Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (201;202): Nora Nganggo Murwat

 Pada (bait) ke-201;202, Pupuh ke-11, Asmarandana, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Kang kanggo ing mangsa mangkin,
priyayi nom kang den gulang,
kaya kang wus muni kuwe.
Lumaku temen kajena,
pan nora nganggo murwat.
Lunga mlaku kudhung sarung,
lumaku den dhodhokana.

Pan tanpa kusur sayêkti,
satriya tan wruh ing tata,
ngandelaken satriyane.
Lamun ngarah dinodokan,
anganggoa jejaran,
yen niyat lumaku namur,
aja ndodokaken manusa

 Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yang dilakukan di zaman ini,
priyayi muda yang dibiasakan,
seperti yang sudah disebutkan tadi.
Berjalan sungguh minta dihargai,
memang tak memakai kepantasan.
Pergi berjalan berkerudung sarung,
berjalan menyuruh orang jongkok.

Memang benar-benar tanpa budi,
ksatria yang tak mengetahui adab,
mengandalkan keksatriaannya.
Kalau menginginkan orang jongkok,
pakailah aba-aba,
kalau memang berniat berjalan menyamar,
jangan minta orang lain jongkok.


Kajian per kata:

Kang (yang) kanggo (dipakai, dilakukan) ing (di) masa (zaman) mangkin (ini), priyayi (priyayi) nom (muda) kang (yang) den (di) gulang (biasakan), kaya (seperti) kang (yang) wus (sudah) muni (disebutkan) kuwe (itu). Yang dilakukan di zaman ini, priyayi muda yang dibiasakan, seperti yang sudah disebutkan tadi.

Yang biasa dilakukan di zaman ini, priyayi muda yang dibiasakan malah sifat-sifat yang sudah disebutkan dalam bait sebelumnya. Ini sungguh memprihatinkan karena mereka adalah punggawa negara yang seharusnya menjadi contoh dalam kebaikan.

Lumaku (berjalan) temen (sungguh) kajena (minta dihargai), pan (memang, dari mapan) nora (tak) nganggo (memakai) murwat (kepantasan). Berjalan sungguh minta dihargai, memang tak memakai kepantasan.

Kalau berjalan minta dihargai dan sungguh tak memakai kepantasan. Pada zaman dahulu kalau ada pejabat yang lewat harus menghormat dengan cara duduk, berjongkok di pinggir jalan. Ini penghormatan yang semestinya ditunjukkan oleh kawula alit kepada pejabat negara.

Lunga (pergi) mlaku (berjalan) kudhung (berkerudung) sarung (sarung), lumaku (berjalan) den (di) dhodhokana (menyuruh orang jongkok). Pergi berjalan berkerudung sarung, berjalan menyuruh orang jongkok.

Tetapi para priyayi tadi dalam berjalan menyamar berkerudungsarung pun minta dihargai dengan cara berjongkok. Karena berkerudung sarung dan tak kelihatan maka banyak yang tak mengenalnya. Lalu dia marah-marah dan menyebut orang-orang tak menghormatinya.

Itulah watak priyayi muda yang songong. Kalau sedang rapat minta kepada rekan kerjanya untuk menyebutnya “yang terhormat”, jika tidak dia akan tersinggung. Ini keterlaluan namanya.

Pan (memang) tanpa (tanpa) kusur (budi) sayêkti (benar-benar), satriya (ksatria) tan (tak) wruh (mengetahui) ing tata (adab), ngandelaken (mengandakan, menyombongkan) satriyane (keksatriaanya). Memang benar-benar tanpa budi, ksatria yang tak mengetahui adab, mengandalkan keksatriaannya.

Memang benar-benar kelakuannya tidak tahu budi, ksatria yang tak tahu adab. Hanya mengandalkan kedudukan dan jabatanya saja. Tidak merasa bahwa kelakuannya justru tidak mencerminkan kelakuan orang “yang terhormat”.

Lamun (kalau) ngarah (menginginkan) dinodokan (orang jongkok), anganggoa (pakailah) jejaran (aba-aba), yen (kalau) niyat (berniat) lumaku (berjalan) namur (menyamar), aja (jangan) ndodokaken (minta jongkok) manusa (manusia). Kalau menginginkan orang jongkok, pakailah aba-aba, kalau memang berniat berjalan menyamar, jangan minta orang lain jongkok.

Kalau masih menginginkan dihormati orang sebaiknya memakai aba-aba agar orang lain tahu bahwa akan ada pejabat lewat. Atau memakai sirene, atau memakai vorijder agar orang-orang minggir dan memberi hormat. Jangan ketika sedang menyamar, menanggalkan atribut dan jabatan kok minta dihormati. Kalau memang mau menyamar iya harus benar-benar menyamar, tujuannya agar orang lain tidak tahu kalau dia pejabat. Syukur-syukur ketika menyamar mau bergaul dan menyaring masukan dari rakyat kecil tentang kehidupan mereka. Jangan minta dihormati kalau sedang menyamar. Gituh loch!


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/12/kajian-wulangreh-201202-nora-nganggo-murwat/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...