Translate

Rabu, 04 September 2024

Babad Tanah Jawi (177): Raden Pringgalaya mendapat tugas menghancurkan pasukan Cina yang berbaris di Yogya

Di istana Kartasura Sang Raja memanggil para wadana. Raden Pringgalaya sudah menghadap di depan.

Berkata Sang Raja kepada Pringgalaya, “Katakan, siapa yang layak untuk mendampingimu menyerang musuh di Yogya?”

Raden Pringgalaya kerepotan menjawab. Yang membuat repot karena Sang Raja belum menunjuknya secara resmi sebagai patih sehingga kurang nyaman bila dia memerintah punggawa lain.

Raden Pringgalaya kemudian berkata kepada Raden Mlayakusuma, “Dinda Mlayakusuma, bagaimana pendapat Anda? Siapa yang pantas ikut keYogya?”

Belum menjawab Mlayakusuma keburu Sang Raja marah kepada Pringgalaya, “Aku bertanya kepadamu mengapa engkau tidak menjawab. Dia tidak aku tanya. Kamu ini ditanya malah merepotkan. Tidak di hutan tidak di kota, kamu selalu begitu.”

Raden Pringgalaya tertunduk. Wajahnya terbenam ke tanah sambil menangis. Semua punggawa yang menghadap merasa takkan punya hidup lagi. Mereka semua lalu diperintahkan segera keluar. Sore harinya Ki Adipati Wirareja datang ke rumah Raden Arya Pringgalaya untuk menghibur hatinya yang galau setelah mendapat marah dari Sang Raja. Setelah reda kesedihan Pringgalaya, Ki Adipati pulang ke rumahnya. Pagi harinya, Kapten Hohendorff menghadap Sang Raja di istana.

Berkata Kapten Hohendorff, “Kalau paduka berkenan, perintahkan saja si Pringgalaya, tak usah ditanya siapa yang akan mendampinginya.”

Sang Raja berkata, “Aku ingin Pringgalaya ditemani para bupati mancanagara dan wadana luar semuanya. Dan juga di Panji Tohjaya.”

Kapten berkata, “Baiklah paduka, tapi segeralah paduka keluarkan perintah.”

Kapten segera keluar dari istana. Sang Raja kemudian memanggil para bupati mancanagara dan para wadana. Adipati Suradiningrat ketika itu berada di Kalibendha. Sebab berada di Kalibendha karena saat Kumendur datang ke Kartasura menurut kabar pasukan Cina datang dari Kedu dan berbaris di Jethak. Maka pasukan Adipati Suradiningrat kemudian menghadang di Kalibendha.

Para bupati mancanagara dan wadana yang dipanggil sudah datang menghadap. Juga Raden Arya Pringgalaya.

Sang Raja berkata, “Hai Pringgalaya. Engkau berangkatlah menyerang musuh di Yogya. Adapun seluruh pasukanku dari mancanagara dipimpin Dinda Pangeran Mangkunagara akan ikut denganmu. Juga si Panji Tohjaya ikut sebagai wakilku. Dan para mantri dari Surabaya semua juga ikut.”

Semua yang ditunjuk menyatakan siap. Semua lalu diperintahkan segera keluar untuk melaksanakan tugas. Setelah semua siap pasukan Kartasura berangkat di bawah pimpinan Arya Pringgalaya. Singkat cerita mereka sudah sampai di Gondhang. Pasukan Raden Arya Pringgalaya lalu berhenti untuk menata barisan.

Raden Arya Pringgalaya lalu mengirim prajurit sandi untuk menelisik keberadaan musuh. Setelah posisi musuh diketahui prajurit sandi melapor kepada Raden Pringgalaya di markas Gondhang. Musuh sudah diketahui letaknya, yakni di Yogya. Raja mereka Raden Mas Garendi juga berada di situ dengan pengawalan prajurit Cina. Psukan Cina yang berada di Kedu sudah bergabung ke Yogya. Adapun pasukan Jawa yang menjadi prajurit garis depan adalah prajurit Sarageni dengan pimpinan Secaranu. Ada juga panekar bernama Bobos dan Blegadhug. Demikian laporan prajurit sandi.

