Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (239): Tapane Nganggo Alingan

 Pada (bait) ke-239, Pupuh ke-12, Sinom, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Tapane nganggo alingan,
pan sami alaku tani,
iku kang kinarya sasap.
Pamrihe aja katawis,
ujub riya lan kibir,
sumungah ingkang siningkur.
Lan endi kang kanggonan,
wahyuning karaton Jawi,
tinempelan anggepipun kumawula.

 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Laku prihatinnya memakai tabir,
semua berlaku sebagai petani,
itu yang dipakai penutup.
Maksudnya agar jangan terlihat,
ujub riya dan takabur,
sikap sombong yang disingkiri.
Dan mana yang mendapatkan,
wayu kerajaan Jawa,
didukung dengan sikap pengabdian.


Kajian per kata:

Tapane (laku prihatinnya) nganggo (memakai) alingan (tabir), pan sami (semua) alaku (berlaku sebagai) tani (petani), iku (itu) kang (yang) kinarya (dipakai) sasap (penutup). Laku prihatinnya memakai tabir, semua berlaku sebagai petani, itu yang dipakai penutup.

Pada bait yang lalu telah diuraikan tentang para pendiri kerajaan Mataram yang bersikap rendah hati dan tidak memperlihatkan ambisi pribadi. Dalam keseharian mereka, laku tirakat mereka juga disertai dengan bekerja layaknya orang lain, bertani dan menggarap sawah. Yang membedakan adalah dalam hati mereka ada cita-cita untuk meraih kejayaan, dan itu diperjuangkan dengan laku tirakat yang berat, hidup prihatin dan senantiasa memohon kepada Tuhan.

Pamrihe (maksudnya agar) aja (jangan) katawis (terlihat), ujub (ujub) riya (riya) lan (dan) kibir (kibir), sumungah (umuk, pamer amalan) ingkang (yang) siningkur (disingkiri). Maksudnya agar jangan terlihat, sifat ujub riya dan takabur, sikap sombong yang disingkiri.

Namun dalam keseharian mereka tetap bertani seperti orang lain, agar tidak terjangkit penyakit ujub, riya dan sombong. Jika dilihat hal itu benar adanya, meski Ki Pemanahan dan kawan-kawan adalah penasihat Raja Pajang mereka tidak pamrih dengan kedudukan sebagai pejabat di kota. Mereka tetap lestari di desa menjadi Ki Ageng, yakni orang yang hanya tekun ibadah tak mempedulikan lagi capaian duniawi. Ternyata itu dilakukan karena mereka menyimpan cita-cita yang besar agar anak cucu mereka meraih kemuliaan yang lebih.

Sumungah dari bahasa Arab sum’ah artinya mengatakan kebaikan atau amalan kepada orang yang tadinya tidak tahu. Ujub (Arab: ‘ujub) adalah mengagumi diri sendiri, dan riya (Arab: riya’) adalah memperlihatkan amalan kepada orang lain.

Lan (dan) endi (mana) kang (yang) kanggonan (yang mendapatkan), wahyuning (wahyu) karaton (kerajaan) Jawi (Jawa), tinempelan (didekati, didukung) anggepipun (dengan sikap, anggapan) kumawula (pengabdian). Dan mana yang mendapatkan, wayu kerajaan Jawa, didukung dengan sikap pengabdian.

Walau berusaha dengan keras dan senatiasa memohon, namun mereka melakukan itu dengan disertai sikap pasrah atas kehendak Allah. Ini terbukti ketika bukan mereka yang mendapat anugrah mereka tidak kecewa dan putus asa. Bahkan ketika anugrah wahyu kerajaan jatuh kepada teman dekat mereka sendiri mereka tidak iri hati, mereka malah mendukung dengan hati bulat. Ini ditunjukkan ketika yang mendapat anugrah adalah Ki Pemanahan dengan naiknya Panembahan Senapati menjadi raja pertama, sesepuh Mataram yang lain, Ki Juru Martani dan Ki Penjawi tidak sakit hati dan berbalik. Mereka bahkan ikut membantu agar Mataram berdiri tegak, contohnya ahli strategi Ki Juru Martanai kemudian menjadi penasihat kerajaan bergelar Adipati Mandaraka. Sedangkan Ki Panjawi kemudian menjadi penguasa di Pati namun tetap berafiliasi sebagai bawahan Mataram.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/12/kajian-wulangreh-239-tapane-nganggo-alingan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...