Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (223): Lumaku Ingaran Wasis

 Pada (bait) ke-223, Pupuh ke-12, Sinom, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Ingsun uga tan mangkana,
balilu kang sun alingi,
kabisan sun dokok ngarsa,
isin menek den arani,
balilune angluwihi,
nanging tenanipun cubluk,
suprandene jroning tyas,
lumaku ingaran wasis,
tanpa ngrasa prandene sugih carita.

 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Aku jug tidak demikian,
kebodohan yang kututupi,
kemampuan kutaruh depan.
Malu kalau disebut,
bodohnya melebihi,
tetapi sebenarnya memang bodoh.
Walau demikian dalam hati,
bersikap agar disebut pandai.
Tanpa sadar meskipun banyak omong.


Kajian per kata:

Ingsun (aku) uga (juga) tan (tidak) mangkana (demikian), balilu (kebodohan) kang (yang) sun (aku) alingi (tutupi), kabisan (kemampuan) sun (aku) dokok (taruh) ngarsa (depan). Aku jug tidak demikian, kebodohan yang kututupi, kemampuan kutaruh depan.

Sikap seperti ditunjukkan pada bait sebelumnya memang sulit untuk dipraktekkan. Sang penggubah serat Wulangreh ini pun mengakui kalau belum bisa melakukan yang seperti itu. Yang beliau lakukan juga seperti kebanyakan manusia lain, yakni menyembunyikan kebodohan dan mengedepankan kemampuan.

Isin (malu) menek (kalau) den (di) arani (sebut), balilune (kebodohannya) angluwihi (lebih-lebih, melebihi), nanging (tetapi) tenanipun (sebenarnya) cubluk (bodoh). Malu kalau disebut, bodohnya melebihi, tetapi sebenarnya memang bodoh.

Beliau juga masih malu kalau dianggap bodoh, padahal memang sebenarnya merasa masih bodoh. Namun yang terjadi kebanyakan orang memang tidak suka mengakui dan bahkan akan malu kalau kebodohannya terekspos.

Suprandene (walau demikian) jroning (dalam) tyas (hati), lumaku (bersikap) ingaran (agar disebut) wasis (pandai). Walau demikian dalam hati, bersikap agar disebut pandai.

Walau dalam hati mengakui masih bodoh orang pada umumnya juga mempunyai keinginan untuk dianggap pandai, sehingga tanpa sadar berlagak selayaknya orang pandai. Yang sudah sadar bahwa dirinya bodoh pun masih berlagak seperti itu. Entah bagaimana polahnya jika dia sama sekali tak mengakui kebodohannya.

Tanpa (tanpa) ngrasa (merasa, sadar) prandene (meskipun) sugih (banyak) carita (omong). Tanpa sadar meskipun banyak omong.

Karena itu pula kadang orang sampai bicara melantur ke sana kemari, tak sadar kalau sudah melampaui kadar keilmuannya. Tahu-tahu ketika sudah kepeleset lidahnya, mengomentri hal yang tidak ada pengetahuan tentangnya dan akhirnya menjadi perbincangan orang. Baru sadar kalau ilmunya dangkal. Ini yang terjadi di zaman sekarang.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/12/kajian-wulangreh-223-lumaku-ingaran-wasis/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...