Raden Pringgalaya segera memerintahkan kepada para panekar dan punggawa Kartasura untuk waspada. Juga kepada Pangeran Madiun dan para panekarnya diminta hati-hati. Raden Pringgalaya berencana memajukan pasukan ke Kemalon, di sebelah barat Gondang. Setelah semua siap pasukan Pringgala bergerak meninggalkan Gondang. Pasukan Pringgalaya sangat banyak sampai memenuhi sepanjang jalan. Yang menjadi pasukan garis depan adalah prajurit dari Surabaya dan Madiun. Mereka sangat bersemangat, tak sabar untuk berjumpa dengan musuh.

Tidak lama kemudian pasukan Pringgalaya sudah sampai di Kemalon. Musuh sudah terlihat menghadang. Pertempuran pun pecah. Kedua pasukan saling tembak. Dari atas kuda pasukan Surabaya dan Madiun menerjang musuh dengan berani. Mereka menerjang dan menyusup ke barisan musuh lalu mengamuk. Salah seorang lurah prajurit Cina bernama Ki Secaranu tewas. Kepalanya langsung dipenggal. Panekarnya yang bernama Blegadhug dan Bobos juga meregang nyawa. Pasukan Cina sudah bubar berlarian. Tiga kepala musuh sudah dikirim ke Kartasura.

Pasukan Raden Pringgalaya tak berhenti. Mereka terus bergerak maju menuju Prambanan. Pasukan Pringgalaya kemudian membuat markas di pinggir timur sungai Umpak. Musuh dari Mataram lalu datang dan menembaki dari barat sungai. Pasukan Kartasura membalas serangan dengan tembakan serupa. Kedua pasukan saling tembak dari seberang sungai. Pasukan Cina dengan berani menyeberang ke timur sungai. Pasukan Kartasura merasa ngeri, lalu melarikan diri. Pasukan Cina tak berhenti mengejar. Pasukan Pringgalaya kemudian mundur kembali ke Gondang. Dari Gondang Raden Pringgalaya mengirim utusan ke Kartasura untuk memberitahukan Kapten Hohendorff bahwa prajuritnya telah kalah. Tidak lama kemudian pasukan Cina datang mengejar ke Gondang. Pringgalaya lari lagi ke timur.

Sementara itu di Kartasura, utusan pertama Pringgalaya yang membawa tiga kepala telah sampai. Pukul lima mereka menemui Kapten Hohendorff.

Berkata si utusan, “Kedatangan saya diutus saudara tuan Raden Pringgalaya. Raden Pringgalaya telah menang perang. Pasukan Cina di Mataram banyak yang tewas. Tiga mantri tertangkap dan dipenggal kepalanya. Namanya Secadirana, Bobos dan Blagadhug. Ini kepala mereka.”

Hohendorff kemudian membawa tiga kepala ke hadapan Sang Raja. Sang Raja sangat gembira mendengar berita kemenangan Pringgalaya. Sang Raja kemudian keluar dari pintu dan menemui utusan.

Kepada si utusan Sang Raja bertanya, “Itu kepala siapa?”

Si utusan berkata, “Ini kepala Bobos, Secaranu dan Blagadhug.”

Sang Raja berkata, “Itulah nasib orang yang celaka. Pasti pendek umurnya.”

Sang Raja kemudian melanjutkan pertanyaan, “Apakah si Wirajaya terlihat di peperangan?”

Si utusan berkata, “Tidak terlihat, paduka.”

Sang Raja berkata, “Baik kalau bisa menangkap si Wirajaya.”

Tiga kepala diperintahkan untuk dipanjar di jembatan utara pasar besar. Sang Raja kemudian masuk ke dalam puri dan Kapten Hohendorff segera keluar dari istana. Sesampai di pondokannya, selepas waktu Maghrib datang lagi utusan Pringgalaya. Kali ini membawa kabar yang berbeda; Pringgalaya kalah dalam perang di Prambanan. Musuh Cina terus mengejar. Pringgalaya kini mundur ke Gondang.

Kapten Hohendorff waspada, segera menyuruh agar para pasukan berhati-hati. Berita yang baru saja diterima segera dilaporkan kepada Sang Raja. Sang Raja gugup dan segera mengundang para prajurit. Bakda Isya’ para prajurit sudah berkumpul, terdiri para magang. Sang Raja lalu memberi mereka bekal uang  masing-masing satu kantong. Juga diberikan senjata berupa lembing secara merata. Para prajurit magang lalu disuruh keluar ke Pamagangan untuk berjaga-jaga.

