Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (188;189): Aja Isin Katon Bodho

 Pada (bait) ke-188;189, Pupuh ke-10, Mijil, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Ing dadine barang tindak iki,
arang ingkang tanggon.
Saking durung ana landhesane,
nganggo ing karsane pribadi.
Ngawag barang kardi,
dadi tanpa dhapur.

Mulanipun wekasingsun kaki,
den kerep tetakon.
Aja isin ngatokken bodhone,
saking bodho witing pinter kaki.
Mung Nabi kakasih,
pinter tanpa wuruk.

 

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Pada akirnya semua perbuatan ini,
jarang yang meyakinkan.
Karena belum ada dasarnya,
maka hanya memakai kehendak sendiri.
Ngawur dalam segala pekerjaan,
menjadi tanpa wujud.

Oleh karena itu pesanku anakku,
yang sering bertanya-tanya.
Jangan malu memperlihatkan kebodohan,
karena dari bodohlah timbulnya kepandaian, anakku.
Hanya Nabi kekasih Allah saja,
pandai tanpa diajar manusia.


Kajian per kata:

Ing (pada) dadine (akhirnya) barang (semua) tindak (perbuatan) iki (ini), arang (jarang) ingkang (yang) tanggon (kokoh, yakin). Pada akirnya semua perbuatan ini, jarang yang meyakinkan.

Bait ini masih berkaitan dengan bait sebelumnya yang menyoroti tindak para pejabat yang seolah tak punya sikap ingat terhadap awal mulanya mereka sampai mencapai kedudukan yang mulia. Sikap ini kemudian melahirkan perbuatan yang seolah enggan atau menghindar terhadap perintah Raja. Telah sedikit disinggung bahwa mungkin saja ulah mereka itu karena mereka belum mengerti nasihat orang-orang dahulu, atau ajaran orang-orang tua.

Akibatnya banyak perbuatan mereka yang tidak meyakinkan. Dalam arti tidak mempunyai dasar moral yang kuat, atau tidak timbul dari sebuah etika yang bisa dipertanggung jawabkan.

Saking (karena) durung (belum) ana (ada) landhesane (dasarnya), nganggo (memakai) ing (pada) karsane (kehendak) pribadi (sendiri). Karena belum ada dasarnya, maka hanya memakai kehendak sendiri.

Itu semua karen mereka belum mempunyai dasar yang dipakai dalam berpikir dan menentukan sikap. Akibatnya mereka hanya menuruti kehendak sendiri.

Ngawag (ngawur) barang (dalam segala) kardi (pekerjaan), dadi (menjadi) tanpa (tanpa) dhapur (ujud). Ngawur dalam segala pekerjaan, menjadi tanpa wujud.

Itu membuat mereka hanya ngawur saja, berdasar duga-duga, tidak memakai wewaton atau dasar yang jelas. Maka hasilnya adalah perbuatan yang tak berwujud. Dhapur bisa berarti wajah, muka. Tanpa dhapur berarti tak berwajah atau tak berwujud, tak bisa dikenali ini apa.

Mulanipun (maka dari itu) wekasingsun  (pesanku) kaki (anakku), den (yang) kerep (sering) tetakon (bertanya-tanya). Oleh karena itu pesanku anakku, yang sering bertanya-tanya.

Maka dari itu, pesanku kepada anak-anakku, yang sering-sering bertanya-tanya. Agar mendapat tambahan ilmu dan pengetahuan. Agar tidak terkungkung dalam kebodohan. Setiap mendapat pangkat atau jabatan atau tugas baru hendaklah rajin memperlajari segala sesuatu yang berkaitan dengan jabatan baru itu.

Aja (jangan) isin (malu) ngatokken (memperlihatkan) bodhone (kebodohannya), saking (dari) bodho (bodoh) witing (asalnya) pinter (pandai) kaki (anakku). Jangan malu memperlihatkan kebodohan, karena dari bodohlah timbulnya kepandaian, anakku.

Jangan malu terlihat bodoh. Semua orang itu awalnya bodoh semua, tak tahu apa-apa. Karena belajar dan rajin bertanya mereka menjadi pintar.

Mung (hanya) Nabi (Nabi) kakasih (kekasih Allah), pinter (pandai) tanpa (tanpa) wuruk (diajar manusia). Hanya Nabi kekasih Allah saja, pandai tanpa diajar manusia.

Itu karena guru Nabi, yang mengajari Nabi adalah Allah sendiri, maka beliau menjadi pandai tanpa campur tangan manusia lain. Itulah sebabnya Nabi dibangkitkan dalam keadaan ummi, tak tahu apa-apa, karena Allah sendiri yang akan mengajarnya.

Kalau manusia seperti kita-kita ya harus rajin bertanya, belajar sungguh, berguru mencari ilmu, baru dapat menjadi orang pandai. Itu pun dengan susah payah.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/10/kajian-wulangreh-188189-aja-isin-katon-bodho/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...