Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (16): Sunan Bonang membuat pusaka bagi para raja Jawa

 Setelah selesai memimpin sidang para wali, Sunan Bonang kembali ke pedukuhannya di Bonang. Sesampai di Bonang Kangjeng Sunan memanggil seorang pandai besi bernama Ki Sura dari Tuban. Ki Sura adalah putra dari seorang pandai besi yang bernama Ki Supa dari Sidayu. Setelah Ki Sura menghadap Sunan Bonang mempersilakan duduk dengan nyaman.

Berkata Kangjeng Sunan Bonang, “Wahai Ki Sura, engkau aku panggil ke sini  untuk membuat senjata. Namun aku meminta engkau dalam membuatnya karena Allah semata. Jadi jangan tersinggung jika nanti aku arahkan sesuai kehendakku.”

Ki Sura berkata, “Sebelum tuan panggil pun saya sudah ingin mempersembahkan karya untuk paduka. Maka apa yang paduka kehendaki, saya tunduk dan patuh.”

Sunan Bonang lalu memberikan sebuah cis, yakni mata tongkat dari besi yang biasa dipakai Sunan Bonang, kepada Ki Sura.

Sunan Bonang berkata, “Cis ini potonglah. Setengah yang ujung engkau pakai membuat keris. Setengahnya lagi yang pangkal kembalikan padaku.”

Cis sudah dipotong menjadi dua. Ki Sura lalu menempa ujung cis menjadi sebuah keris dengan dhapur Sangkelat. Setelah selesai keris diserahkan kepada Sunan Bonang. Kangjeng Sunan Bonang terlihat kaget waktu melihat keris itu.

Berkata Sunan Bonang, “Ki Sura, ketahuilah. Keris ini tidak cocok aku pakai. Sebaiknya nanti yang memakai adalah para raja yang menguasai tanah Jawa. Sekarang buatkan lagi dari setengah pangkal cis. Jangan dibuat seperti itu.”

Ki Sura kembali menempa sisa potongan cis bagian pangkal. Setelah selesai keris itu berdhapur Pasopati. Namun lagi-lagi ketika menerima keris itu Sunan Bonang kurang berkenan.

Berkata Kangjeng Sunan Bonang, “Ki Sura, keris ini juga tidak cocok untukku. Ini sama dengan keris yang engkau buat dulu. Hanya berbeda dhapurnya saja. Ini juga sepantasnya kelak dipakai para raja di tanah Jawa. Sudahlah Ki Sura, saya sekedar membuat saja. Aku terima semua pekerjaanmu. Sekarang engkau pulanglah. Jangan berkecil hati, syukurlah kepada Tuhan Yang Maha Suci.”

Ki Sura menghaturkan sembah dan memohon pamit kembali ke Tuban. Sesampai di Tuban Ki Sura kemudian menderita sakit mata sehingga tak bisa lagi membuat keris.

Alkisah, Kangjeng Sunan Bonang pada suatu hari sedang bercengkerama. Dalam perjalanan Sunan melihat sebuah tonggak pohon jati di tepi telaga. Bagian tengah tonggak jati itu berlubang dan ditumbuhi sulur pohon pakis. Kangjeng Sunan berpikir untuk mengambil tonggak kayu itu untuk dipakai sebagai gagang pisau pangot. Sunan Bonang lalu membuat gagang pisau lengkap dengan ukir-ukiran. Setelah selesai Sunan Bonang berpikir bahwa gagang pisau itu tak cocok untuk pegangan pisau pangot. Lalu gagang pisau dipakaikan untuk kedua senjata buatan Ki Sura.

Pada suatu hari Sunan Bonang berkunjung ke Demak dan melakukan shalat Jum’at di masjid besar. Setelah selesai shalat para wali berbincang-bincang di masjid.

Sunan Kudus bertanya kepada Sunan Bonang, “Panembahan, mengapa paduka tidak membawa cis?

Sunan Bonang berkata, “Anakku Kudus, ketahuilah, cis yang biasa aku pakai telah aku buat senjata. Aku buat menjadi dua senjata. Satu berupa keris dhapur Sangkelat dan aku rasa tidak patut kalau aku kenakan. Sedangkan pangkal cis lalu aku buat lagi menjadi senjata lagi. Yang terakhir berupa keris berdhapur Pasopati. Aku rasa juga tidak cocok aku pakai. Kedua keris sepatutnya dipakai oleh yang menguasai tanah Jawa kelak sepeninggalku.”

Sunan Kudus berkata, “Panembahan, bila diizinkan saya hendak meniru senjata dhapur Pasopati yang sudah jadi itu.”

Sunan Bonang lalu menyerahkan keris dhapur Pasopati kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus lalu membawanya pulang untuk ditiru oleh seorang pandai besi bernama Ki Janas. Setelah selesai keris diserahkan kembali kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus segera menuju Demak di hari Jum’at. Setelah selesai shalat Jum’at para wali kembali berbincang. Sunan Kudus lalu menyerahkan kembali senjata asli keris dhapur Pasopati kepada Sunan Bonang.

Sunan Kudus berkata, “Panembahan, mohon maaf karena selain meniru kerisnya saya juga meniru ukiran di gagang keris. Saya lihat gagang keris sangat bagus dan belum pernah saya melihat yang seperti itu. Gagang itu sangat pas di keris dhapur Pasopati itu. Panembahan, dari mana paduka mendapat gagang keris tersebut?”

Sunan Bonang berkata, “Aku beritahukan kepada kalian para wali. Wahai saudaraku semua, ketahuilah gagang keris itu aku buat sendiri. Awal mulanya aku membuat gagang itu karena melihat ada tonggak pohon jati yang berlubang dan ditumbuhi sulur pohon pakis. Semula kayu itu akan aku pakai gagang pisau pangot, tetapi aku merasa terlalu bagus kalau untuk gagang pisau pangot. Lalu aku pakai untuk memberi gagang keris dan ternyata sangat cocok. Gagang itu aku beri nama ukiran tunggak semi karena dibuat dari tonggak yang tumbuh. Sudah takdir Tuhan kelak keris dan gagangnya akan menjadi pakaian bagi para raja di tanah Jawa. Boleh juga dipakai para mantri kalau dia telah mendapat izin dari raja.”

Para wali yang hadir turut mengamini wasiyat Kangjeng Susuhunan Bonang tersebut.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/06/15/babad-tanah-jawi-16-sunan-bonang-membuat-pusaka-bagi-para-raja-jawa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...