Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (194): Netepana Parentah Sarak

 Pada (bait) ke-194, Pupuh ke-11, Asmarandana, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Padha netepana ugi,
kabeh parentahing sarak.
terusna lair batine.
Salat limang wektu uga,
tan kena tininggala.
Sapa tinggal dadi gabug,
yen misih remen neng praja.

 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Harap patuhilah juga,
semua perintah syariat,
teruskan dari lahir ke batin.
Shalat lima waktu juga,
tak boleh ditinggalkan.
Siapa meninggalkan menjadi kosong,
kalau masih suka hidup di dunia.


Kajian per kata:

Padha (harap) netepana (patuhlah) ugi (juga), kabeh (semua) parentahing (perintah) sarak (syara’, syariat), terusna (teruskan) lair (dari lahir) batine (ke batin). Harap patuhilah juga, semua perintah syariat, teruskan dari lahir ke batin.

Harap patuhlah juga, pada semua perintah sarak. Arti sarak adalah syari’at. Dalam bagian lain juga disebut sarengat. Itu adalah ejaan Jawa untuk syari’at. Dalam menjalankan syariat teruskan dari lahir sampai ke batin. Jangan hanya dilaksanakan secara lahiriah, tapi juga ditanamkan dalam batin, dihayati agar tidak berhenti pada sisi formal saja.

Salat (shalat) limang (lima) wektu (waktu) uga (juga), tan (tak) kena (boleh) tininggala (ditinggalkan). Shalat lima waktu juga, tak boleh ditinggalkan.

Memang diantara perintah syariat shalat lima waktu adalah yang paling berat karena harus dilakukan secara ajeg, waktu yang tertentu dan terus menerus selama hidup. Inilah yang menjadikannya berat, karena itu perlu untuk diingatkan secara khusus mengenai hal ini.

Sapa (siapa) tinggal (meninggalkan) dadi (menjadi) gabug (kosong), yen (kalau) misih (masih) remen (suka) neng (hidup di) praja (dunia). Siapa meninggalkan menjadi kosong, kalau masih suka hidup di dunia.

Siapa yang meninggalkan shalat lima waktu tersebut hidupnya akan kosong. Gabug artinya kosong tidak ada isinya, kata ini biasanya dipakai untuk menyebut keadaan buah atau biji. Misalnya biji padi yang menguning di sawah. Setelah dipelihara setiap hari dengan ketekunan dan kerja keras, tibalah saatnya pak Tani untuk panen padi. Namun betapa kecewanya ketika mendapati bulir padinya kosong tak berisi. Inilah yang disebut gabug.

Perumpamaan tersebut juga berlaku untuk buah dari perbuatan manusia ketika didunia. Ketika hidup didunia diperjuangkan dengan susah payah, dengan pengorbanan dan usaha keras, banting tulang di siang malam dengan harapan kelak di akhirat mendapat pahala yang berlimpah dan kemuliaan. Namun ketika tiba saatnya dinikmati apa yng telah diusahakan di dunia tiba-tiba dia mendapati hasilnya kosong, inilah hidup yang gabug. Dalam bait ini disebutkan bahwa meninggalkan shalat dapat menyebabkan hidup kita gabug. Oleh karena itu jikalau masih ingin hidup di dunia ini, hendaklah jangan meninggalkan syariat dan shalat, agar amalnya tidak gabug.

Kata praja dalam bait ini berarti dunia, praja adalah kerajaan atau kraton. Orang hidup di dunia memang tak bisa lepas dari kerajaan, atau masyarakat. Jika orang hidup sendirian di hutan, maka tak bisa dia disebut hidup di dunia. Hidup di dunia adalah hidup dalam masyarakat, bercampur, bergaul dengan manusia lain.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/10/kajian-wulangreh-194-netepana-parentah-sarak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...