Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (71): Pasukan Trunajaya bersiap menyerang kotaraja Mataram

 Sementara itu dari Sampang Trunajaya mengirim pasukan ke Mataram dengan pimpinan seorang prajurit pemberani bernama Dhandhang Wacana. Melalui Jipang menuju Jagaraga, pasukan mancanegara berbondong-bondong dipimpin Dhandhang Wacana. Pasukan Madura ulahnya menakutkan. Negeri Pajang yang mencoba melawan tak kuasa menahan gerak laju pasukan Madura. Negeri Pajang sudah dikuasai, orang-orang takut kepada pasukan Madura yang sepak terjangnya seperti banteng mengamuk.

Dhandhang Wacana mencapai Kajoran dan menemui Panembahan Rama dan berbaris di Kajoran. Mereka telah menaklukkan wilayah yang dilewati sejak dari Jipang. Warung, Grobogan, Blora, Japan dan Jagaraga. Juga Magetan, Madiun dan Ponorogo serta Kaduwang telah takluk.

Sang Raja Amangkurat di Mataram mendapat laporan bahwa pasukan Trunajaya telah menguasai Pajang. Panembahan Kajoran telah bergabung dengan pasukan Madura dan menggelar barisan di Kajoran. Sang Raja sangat murka, segera menggelar pertemuan dengan para punggawa. Pangeran Adipati, Pangeran Singasari, Pangeran Martasana, Pangeran Puger, Pangeran Balitar, Pangeran Pringgalaya, Raden Wirasari, Wiratmeja dan Wiramanggala telah hadir di hadapan Sang Raja.

Berkata Sang Raja, “Engkau pergilah ke Kajoran menjadi wakilku untuk menyelesaikan pemberontakan Panembahan Rama. Kalau mereka sudah kalah semua orang Kajoran bawalah ke Mataram. Anakku Puger dan Singasari ikutlah. Juga Dinda Pringgalaya, Ki Balitar dan Mangunnagara kalian ikutlah. Segera pukul tanda perang dan berangkatlah sekarang.”

Yang disuruh menyembah dan segera keluar melaksanakan tugas. Sisa pasukan Mataram dikerahkan semua ke Kajoran. Gerakan pasukan Mataram terlihat seperti gelombang samudera. Sepanjang jalan penuh dengan pasukan Mataram sampai meluber ke desa-desa sekitar jalan. Laju pasukan Mataram sudah sampai di Taji, kurang dari seperjalanan sudah mencapai Kajoran.

Sementara itu di Kajoran, Panembahan Rama sudah menata barisan. Pasukan Sampang dipimpin Dhandhang Wacana yang pemberani dan menakutkan. Semua pasukan sudah bersiap menahan serangan pasukan Mataram. Tidak lama kemudian pasukan Mataram telah tiba. Terdengar bende ditabuh menggema di angkasa dan suara sorak-sorai para prajurit. Panembahan Rama sudah bersiap dengan persenjataan lengkap. Tidak lama kemudian pertempuran pun pecah.

Pasukan Mataram menyerang dengan berondongan senapan. Kalah jumlah pasukan Madura, terlihat mulai terdesak. Pasukan Mataram terus mengalir dari belakang. Orang-orang Kajoran turun membantu ke medan perang. Tetapi berapa jumlah mereka, takkan mampu menahan serang penuh yang dilancarkan pasukan Mataram. Pasukan Madura terus terdesak. Perlahan pasukan Madura mundur. Beruntung mereka diselamatkan malam.

Pada malam harinya Panembahan Rama dan Dhandhang Wacana berunding menentukan langkah berikutnya. Mengingat pasukan Mataram terlalu banyak dan mustahil dilawan, mereka sepakat untuk terus mundur ke timur bergabung dengan pasukan Trunajaya di Surabaya. Malam itu juga mereka lolos meninggalkan Kajoran. Perjalanan mereka tergesa-gesa sehingga banyak anggota pasukan tercecer di jalan. Paginya pasukan Mataram mendapati Kajoran telah kosong. Mereka segera menjarah seisi desa. Sisa orang Kajoran yang tinggal semua dibawa ke Mataram. Setelah itu pasukan Mataram kembali ke kotaraja.

Di lain pihak pasukan Madura terus ke timur menuju Surabaya. Panembahan sudah berkumpul dengan sang putra. Trunajaya suka hati menyambut kedatangan sang mertua.

Tahun telah berganti tanpa ada perang besar. Trunajaya sudah menguasai wilayah timur pulau Jawa. Trunajaya ingin memindahkan kotaraja ke Kediri. Semua punggawa sepakat dan segera melaksanakan pembangunan kotaraja baru.  Setelah selesai pasukan Trunajaya dipindahkan ke Kediri. Di Surabaya ditempatkan kerabat dari Madura dan sejumlah pasukan untuk berjaga-jaga.

Setelah mapan di Kediri Trunajaya dan Kraeng Galengsong sepakat untuk segera menyerang Mataram. Menurut mereka Mataram dalam keadaan lemah dan pasti banyak terjadi perpecahan sehingga saat sekarang adalah waktu yang tepat untuk menyerang. Trunajaya segera menyiapkan pasukan. Perjalanan mereka ke Mataram dibagi dua. Satu bagian melewati Semarang, lalu ke Pingit dan menuju Tarayem. Pasukan yang melalui Semarang dipimpin Ki Wangsaprana. Satu bagian lagi melewati Grompol lalu menuju Pajang, dipimpin Mangkuyuda dari Madura dan Daeng Marewa serta Busung Marnung dari Makasar.

Pasukan di timur telah melewati Grompol dan bersiap menyeberang bengawan menuju Pajang. Orang-orang Pajang geger mendengar akan kedatangan musuh. Mereka mengungsi ke barat mencari selamat. Orang Madura pimpinan Mangkuyuda telah menyeberang bengawan di Semanggi dan segera menuju Pajang. Para kepala desa di Pajang sedianya hendak melawan, tetapi begitu pasukan Madura dan Makasar datang mereka dilibas tanpa daya. Banyak orang desa mengungsi ke Mataram atau ke gunung-gunung. Tak perlu waktu lama Pajang telah dikuasai.

Di Pajang pasukan Madura dan Makasar menata barisan. Dhandhang Wacana menjadi pimpinan pasukan garis depan karena sudah berpengalaman di Pajang dulu. Yang menempati sayap Arya Mandalika dan para pemuka pasukan Makasar seperti Daeng Marewa,  Daeng Makinci, Busung Marnung dan Daeng Mabelah. Sepanjang perjalanan pasukan Madura berbuat rusuh dengan menjarah. Desa-desa kegegeran, semua penduduknya mengungsi. Perilaku pasukan Madura seperti Iblis. Setiap bertemu lelaki dibunuh dan para perempuannya ditawan. Harta-harta dirampas, rumah-rumah dibakar. Perjalanan pasukan Madura sudah sampai di Taji. Mereka kemudian berhenti dan membuat markas di Taji. 

Sementara itu pasukan Madura yang melalui jalan barat telah sampai di Tarayem. Pimpinan pasukan Ki Wangsaprana memerintahkan pasukan berhenti dan membuat markas di Tarayem.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/08/babad-tanah-jawi-71-mataram-diserang-pasukan-trunajaya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...