Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (213;214): Ciptane Wong Reruba

 Pada (bait) ke-213;214, Pupuh ke-11, Asmarandana, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Mung mikir gelise pulih,
rerubanira duk dadya,
ing rina wengi ciptane.
Kepriye lamun bisaa,
males sihing bandara,
lungguhe lawan tinuku,
tan wurung angrusak desa.

Pamrihe gelise bathi,
nadyan besuk pinocota,
picisku sok wusa pulih.
Kepriye lamun tataa,
polahe salang tunjang.
Padha kaya wong bebruwun,
tan ngetung duga prayoga.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Hanya berpikir cepat pulih,
apa yang dipakai suap ketika menjadi pejabat,
di siang malam itu angan-angannya.
Bagaiman bisa,
membalas belas kasih majikan,
kedudukannya saja (diperoleh) dengan dibeli,
tak urung akan merusak desa.

Yang diinginkan hanya cepat untung,
walau besok dipecatpun,
kekayaanku sudah kembali.
Bagaimana bisa menata,
kelakuannya saja menunjang-nunjang.
Sama seperti orang merampas,
tak memperhitungkan duga-duga dan pertimbangan yang lebih baik.


Kajian per kata:

Mung (hanya) mikir (berpikir) gelise (cepat) pulih (balik modal), rerubanira (apa yang disuap) duk (ketika) dadya (menjadi pejabat), ing (di) rina (siang) wengi (malam) ciptane (angan-angannya). Hanya berpikir cepat pulih, apa yang dipakai suap ketika menjadi pejabat, di siang malam itu angan-angannya.

Bait ini masih menyoroti kelakuan pejabat yang dahulu menyuap demi meraih jabatan. Pada bait yang lalu disinggung tentang perilaku pejabat tersebut yang mirip pedagang, selalu berpikir untung dan rugi, dalam bait ini kelakuannya digambarkan dengan lebih rinci.

Yang jelas karena dia telah mengeluarkan harta untuk menyuap, maka masuk akal kalau dia mencari ganti dari harta tersebut. Siang malam yang dipikirkan hanya mencari cara agar hartanya cepat pulih, agar apa-apa yang dipakai untuk menyuap dahulu mendapat ganti. Ini adalah watak dari pejabat yang menyuap, tak mungkin tidak demikian.

Kepriye (bagaimana) lamun (kalau) bisaa (bisa), males (membalas) sihing (belas kasih) bandara (majikan), lungguhe (kedudukannya) lawan (dengan) tinuku (dibeli), tan (tak) wurung (urung) angrusak (merusak) desa (desa). Bagaiman bisa, membalas belas kasih majikan, kedudukannya saja (diperoleh) dengan dibeli, tak urung akan merusak desa.

Apa yang diharapkan dari pejabat yang bersikap demikian itu? Bagaimana mungkin dia akan membalas belas kasih majikan, sedangkan kedudukannya pun dari hasil membeli. Dia sudah tidak merasa mendapat belas kasih, maka tak mungkin dia akan berbalas kasih juga. Yang ada hanyalah mencari untuk agar balik modalnya. Tak urung orang seperti ini akan merusak  tatanan wilayah yang dikuasainya. Kalau dia seorang pejabat desa, rusaklah desanya itu.

Pamrihe (yang diinginkan) gelise (cepat) bathi (untung), nadyan (walau) besuk (besok) pinocota (dipecatpun), picisku (kekayaanku) sok wusa (sudah) mulih (kembali). Yang diinginkan hanya cepat untung, walau besok dipecatpun, kekayaanku sudah kembali.

Karena yang diinginkan setiap saat hanya keuntungan. Sangat mungkin dia menerapkan aji mumpung. Mumpung belum terbongkar kedoknya bahwa dia tidak cakap mengemban tugas karena sebenarnya dia belum mampu, dan hanya diangkat karena menyuap. Mumpung masih berkuasa berusaha mencari ganti dari harta suapnya. Toh kalau besok dipecat dari jabatannya dia sudah balik modal, hartanya yang dikeluarkannya dahulu sudah kembali, dengan tambahan yang banyak tentunya. Dapat dibayangkan bagaiman orang seperti ini memerintah suatu wilayah, pastilah banyak wewenang yang disalahgunakan.

Kepriye (bagaimana) lamun (bisa) tataa (menata), polahe (kelakuannya) salang tunjang (menunjang-nunjang). Bagaimana bisa menata, kelakuannya saja menunjang-nunjang.

Jadi bagaimana mungkin dia hendak menata wilayahnya sebagaimana tugas dan kewajiban seorang pejabat, wong tingkahnya saja menunjang-nunjang, menabrak banyak aturan. Baik aturan moral dan kepantasan, maupun aturan undang-undang negara.

Padha (sama) kaya (seperti) wong (orang) bebruwun (merampas), tan (tak) ngetung (memperhitungkan) duga (duga-duga) prayoga (pertimbangan yang lebih baik). Sama seperti orang merampas, tak memperhitungkan duga-duga dan pertimbangan yang lebih baik.

Tingkahnya itu seperti orang merampas, tidak memperhitungkan segala sesuatu, tidak mempunyai duga-duga dan pertimbangan yang lebih baik. Yang ada adalah pertimbangan mana yang lebih menguntungkan dirinya saja.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/12/kajian-wulangreh-213214-ciptane-wong-reruba/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...