Translate

Rabu, 04 September 2024

Babad Tanah Jawi (178): Perjalanan hidup Raden Mas Suryakusuma putra Pangeran Arya Mangkunagara

Alkisah, Pangeran Arya Mangkunagara yang dibuang ke Sri Lanka meninggalkan tiga putra di Kartasura. Yang tertua bernama Raden Suryakusuma. Dua adiknya bernama Raden Martakusuma dan Raden Wiryakusuma. Ketiganya sekarang sudah menginjak usia dewasa. Ketika pasukan Cina menduduki Kartasura Raden Suryakusuma ikut mengungsi ke Laroh, di desa Kamantenan. Bersama kedua adiknya Raden Suryakusuma bermaksud menyusul Sang Raja ke Ponorogo. Mereka akan berangkat bersama pengasuhnya yang bernama Wiradiwangsa. Namun mereka disusul oleh utusan dari Pangeran Buminata. Oleh Pangeran Buminata ketiganya disuruh kembali ke Kartasura. Pangeran Buminata juga menyuruh orang-orang Laroh dibawa serta. Sejumlah empat ratus orang kemudian berangkat ke Kartasura. Di Kartasura mereka magang di tempat Pangeran Buminata. Setelah berada di Kartasura beberapa waktu Raden Suryakusuma bertemu Ki Natapraja dan Ki Nataprana.

Ki Natapraja dan Ki Nataprana berkata, “Raden, Anda ini sangat ditunggu-tungguh oleh Ki Mangunoneng yang sekarang menjadi Adipati Pati. Ki Adipati sangat mengharap kedatangan Anda bertiga karena hendak membalas kebaikan ayah paduka dahulu. Beliau juga merasa sayang kalau Anda bertiga telantar. Raden Adipati merasa tidak enak hati kalau Anda belum mapan.”

Raden Suryakusuma lalu berembug dengan pengasuhnya Ki Wiradiwangsa. Karena statusnya masih magang sehingga kesulitan untuk makan dan juga tergiur perkataan Demang Nataprana, Raden Suryakusuma dan kedua adiknya lalu berpamitan kepada Pangeran Buminata. Pangeran Buminata sangat mencegahnya.

“Anakku, jangan engkau pergi. Ketahuilah anakku, aku akan diangkat sebagai patih,” kata Pangeran Buminata.

Raden Suryakusuma tetap memaksa pergi. Mereka lalu menemui Adipati Mangunoneng. Mangunoneng memberi janji-janji agar hati Raden Suryakusuma bersaudara merasa nyaman. Mangunoneng kemudian melaporkan kepada Sang Prabu Kuning. Raden Suryakusuma lalu ditempatkan bersama para magang yang lain. Namun sampai beberapa lama nasib Raden Suryakusuma tak kunjung membaik. Hal itu membuat Raden Suryakusuma bermaksud menyusul Sang Raja kembali. Namun setiap akan pergi sang nenek Ratu Kadipaten selalu mencegahnya.

Sang nenek selalu jatuh dan meratap, “Hai Wiradiwangsa, jangan engkau turuti keinginan tuanmu. Bagaimana aku nanti kalau kalian tinggalkan.”

Sampai empat kali Raden Suryakusuma terpaksa mengurungkan langkahnya karena dicegah oleh sang nenek. Kemudian sang nenek jatuh sakit dan Raden Suryakusuma harus tinggal di Kartasura untuk jangka waktu lama. Sampai akhirnya Kartasura ditaklukkan pasukan Madura. Raden Suryakusuma dan keluarga lalu mengungsi ke Lungge dan bermaksud terus ke Mataram. Namun sang nenek Ratu Kadipaten mencegahnya. Sang nenek menyuruhnya untuk tetap berada di Lungge. Akhirnya pasukan Madura menemukan mereka dan dengan tipu daya berhasil membawa mereka ke Kartasura. Pasukan Madura lalu merampas semua milik mereka. Hanya tinggal satu keris dan satu pakaian yang dimiliki Raden Suryakusuma. Keris itu bernama si Wadhudhak. Kedua adiknya malah tak punya keris sama sekali. Lalu ada orang Madura merasa kasihan dan memberinya keris kualitas jelek. Tidak lama kemudian Tuan Kumendur dan pasukan Kumpeni datang bersama Kapten Hohendorff. Orang Madura diusir dari Kartasura. Raden Suryakusuma mendapat tinggalan barang orang Madura berupa seekor kuda dan seekor sapi serta empat anak wayang. Sapi kemudian dijual laku tujuh seka[1]. Uang lalu dibelikan peralatan kuda dan tombak serta kain lurik.

Raden Suryakusuma lalu menuju Kasurabratan dan menemui Raden Arya Pringgalaya. Kedua adiknya tak ketinggalan. Raden Suryakusuma mengajukan permintaan kepada Sang Raja -yang saat itu masih memakai nama Panembahan Brawijaya- untuk mengelola desa Laroh seluas empat ratus karya. Sebagai gantinya Raden Suryakusuma sanggup melaksanakan perintah Sang Raja, disuruh berperang ke Gondang pun mau.

Raden Pringgalaya berkata, “Raden, sekarang aku tak punya kuasa. Lebih baik kalian menemui kakek kalian Ki Wirareja. Dia yang sekarang menjadi patih dan punya wewenang untuk mengajukan kepada Sang Raja.”

Raden Suryakusuma lalu menemui Ki Wirareja di pondokannya. Ketika itu Ki Wirareja sedang tidur. Raden Suryakusuma menunggu sampai Ki Wirareja bangun. Setelah bangun Ki Wirareja berkenan menerimanya. Raden Suryakusuma lalu mengutarakan seperti apa yang dikatakan kepada Pringgalaya.

Berkata Kyai Wirareja, “Kalian ini sebaiknya menghadap dulu kepada paman kalian Sang Panembahan. Dan kalau kalian meminta desa Laroh, mustahil diberikan.”

Karena kecewa, tanpa pamit Raden Suryakusuma undur diri dari hadapan Ki Wirareja. Raden Suryakusuma lalu menemui Raden Arya Mandura. Ketika Sang Panembahan Brawijaya kembali bertahta, Raden Suryakusuma diusir oleh Bagus Jaya. Kemudian ada peristiwa yang membuat Raden Suryakusuma nekad pergi dari Kartasura.

Sebelumnya sang nenek selalu mencegah kepergian Raden Suryakusuma. Namun tiba-tiba datang utusan Raja bernama Katakate untuk mengambil empat anak wayang pemberian orang Madura dulu. Suryakusuma menjadi ketakutan dan bergegas pergi pada malam harinya. Sang nenek pun tak mampu mencegah mereka lagi. Peristiwa itu terjadi bersamaan saat Raden Pringgalaya dikejar oleh pasukan Cina dari Prambanan. Orang-orang Cina menyerbu Kartasura di malam hari sehingga membuat geger penduduk kota. Saat itu dimanfaatkan oleh Raden Suryakusuma untuk pergi ke luar Kartasura bersama Raden Martakusuma. Mereka ke arah barat menuju Karuben. Adapun sang adik termuda Raden Wiryakusuma terpisah tidak mengikuti sang kakak. Sang adik pergi menuju selatan.

[1] Seka, satuan mata uang senilai setengah rupiah.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/17/babad-tanah-jawi-178-perjalanan-hidup-raden-mas-suryakusuma-putra-pangeran-arya-mangkunagara/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...