Segala perbuatannya hendaklah dituruti, jangan diingkari.

Dan satu lagi, anakku Bathara Brama turunlah juga menjadi raja di keraton Gilingwesi menggantikan Prabu Watugunung. Sekarang tunjukkan kepada para putraku agar menempati kerajaannya.”

Hyang Narada segera melaksanakan perintah menempatkan para putra Hyang Guru. Wisnu menjadi raja bagi makhluk halus dan Brama menjadi raja manusia.

Alkisah, Hyang Brama yang menjadi raja di Gilingwesi sudah mempunyai putra seorang perempuan, bernama Ni Bramani. Ni Bramani berputra Tritrustha. Tritrustha berputra Parikenan. Parikenan berputra Manumanasa. Manumanasa berputra Sakutrem. Sakutrem berputra Sakri atau dikenal dengan nama Sang Hyang Sakri yang kemudian berputra Palasara. Palasara berputra Abiyasa. Abiyasa lalu berputra Pandudewanata di negeri Astina.

Iklan

Salah satu putra Pandudewanata bernama Arjuna. Arjuna berputra Abimanyu, yang gugur di medan laga Baratayuda. Ketika gugur Abimanyu meninggalkan istri yang sedang hamil tua. Anak itu kemudian lahir dan diberi nama Parikesit. Parikesit kemudian menjadi raja di Astina. Parikesit mempunyai putra bernama Yudayana. Prabu Yudayana berputra Gendrayana. Prabu Gendrayana berputra Jayabaya.

Prabu Jayabaya berputra Jayaamijaya. Prabu Jayaamijaya berputra Jayaamisena. Prabu Jayaamisen berputra Kusumawicitra. Kusumawicitra berputra Citrasoma. Prabu Citrasoma berputra Pancadriya. Pancadriya berputra Anglingdriya. Anglingdriya berputra Sang Raja Suwelacala yang menjadi raja di Purwacarita.

Raja Suwelacala berputra Sri Mahapunggung, seorang raja yang mempunyai patih bernama Jugulmudha. Sri Mahapunggung berputra Kandhihawan, yang menjadi raja dengan patih Kunthara. Patih Kuntara adalah anak dari Patih Jugulmudha.

Prabu Kandhihawan mempunyai lima putra. Yang sulung bernama Ki Panuhun, kegemarannya bertani dan menjadi raja bagi para petani dengan menenmpati keraton di Bagelen. Putra penghulu bernama Sandhanggarba, kegemarannya berdagang dan menjadi raja saudagar di Jepara. Putra ketiga bernama Karungkala, kegemarannya berburu di hutan dan menjadi raja bagi para pemburu di Prambanan. Karungkala juga dikenal dengan nama Prabu Baka. Putra keempat bernama Tunggulametung, kegemarannya menderes kelapa, dan menjadi raja bagi para pekerja. Putra bungsu bernama Resi Gathayu, menjadi raja di Kahuripan menggantikan sang ayah. Setelah Gathayu menjadi raja di Kahuripan, semua saudaranya yang empat itu mengirim upeti ke Resi Gathayu.

Resi Gathayu mempunyai lima orang putra. Putra sulung seorang perempuan bernama Rara Suciyan atau Kilisuci. Putra pengulu bernama Amiluhur, menjadi raja di Jenggala. Putra ketiga bernama Lembupeteng, menjadi raja di Daha. Putra keempat bernama Lembupangarang, menjadi raja di Gelang-Gelang. Yang bungsu bernama Prigiwangsa, menjadi istri Lembuamijaya, raja Singasari.

Prabu Lembuamiluhur berputra Panji. Panji mempunyai istri bernama Ken Candrakirana, putri sulung dari Daha yang juga dikenal dengan nama Raden Galuh Candrakirana. Dari istrinya itu Raden Panji mempunyai putra bernama Kudalaleyan yang kemudian menjadi raja di Pajajaran.

Prabu Kudalaleyan berputra Raden Banjaransari. Setelah menjadi raja Prabu Banjaransari berputra Raden Mundingsari. Prabu Mundingsari berputra Raden Mundingwangi. Prabu Mundingwangi berputra Raja Pamekas. Raja Pamekas berputra Arya Bangah dan Raden Sesuruh yang diharapkan menggantikan sebagai raja di Pajajaran.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/06/03/3-sejarah-para-raja-di-tanah-jawa-sejak-diangkatnya-wisnu-lan-brama-sampai-pada-negara-pajajaran%ef%bf%bc/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...