Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (203-205): Tepa Sarira Mring Wadya

 Pada (bait) ke-203-205, Pupuh ke-11, Asmarandana, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Iku poma dipuneling,
kaki marang ptituturingwang.
Kang wus muni buri kuwe,
yen ana ingkang nganggoa,
cawangan wong mblasar.
Saking nora ngrungu tutur,
lebur tan dadi dandanan.

Barang gawe dipuneling,
nganggoa tepa sarira.
Aparentah sabenere,
aja ambak kumawawa,
amrih denwedenana.
Dene ta kang wus linuhung ,
nggone mengku marang bala.

Den prih wedi sarta asih,
pamengkune maring wadya,
den weruhana gawene.
Den bias aminta-minta,
karyane wadyanira.
Ing salungguh-lungguhipun,
ana karyane priyangga.

 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yang demikian itu ingat-ingatlah,
anankku, pada nasihatku.
Yang sudah dikatakan di belakang tadi,
kalau masih ada yang melakukan,
adalah watak orang yang menyimpang.
Karena tidak mau mendengarkan nasihat,
tak terwujud apa yang sudah dibangun.

Dalam semu pekerjaan harap diingat,
pakailah tenggang rasa.
Memerintahlah yang benar,
jangan mentang-mentang berkuasa,
hanya agar ditakuti.
Adapun yang sudah berbudi luhur,
dalam memperlakukan kepada bawahan (berbeda caranya).

Diharapkan agar (bawahan) segan serta hormat,
perlakuannya kepada bawahan,
dengan ditunjukkan apa pekerjaannya.
Harap bisa memita,
kesungguhan pekerjaan bawahannya.
Dalam apapun kedudukannya,
pada pekerjaannya sendiri.


Kajian per kata:

Iku (yang demikian itu) poma dipuneling (ingat-ingatlah), kaki (anakku) marang (pada) pituturingwang (nasihatku). Yang demikian itu ingat-ingatlah, anankku, pada nasihatku.

Kang (yang) wus (sudah) muni (dikatakan) buri (di belakang) kuwe (itu, tadi), yen (kalau) ana (ada) ingkang (yang) nganggoa (melakukan), cawangan (watak, sifat) wong (orang) mblasar (menyimpang, karena sesat). Yang sudah dikatakan di belakang tadi, kalau masih ada yang melakukan, adalah watak orang yang menyimpang.

Apa yang sudah dikatakan di belakang (maksudnya yang sudah dikatakan dalam bait di atas) kalau ada yang masih melakukan, adalah watak orang yang menyimpang.

Cawangan adalah percabangan, maksudnya adalah ada beberapa orang yang dididik dengan baik tapi tetap tidak menjadi orang baik, seolah seperti ranting pohon yang bercabang menyimpang.

Saking (karena) nora (tidak) ngrungu (mendengarkan) tutur (nasihat), lebur (hancur) tan (tak) dadi (terwujud) dandanan (yang dibangun). Karena tidak mau mendengarkan nasihat, tak terwujud apa yang sudah dibangun.

Walau sudah diusahakan agar menjadi baik, diberi nasihat dan petunjuk, kalau tidak mendengarkan nasihat itu, hancur takkan terwujud apa yang diusahakan itu.

Barang (semua) gawe (perbuatan) dipuneling (harap ingat), nganggoa (pakailah) tepa sarira (tenggang rasa). Dalam semu pekerjaan harap diingat, pakailah tenggang rasa.

Dalam semua perbuatan, pakailah tenggang rasa. Meski juga kepada orang yang berkedudukan lebih rendah atau bawahan. Bagaimanapun mereka tetaplah sama-sama manusia yang mempunyai sifat-sifat umum dan perasaan yang serupa.

Aparentah (memerintah) sabenere (yang benar), aja (jangan) ambak (mentang-mentang) kumawawa (berkuasa), amrih (hanya agar) denwedenana (ditakuti). Memerintahlah yang benar, jngan mentang-mentang berkuasa, hanya agar ditakuti.

Memberi perintahlah sesuai kebutuhan, jangan mengada-ada. jangan memerintah di luar kebutuhan hanya agar terlihat berkuasa. Tidak perlu sok kuasa dengan meminta banyak hal yang sebenarnya tidak berhubungan dengan kepentingan yang terkait jabatan. Seperti, menjemput anaknya yang piknik dengan kereta kerajaan, padahal anaknya piknik karena urusan pribadi.

Dene (adapun) ta kang (yang) wus (sudah) linuhung (berbudi luhur), nggone (dalam) mengku (memperlakukan) marang (kepada) bala (bawahan). Adapun yang sudah berbudi luhur, dalam memperlakukan kepada bawahan (berbeda caranya).

Lain dengan itu, yang sudah berbudi luhur, yang sudah berpengalaman dalam mengelola bawahan akan bersikap berbeda dalam perlakuannya kepada mereka.

Den (di) prih (harapkan, dari kata purih) wedi (takut, segan) sarta (serta) asih (kasih, hormat), pamengkune (perlakuannya) maring  (kepada) wadya (prajuritnya, bawahannya), den (di) weruhana (tunjukkan) gawene (pekerjaannya). Diharapkan agar (bawahan) segan serta hormat, perlakuannya kepada bawahan, dengan ditunjukkan apa pekerjaannya.

Tidak perlu menakut-takuti bawahan dengan kekuasaan yang dimiliki, tetapi cukup membuat mereka segan dan hormat. Dengan ditunjukkan apa pekerjaan yang harus dilakukannya, mereka akan melaksanakannya sendiri, tak perlu melakukan banyak perintah hanya agar kelihatan berkuasa.

Den (harap) bisa (bisa) aminta-minta (meminta), karyane (kesungguhan pekerjaan) wadyanira (bawahannya). Harap bisa memita, kesungguhan pekerjaan bawahannya.

Jika ini bisa dilakukan akan lebih nyaman buat semua. Yang memimpin cukup meminta sekali saja kepada bawahan apa yang harus dilakukan. Dengan mengharap kesungguhan mereka dalam pekerjaannya. Diberi target dan tujuan agar mereka memahami arti penting dari apa yang dikerjakannya.

Ing (dalam) salungguhlungguhipun (apapun kedudukannya), ana (pada) karyane (pekerjaannyaa) priyangga (sendiri). Dalam apapun kedudukannya, pada pekerjaannya sendiri.

Jika sudah paham, mereka dalam kedudukan apapun akan bekerja sendiri-sendiri sesuai yang dikehendaki atasan.  Mereka juga akan nyaman karena tidak selalu diperintah, tetapi dapat mengarah-arah agar pekerjaannya agar selesai seperti yang diminta. Tidak berlaku seperti robot yang hanya jalan kalau diperintah saja, bawahan juga akan belajar memikul tanggung jawab.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/12/kajian-wulangreh-203-205-tepa-sarira-mring-wadya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...