Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (235): Resik Saka Nafsu

 Pada (bait) ke-235, Pupuh ke-12, Sinom, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Puniku mapan upama,
tepane badan puniki.
Lamun arsa ngawruhana,
pamore kawula Gusti.
Sayekti kudu resik,
aja katempelan napsu,
luwamah lan amarah.
Sarta suci lahir batin,
dedimene sarira bisa atunggal

 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Itu hanyalah perumpamaan,
penerapannya pada diri kita ini.
Jika ingin mengetahui tentang,
manunggalnya kawula-Gusti.
Benar-benar harus bersih,
jangan dihinggapi nafsu,
aluwamah dan amarah.
Serta suci lahir dan batin,
supaya diri bisa menyatu.


Kajian per kata:

Puniku (itu) mapan (tempatnya, adalah, hanyalah) upama (perumpamaan), tepane (penerapannya) badan (diri) puniki (ini). Itu hanyalah perumpamaan, penerapannya pada diri kita ini.

Setelah dalam bait yang lalu kita ketahui bahwa dalam membuat suwasa jika bahan-bahan penyusunnya tidak berkualitas bagus maka suwasa yang dihasilkan juga tidak bagus maka sekarang perumpamaan ini kita terapkan dalam konsep manunggaling kawula Gusti.

Lamun (kalau) arsa (ingin) ngawruhana (mengetahui), pamore (manunggalnya) kawula Gusti (kawula-Gusti). Jika ingin mengetahui tentang, manunggalnya kawula-Gusti.

Jika ingin mengetahui tentang manunggaling kawula Gusti yang sebenarnya, kita bisa berkaca dari proses pembuatan suwasa tersebut.

Sayekti (benar-benar) kudu (harus) resik (bersih), aja (jangan) katempelan (dihinggapi) napsu (nafsu), luwamah (aluwamah) lan (dan) amarah (amarah). Benar-benar harus bersih, jangan dihinggapi nafsu, aluwamah dan amarah.

Bahwa diri kita harus bersih dahulu sebelum manunggal. Sedangkan Allah Gusti kita adalah Dzat Yang Maha Suci yang terbebas dari noda, maka tuntutan kesucian ada pada diri kita sendiri. Kita harus membersihkan diri dari hawa nafsu, yakni nafsu luwamah dan amarah. Dua nafsu ini telah kita bahas secara panjang lebar dalam kajian serat Wulangreh pada bait-bait ke-51. Untuk menyegarkan ingatan kembali ada baiknya kami kutipkan keterangan dari bait ke-51 tersebut.

Luwamah (kadang disebut juga aluwamah) adalah nafsu yang tak pernah terpuasakan. Kata ini sebenarnya diambil dari kata Arab nafsi lawwamah yang artinya nafsu yang mampu menyesali diri. Dalam budaya Jawa kata ini kemudian berubah menjadi istilah aluwamah, nafsu yang tak pernah terpuaskan. Amarah yang dimaksud dalam gatra ini juga diambil dari kata bahasa Arab nafsal amarah bissu’, nafsu yang menyuruh pada kejahatan.

Kami tak hendak menguraikan menurut pengertian aslinya dalam bahasa Arab atau menurut Al Quran. Karena kata yang dipakai dalam gatra ini adalah kata yang sudah menjadi istilah dalam bahasa Jawa. Dan maksud gatra ini adalah: luwamah adalah nafsu yang tak pernah terpuaskan, amarah adalah nafsu yang cenderung menyuruh kepada perbuatan jahat. Kedua nafsu itulah yang diikuti oleh orang murka.

Sarta (serta) suci (suci) lahir (lahir) batin (batin), dedimene (supaya) sarira (diri) bisa (bisa) atunggal (menyatu). Serta suci lahir dan batin, supaya diri bisa menyatu.

Serta membersihkan diri secara lahir dan batin. Secara batin adalah dengan membebaskan diri dari nafsu duniawi, secara lahir adalah dengan melakukan perbuatan baik dan menjauhi perbuatan munkar. Suci dari batin juga mensyaratkan keikhlasan, yakni terbebas dari kepentingan diri sendiri atau ananiyah, keakuan. Jika sudah membersihkan diri barulah diri ini dapat menyatu dengan Tuhan (Gusti).

Kritik:

Dalam beberapa bait yang lalu telah diuraikan tentang konsep pamoring kawula-Gusti yang diumpamakan dengan proses pembuatan suwasa, yakni campuran antara emas dan tembaga. Walau pengumpamaan ini didasari keinginan untuk menyederhanakan agar mudah dipahami namun terdapat beberapa kelemahan dalam perumpamaa ini.

Pertama, menyatunya hamba dan Tuhan akan membuat sebuah perubahan pada diri hamba, namun tidak pada diri Tuhan, karena Allah adalah Baqa dan terhindar dari perubahan. Jadi perumpamaan ini mengandung kelemahan dari sisi tidak mengambarkan dengan tepat dari sisi Gusti.

Kedua, bahwa dari menyatunya hamba dan Tuhan tidak akan membentuk makhluk baru yang berbeda dari sebelumnya, dalam pengertian manusia tetap akan sebagai manusia seperti sedia kala, hanya sifat-sifatnya yang berubah ke arah lebih baik. Ada pemuliaan namun tidak ada perubahan wujud.

Demikian dua kelemahan yang kami temukan dalam perumpamaan ini, semoga dapat menjadi bahan pertimbangan. Walau bagaimanapun dua kelemahan itu tidak mengurangi nilai didaktik dari bait ini karena seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa yang diinginkan adalah perumpamaan yang mudah dipahami.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/12/kajian-wulangreh-235-resik-saka-nafsu/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...