Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (72): Sunan Amangkurat meninggalkan keraton, Mataram dikuasai pasukan Trunajaya

 Di Mataram Sang Prabu Amangkurat bersiap menghadapi kedatangan musuh. Para punggawa dan kerabat telah hadir di bangsal Pancaniti dengan segala perabotan perang. Putra tertua Pangeran Adipati Mataram hendak turun gelanggang bersama sang adik Pangeran Puger, Pangeran Singasari dan Pangeran Martasana. Para tumenggung juga sudah bersiap dengan perlengkapan perang. Semua sudah berpamitan kepada Sang Raja hendak berangkat.

Pangeran Adipati naik kuda diiringi para prajurit. Tiga ribu Numbakanyar menjadi pasukan garis depan beserta prajurit Bumija dan Panumping. Persenjataan dari Mataram tak terhitung banyaknya. Pakaian prajurit yang berwarna-warni tampak seperti hamparan bunga.

Sementara itu pasukan Madura di Tarayem dan Taji telah bersiap menggempur Mataram. Dari Tarayem Ki Wangsaprana telah membawa pasukannya bergerak ke Pajarakan. Sedang dari Taji pasukan Dhandhang Wacana sudah mencapai Talagawana. Pasukan Madura bergerak menakutkan.

Pasukan Mataram dan Madura telah bertemu di Kalianjir, pertempuran pun pecah. Di Telagawana juga telah terjadi pertempuran antara kedua kubu. Pasukan Makasar dan Madura mengamuk tanpa takut. Kali ini jumlah mereka berimbang karena semua pasukan Madura dan Makasar telah dikerahkan. Sudah kehendak Tuhan Yang Maha Kuasa, pasukan Mataram terdesak dan kalah. Lagi-lagi mental pasukan Mataram jatuh melihat sepak terjang orang Madura. Para panglima yang terdiri dari putra-putra Sang Raja hatinya mirip perempuan, takut mati di medan perang. Gelar pasukan Mataram hancur berantakan. Para prajurit tidak tertata dengan baik. Banyak dari mereka kebingungan karena tidak ada komandan yang bisa mengatur. Semua ciut hati melawan sepak terjang orang Madura yang menakutkan. Akibatnya mereka bertempur tanpa komando dan terus-menerus didesak musuh.

Di kedua front Pajarakan dan Talagawana pasukan Mataram dipukul mundur. Ki Tumenggung Mangkuyuda sebagai panglima besar pasukan Madura memerintahkan agar pasukan Madura terus mendesak musuh hingga ke kotaraja. Di wilayah yang telah dikuasai pasukan Madura membakar rumah sebagai tanda kemenangan. Melihat kepulan asap di sepanjang jalan orang Mataram semakin ciut hatinya.

Di kotaraja Mataram Sang Raja sudah menangkap isyarat dari Tuhan Yang Maha Kuasa bahwa kekuasaannya sudah menjelang habis waktunya. Segala upaya yang dikerahkan mandul tanpa hasil. Ini adalah isyarat agar Sang Raja mundur. Sang Raja berkehendak meninggalkan istana, lengser dari keraton Mataram. Usia kerajaan Mataram sudah seratus tahun, usia yang tua untuk sebuah kerajaan besar.

Sang Raja mengumpulkan para penghuni istana. Para istri dan selir disuruh bersiap untuk meninggalkan istana. Pada malam Ahad, tanggal delapan belas Sapar, tahun Be, mangsa karo, Sang Raja meninggalkan istana. Peristiwa ini ditandai dengan sengkalan: sirna ilang rasane ingkang bumi[1]. Tidak dapat digambarkan bagaimana polahnya para wanita penghuni istana ketika harus meninggalkan istana. Istana yang selama ini merupakan tempat paling aman dan nyaman, sudah tak lagi dapat melindungi mereka. Karena berangkat dengan tergesa-gesa banyak anak-anak mereka tercecer di jalan. Hendak mencari takut ketinggalan rombongan, akhirnya ditinggalkan begitu saja. Hampir-hampir seperti kiamat datang, setiap orang hanya memikirkan keselamatan dirinya.

Sang Raja yang berada di depan rombongan dengan naik gajah sudah menyeberang sungai Progo. Rombongan pengungsi terus ke barat. Para putra dan kerabat serta punggawa di belakang mengikuti ke manapun Sang Raja pergi. Belum tahu tempat mana yang akan dituju.

Sementara itu pasukan Madura telah masuk kotaraja. Mereka tak menemukan Sang Raja. Sisa-sia penghuni istana ditawan dan dijadikan boyongan. Harta benda dijarah. Polah para prajurit Madura seperti orang gila. Setelah menang perang mereka makin menjadi-jadi.

Ki Tumenggung Mangkuyuda sudah mendengar kalau Raja Amangkurat lari ke barat. Ki Mangkuyuda menunjuk Dhandang Wacana untuk mengejar yang Sang Raja yang lari. Dengan membawa prajurit Sampang dan Makasar Dhandhang Wadana berangkat. Di sepanjang jalan mereka berhasil menangkap rombongan pengungsi yang tercecer. Tanpa ampun mereka langsung dibunuh, hartanya dirampas dan istrinya diperkosa. Suasana di sepanjang jalan mencekam. Sementara itu Ki Mangkuyuda sudah berhasil sepenuhnya menguasai kotaraja.


[1] 18 Sapar 1600 A.J


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/08/09/babad-tanah-jawi-72-sunan-amangkurat-meninggalkan-keraton-mataram-dikuasai-pasukan-trunajaya/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...