Pada (bait) ke-230, Pupuh ke-12, Sinom, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.
Terjemahan dalam bahasa Indonesia:
Mring (kepada) leluhur (leluhur) kina–kina (zaman kuna), anggone (dalam hal mereka) amanting (melatih) dhiri (diri), iya (iya) sakuwasanira (sekuasanya saja). Kepada leluhur di zaman kuna, dalam hal mereka melatih diri, dengan sekuasanya saja.
Teladanilah apa yang dilakukan para leluhur di zaman kuna, dalam hal mereka melatih diri dengan laku prihatin yang mereka jalani. Lakukan sekuasanya saja, jangan memperberat diri di luar kemampuan.
Sakuwate (sekuatnya) anglakoni (menjalani), nyegah (mencegah) turu (tidur) sathithik (sedikit), sarta (serta) nyuda (mengurangi) dhaharipun (makan). Sekuatnya menjalani, mencegah (dengan) tidur sedikit saja, serta mengurangi makannya.
Sekuatnya dalam menjalani, sesuai kemampuan diri sendiri, mencegah tidur dengan mencukupkan diri tidur sebentar saja sekedar agar badan kembali segar. Serta mengurangi makan, sekedar badan kuat kembali. Inilah metode kuno yang selalu mereka praktikkan, mencegah makan dan tidur.
Pirabara (lebih baik jika) bisaa (bisalah), kaya (seperti) ingkang (yang) dingin dingin (dulu-dulu), aniruwa (menirulah) sapretelon (sepertiga) saprapatan (seperempatnya). Lebih baik jika bisalah, seperti mereka (orang) dulu-dulu, (jika tidak) menirulah sepertiganya atau seperempatnya saja.
Lebih baik memang jika mampu menjalani seperti yang sudah para leluhur contohkan. Namun jika kekuatan badan tak mampu lakukan dengan sepertiganya saja atau seperempatnya saja dari yang telah mereka lakukan. Ukurlah kekuatan diri sendiri semampu-mampunya. Yang demikian itu walau sama-sama keturunan namun kemampuan orang berbeda-beda. Namun juga harus diingat siapa yang paling kuat berusaha, paling gigih dalam menjalani laku utama, itulah yang akan mendapatkan anugrah terbesar.
https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/12/kajian-wulangreh-230-sakuwate-anglakoni/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar