Translate

Senin, 30 September 2024

Kajian Wulangreh (260): Tatakrama Miwah Basa

 Pada (bait) ke-260, Pupuh ke-13, Girisa, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV.

Tanapi ing tata karma,
ing tindhak-tandhuk myang basa.
Kang tumiba marang nistha,
tuwin kang tumibeng madya,
lan kang tumiba utama.
Iku sira takokena,
marang kang para sujanma,
miwah mring wong tuwa-tuwa

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Dan juga dalam tatakrama,
dalam perilaku dan bahasa.
Yang jatuh pada kedudukan rendah,
serta yang berkedudukan sedang,
dan yang berkedudukan utama.
Itu semua tanyakanlah,
kepada yang sudah pintar,
serta kepada orang-orang tua.


Kajian per kata:

Tanapi (dan juga) ing (dalam) tatakrama (tatakrama), ing (dalam) tindhaktandhuk (perilaku) myang (dan) basa (basa). Dan juga dalam tatakrama, dalam perilaku dan bahasa.

Setelah kita mengetahui tentang sifat Allah, kewajiban manusia, serta adab dan akhlak, yang selanjutnya kita perlu belajar tatakrama dan bahasa. Dalam kaitan ini yang dimaksud adalah bahasa Jawa sebagai bahasa yang berlaku sebagai bahasa resmi dan bahasa percakapan sehari-hari pada saat serat ini digubah.

Kang (yang) tumiba (berkedudukan) marang nistha (rendah), tuwin (serta) kang (yang) tumibeng (berkedudukan) madya (sedang), lan (dan) kang (yang) tumiba (berkedudukan) utama (utama). Yang jatuh pada kedudukan rendah, serta yang berkedudukan sedang, dan yang berkedudukan utama.

Dalam bahasa Jawa ada aturan unggah-ungguh yang harus dimengerti benar bagi penuturnya. Ada tiga tingkatan pokok, yakni bercakap kepada yang lebih rendah, bercakap kepada yang sederajat dan bercakap kepada yang lebih tinggi. Rendah atau tinggi di sini bisa berarti usia atau pangkat dan kedudukan seseorang. Untuk yang terakhir ini sudah ada aturan khusu kepangkatan sosial yang diatur dalam pergaulan dan tatacara yang berlaku saat itu.

Maka sesuai dengan tinggi rendah lawan bicara ada bahasa khusus bagi mereka, yakni basa ngoko yang digunakan kepada yang lebih rendah. Krama madya digunakan kepada yang sederajat, dalam hal ini bisa juga dipakai ngoko alus jika sudah akrab dan saling mengenal dekat. Dan krama inggil digunakan kepada yang berderajat lebih tinggi.

Iku (itu semua) sira (engkau) takokena (tanyakanlah), marang (kepada) kang (yang) para (para) sujanma (orang pintar, cendekia), miwah (serta) mring (kepada) wong (orang) tuwatuwa (tua-tua). Itu semua tanyakanlah, kepada yang sudah pintar, serta kepada orang-orang tua.

Itu semua pelajarilah kepada para orang pintar, maupun kepada orang-orang tua yang sudah banyak pengalaman. Jika tidak kita pelajari tentang hal itu kita takkan mengetahui penerapannya masing-masing, akibatnya kita salah dalam menerapkan. Akan tampak janggal dan kurang sopan bagi yang mendengar, terlihat menggelikan. Kita akan dianggap sebagai orang yang tak mengerti unggah-ungguh, alias dianggap orang tak terdidik.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2017/12/13/kajian-wulangreh-260-tatakrama-miwah-basa/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...