Sementara itu, Raden Pringgalaya yang lari dari Gondong di waktu senja terbirit-birit menuju Piji. Tengah malam Raden Pringgalaya sampai di Piji. Pringgalaya kemudian mengutus Ranggasupatra dari Baki untuk melapor ke Kartasura. Malam itu juga utusan berangkat. Namun serdadu Kumpeni yang berjaga di Kartasura tidak suka kalau Ranggasupatra masuk. Ki Rangga lalu menghilang.

Merasa bahwa pasukan Cina takkan mengejar sampai di Piji, Pringgalaya menyuruh prajuritnya menyediakan balai-balai untuk tidur. Di Piji Pringgalaya hanya ditemani Ki Wiradigda dan Ki Anggapati serta sepuluh orang prajurit. Baru saja Arya Pringgalaya berbaring mendadak datang pasukan Cina. Kedatangan mereka sambil menembak dengan senapan dan kalantaka. Raden Pringgalaya gugup dan segera ngacir dengan kudanya. Tombaknya ditinggal begitu saja. Ketika sampai di Tambak baru teringat kalau tombaknya ketinggalan. Ki Wiradigda kemudian disuruh mengambil. Bergegas Ki Wiradigda kembali. Tombak ditemukan masih ditempat semula. Wiradigda mengambilnya dan segera ngacir. Pasukan Cina melihat ada yang datang. Mereka pun mengejar. Tidak lama pasukan Cina berhasil menyusul Pringgalaya dan kawan-kawan. Pasukan Cina segera memberondong dengan tembakan. Raden Pringgalaya ketakutan, merasa bahwa dirinya akan mati. Wiradigda mengulurkan tombak dan segera diraih oleh Raden Pringgalaya. Dalam hati Raden Pringgalaya memuji keberanian Wiradigda. Mereka terus berlari. Yang dituju adalah alun-alun Kartasura. Namun lagi-lagi mereka ditolak masuk oleh serdadu Kumpeni yang berjaga. Pringgalaya dan Wiradigda kemudian memutar ke utara. Serdadu Kumpeni yang menjaga pintu utara pun menolaknya.

Ki Wiradiga berkata, “Kyai, itu penjaga bilang siapapun yang masuk akan ditombak karena ini masih malam.”

Pringgalaya lalu mengajak Wiradigda pulang ke rumahnya. Rumah Pringgalaya ditemukan dalam keadaan kosong. Seluruh penghuhinya telah mengungsi karena mendengar kabar Pringgalaya kalah.

Sementara itu pasukan Cina yang mengejar Pringgalaya telah mencapai kota Kartasura. Mereka bermaksud nekad menyerang kota. Yang dituju adalah pintu gerbang selatan yang dijaga pasukan Kumpeni Makasar pimpinan Daeng Mabelah. Ketika mereka melihat musuh datang segera mereka mengintai. Semua sudah bersenjata, tetapi bersembunyi. Ketika pasukan Cina telah dekat segera mereka keluar dan mengobral tembakan. Pasukan Cina kewalahan dan mundur. Mereka kebingungan mencari tempat aman. Semula ke barat lalu berbelok ke utara menuju Kasurabayan. Pasukan Kumpeni tidak mengejar, hanya menembak mereka dengan tiktak. Pasukan Cina berbelok sambil berlindung ke belakang masjid agung.

Pasukan Cina nekad menyerang kota karena mengira tak ada lagi Kumpeni di Kartasura. Mereka mendengar kalau Tuan Kumendur telah kembali ke Semarang. Mereka kira pasukan Kumpeni ikut kembali juga. Juga mereka kira Sang Raja pergi ke Semarang bersama Kumendur. Maka mereka berani menyerang keraton. Ketika mereka mendapati Kumpeni menghadang dengan serangan tiktak mereka pun mengurungkan serangan. Pasukan Cina kemudian mundur dan berhenti di Piji.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/16/babad-tanah-jawi-177-raden-pringgalaya-mendapat-tugas-menghancurkan-pasukan-cina-yang-berbaris-di-yogya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...