Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (15): Berdirinya Masjid Agung di Demak

 Setelah negeri Demak berdiri segera dibangun perumahan untuk para punggawa negeri. Ketika itu para wali telah sepakat untuk mendirikan masjid besar dan menyumbang keperluannya. Hanya tinggal menunggu kedatangan Sunan Kalijaga yang ketika itu masih tirakat di pesisir Parangtritis atau Pamantingan. Sementara menunggu kedatangan Sunan Kalijaga para wali yang lain mengerahkan santri untuk mempersiapkan segala sesuatunya. Setelah semua siap Sunan Geseng dan Sunan Muryapada melapor kepada Sunan Bonang bahwa semua telah siap dan tinggal mendirikan. Hanya tinggal menunggu kehadiran Syekh Malaya atau Sunan Kalijaga.

Sunan Bonang berkata, “Mengapa belum hadir, apa tidak tahu yang menjadi pekerjaannya?”

Tak berapa lama Syekh Malaya telah hadir di hadapan Sunan Bonang.

Berkata Sunan Bonang, “Hai anakku, hanya tinggal pekerjaanmu yang belum selesai.”

Syekh Malaya berkata, “Baiklah, saya akan mengumpulkan seberapa yang saya dapat.”

Syekh Malaya kemudian mengumpulkan tatal kayu bekas irisan bahan para wali lain. Tatal-tatal kemudian diikat dengan tali agar menyatu kuat. Orang-orang yang melihat berbisik-bisik karena tak tahu Syekh sedang melakukan apa. Mereka sedikit nyinyir melihat Syekh Malaya yang sudah terlambat bukannya mempercepat pekerjaan malah mengumpulkan tatal-tatal. Padahal tenggat pendirian masjid tinggal satu hari saja. Pada malam harinya tatal-tatal yang kemarin dikumpulkan Sunan Kalijaga sudah menjadi sebuah tiang sakaguru. Pagi harinya bangunan masjid siap didirikan.

Pada bulan Dulkaidah, tahun Alip dimulai pendirian masjid Demak. Setelah bekerja selama empat puluh hari pembangunan itu berhasil diselesaikan. Tahun pendirian masjid Demak ditandai dengan sengkalan: kori roro karyèng janmi[1] .

Selama pembangunan ada sedikit silang pendapat mengenai arah kiblat masjid. Ada wali yang berpendapat arah kiblat agak ke selatan, ada yang berpendapat arah kiblat agak ke utara.

Sunan Bonang berkata, “Repot kalau masing-masing berpegang tanpa dasar ilmu yang cukup. Kiblat itu arahnya sesuai arah Ka’bah. Nah, sekarang engkau anakku Kalijaga. Pikirkan arah kiblat yang benar.”

Sunan Kalijaga berkata, “Lebih baik saya pastikan dulu arahnya supaya tidak ada keragu-raguan lagi. Bila nanti pendapat saya akan dipakai.”

Sunan Bonang berkata manis, “Benar, lebih baik kita pastikan dulu, supaya tidak ada keraguan lagi.”

Sunan Kalijaga berkata, “Mari nanti malam kita pastikan.”

Pada malam harinya, setelah shalat Isya Sunan Kalijaga berdiri di utara masjid. Tangan kiri memegang kepala masjid lalu tangan kanan menunjuk ke arah Ka’bah. Tak lama tampak bayangan Ka’bah seolah condong ke arah masjid. Setelah itu tampak Ka’bah dan masjid berdempetan. Para wali disuruh menyaksikan agar tidak lagi ada keragu-raguan. Setelah semua menyaksikan mereka kemudian masuk ke dalam masjid untuk melanjutkan pembicaraan kembali. Yang masih perlu dibahas adalah pembangunan serambi masjid. Setelah itu dipilih imam yang akan memimpin masjid. Para wali ditanyai kesanggupannya menjadi imam. Para wali menunjuk Sunan Bonang menjadi imam, tetapi Sunan enggan dan memilih menempati jabatan ketib. Adapun Sunan Kalijaga memilih menjadi marbot. Sunan Bonang lalu menunjuk Sunan Kudus menjadi penghulu.

Seminggu kemudian, pada waktu ashar semua wali sedang berzikir. Hanya Sunan Kalijaga yang agak terpisah tempatnya, sedang bersama Ki Wanakarta dan seorang sahabatnya duduk di bawah beduk. Tiba-tiba jatuh dari langit sebuah bungkusan yang ternyata isinya kain dari Kangjeng Nabi dan sajadah berupa kulit kambing. Kedua benda lalu dihaturkan kepada Sunan Bonang. Para wali menyarankan agar kulit kambing itu dibagi rata, walau mendapat secuil pun tak apa karena barang itu bekas milik Nabi pasti mendatangkan barakah.

Sunan Bonang berkata, “Benda ini ada yang punya. Tadi ada yang memintanya dan sekarang jatuh di sini. Kalau demikian sebaiknya benda ini aku lempar ke atas, lalu di mana tempat jatuhnya, dialah yang akan memiliki.

Ketika itu Sunan Kalijaga masih duduk meringkuk di bawah beduk dan tidak berkata sepatah kata pun. Tempatnya agak jauh dari tempat pertemuan para wali. Ketika Sunan Bonang melempar sajadah ke atas, kulit kambing itu tiba-tiba melesat jatuh di hadapan Sunan Kalijaga. Sunan Bonang lalu menetapkan benda itu menjadi milik Sunan Kalijaga.

Setelah mendapat sajadah dan kain tersebut Sunan Kalijaga menyepi selama empat puluh hari. Sambil menyepi kain tersebut dijahit menjadi pakaian. Setiap menusukkan jarum Sunan Kalijaga melafalkan kalimat La ilah dan setiap menarik melafalkan kalimat illallah. Setelah jadi pakaian tersebut diberi nama Kyai Gondil.

Ketika sedang menjahit kain tersebut Sunan Bonang mendatangi dan bertanya, “Anakku, apa yang engkau jahit itu?”

Sunan Kalijaga menjawab, “Kain ini saya buat pakaian. Kelak biarlah dipakai siapapun yang akan memerintah tanah Jawa.”

Sunan Bonang berkata, “Bagus kehendakmu itu.”

Setelah empat puluh hari pakaian sudah jadi. Oleh Ki Syekh Malaya pakaian diberikan kepada Sultan Demak. Tidak lama kemudian Demak berkembang menjadi negeri Islam yang makmur.


[1] 1429 AJ


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/06/14/babad-tanah-jawi-15-berdirinya-masjid-agung-di-demak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...