Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (211;212): Aja Kaya Wong Dagang

 Pada (bait) ke-211;212, Pupuh ke-11, Asmarandana, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Gumantung karsaning Gusti,
iku traping wadya setiya.
Nora kaya jaman mangke,
yen wus antuk palungguhan,
trape kaya wong dagang,
ngetung tuna bathinipun.
Ing tyas datan pangrasa,

awite dadi priyayi,
sapa kang gawe ing sira,
tan eling ing wiwitane.
Amung weruh ing witira,
dadine saking ruba,
mulane ing batinipun,
pangetunge lir wong dagang.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Bergantung pada kehendak Raja,
itulah sikap bawahan yang setia.
Tidak seperti zaman sekarang,
kalau sudah mendapat kedudukan,
sikapnya seperti orang berdagang,
menghitung-hitung rugi dan untungnya.
Dalam hati tidak merasa,

awal mulanya menjadi priyayi,
siapa yang menjadikannya,
tak ingat pada awalnya.
Hanya mengetahui asalnya,
jadinya dari menyuap,
makanya dalam hatinya,
menghitungnya seperti orang berdagang.


Kajian per kata

Gumantung (bergantung) karsaning (kehendak) Gusti (Raja), iku (itulah) traping (sikap) wadya (pengikut, bawahan) setiya (setia). Bergantung pada kehendak Raja, itulah sikap bawahan yang setia.

Bergantung pada kehendak Raja, menuruti segala perintah tanpa banyak bertanya, itu adalah sikap pengikut setia. Percaya sepenuhnya kepada segala titah raja, satu kemauan dengan kehendak rajanya. Inilah etika yang mesti dipegang oleh para pejabat kerajaan.

Nora (tidak) kaya (seperti) jaman (zaman) mangke (sekarang), yen (kalau) wus (sudah) antuk  (mendapat) palungguhan (kedudukan), trape (sikapnya) kaya (seperti) wong (orang) dagang (berdagang), ngetung (berhitung) tuna (rugi) bathinipun (untungnya). Tidak seperti zaman sekarang, kalau sudah mendapat kedudukan, sikapnya seperti orang berdagang, menghitung-hitung rugi dan untungnya.

Janganlah bertindak seperti umumnya orang zaman sekarang, kalau sudah mendapat kedudukan sikapnya seperti pedagang. Mempertimbangkan untung dan rugi dalam setiap perbuatan. Tidak sadar bahwa dia memegang amanat raja untuk mengupayakan kesejahteraan negara seluruhnya.

Ing (dalam) tyas (hati) datan (tidak) pangrasa (merasa), awite (mulanya) dadi (menjadi) priyayi (priyayi), sapa (siapa) kang (yang) gawe (menjadikan) ing sira (padamu), tan (tak) eling (ingat) ing (pada) wiwitane (awalnya). Dalam hati tidak merasa, awal mulanya menjadi priyayi, siapa yang menjadikannya, tak ingat pada awalnya.

Dalam hati orang-orang ini tidak ada kesadaran tentang awal mulanya dia menjadi pembesar kerajaan. Dia sudah tak ingat lagi bagaimana bisa mencapai kedudukannya sekarang ini kalau bukan atas perkenan rajanya.

Amung (hanya) weruh (mengetahui) ing (pada) witira (asalmu), dadine (jadinya) saking (dari) ruba (suap, besel), mulane (makanya) ing (dalam) batinipun (hatinya), pangetunge (menghitung amalan) lir (seperti) wong (orang) dagang (dagang). Hanya mengetahui asalnya, jadinya dari menyuap, makanya dalam hatinya menghitungnya seperti orang berdagang.

Yang diingat hanya dia asalnya menjadi pejabat adalah karena menyuap. Maka dalam hatinya selalu mengingat itu, kemudian menghitung-hitung seperti layaknya orang berdagang. Sudah berapa yang kukeluarkan, dan sudah mendapat berapa dari jabatan ini. Sangat jauh darisikap seorang yang mengabdi.

Di sini ada pertanyaan yang menggelitik, kalau wewenang mengangkat setiap pejabat da pada raja lalu kepada siapa uang suap itu diberikan? Walau setiap pejabat diangkat oleh raja namun raja tidaklah mungkin mengetahui kemampuan dan sifat dari pejabat yang diangkatnya itu satu per satu, kecuali pejabat yang berpangkat tinggi seperti bupati. Nah, pasti ada yang mengusulkan atau merekomendasikan kepada raja agar mengangkat orang tersebut. Kepada pejabat yang merekomendasikan inilah suap diberikan.

Kalau dilihat dari usia serat ini yang sudah mencapai 200an tahun, tampaknya budaya suap sudah mulai dikenal sejak dahulu.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/12/kajian-wulangreh-211212-aja-kaya-wong-dagang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...