Translate

Jumat, 20 September 2024

Babad Tanah Jawi (108): Adipati Wiranagara (Untung Surapati) meninggal dunia

 Perang antara pasukan Adipati Wiranagara dan pasukan gabungan Kumpeni-Madura sudah berlalu empat puluh hari. Setelah terkena tembakan peluru emas Adipati Wiranagara jatuh sakit. Seminggu setelah sakit sang adipati mengumpulkan para putra dan kerabat. Di hadapan para putra dan kerabat Adipati Wiranagara memberi pesan-pesan.

Berkata Sang Adipati, “Semua anak dan kerabatku, ketahuilah bahwa sudah kehendak Tuhan aku akan segera dipanggil menghadap. Kalian tinggallah baik-baik menjaga bumi Pasuruan. Para putraku semua aku kutuk kalian tak menemui selamat kalau kalian berbaikan dengan Kumpeni. Semua keturunanku jangan menemui selamat bila berbuat demikian. Dan lagi jika aku mati, kuburanku ratakan dengan tanah. Jangan ditinggikan atau diberi nisan agar si kafir tidak mengetahui letaknya.”

Setelah selesai memberi pesan, Adipati Wiranagara menghembuskan nafas terakhir. Para istri dan anak-anak menangisi kepergiannya. Jenazah Adipati Wiranagara kemudian dimakamkan dengan rata tanah, tidak memakai nisan seperti pesan beliau. Sepeninggal Adipati Wiranagara putra tertua Raden Brahim menggantikan kedudukannya sebagai adipati dengan tetap memakai nama Adipati Wiranagara. Selain Brahim putra Adipati Wiranagara bernama Raden Surapati dan adiknya lagi bernama Suradigdaya. Namun watak Raden Adipati Brahim kurang baik, tega berbuat rusuh kepada para ibu tiri. Maka hilang sudah kesaktiannya.

Kita tinggalkan dulu yang terjadi di Pasuruan. Di Kartasura keadaan negeri berjalan seperti dulu lagi. Rakyat nyaman hatinya dan hidup sejahtera. Sang Raja memerintah dengan adil dan murah hati. Hadiahnya mengalir kepada para punggawa, wataknya pemaaaf dan berbelas kasih kepada fakir-miskin. Sang Raja tak putus memberi hadiah kepada para prajurit besar atau kecil, sehingga mereka semakin bertambah kesetiaannya. Tahun telah berganti, Sang Raja memerintahkan kepada para bupati untuk kembali menyerang Pasuruan

Komisaris Kenol sudah membawa serdadu Kumpeni dan segenap punggawa pesisir sudah datang ke Kartasura. Mereka telah bersiap perang. Pasukan dari Kedu dan Pagelen bertindak menjadi pembawa barang, pasukan dari Jepara bertugas mensuplai pangan. Pasukan Madura dan Surabaya menjadi andalan perang. Pangeran Purubaya menjadi panglima perang dengan membawa separuh pasukan Kartasura melalui jalan tengah. Sesampai di Wirasaba pasukan Kartasura bertemu dengan pasukan Panembahan Madura dan Adipati Surabaya. Mereka lalu bermarkas di sana.

Di Kediri Sunan Amangkurat Mas mendengar pasukan Kartasura sudah berbaris di Wirasaba. Sunan Mas gugup dan mengungsi ke arah tenggara menuju Dhungul. Pasukan Kartasura sudah menyeberang bengawan Kediri. Mereka menemukan Kediri sudah ditinggalkan Sunan Mas. Pasukan Kartasura kemudian bergerak dari Wirasaba dan sesampai di Carat lalu membuat markas. Di Carat mereka berhenti agak lama karena Adipati Sujanapura menderita sakit parah. Sujanapura kemudian berpamitan pulang ke Kartasura. Baru sampai di Jepara, Sujanapura meninggal dunia.

Sementara itu para putra mendiang Adipati Wiranagara, yakni Raden Surapati dan Raden Suradilaga, menghadap kepada Sang Raja Amangkurat Mas di Dhungul dengan membawa seribu prajurit. Sesampai di Dhungul kedua putra Wiranagara menyembah.

Raden Surapati berkata, “Paduka, izinkan hamba menghadapi musuh yang baru datang. Agar mereka tak meneruskan penyerangan.”

Sang Raja Amangkurat Mas berkata pelan, “Baiklah, segera berangkatlah.”

Dua putra Sang Raja diperintahkan ikut serta, yakni Pangeran Mangkunagara dan Mangkuningrat. Juga para mantri bawaan dari Kartasura yang masih setia. Mereka berangkat melalui Antang ke arah utara.

Sementara itu pasukan Pangeran Purubaya, Panembahan Madura dan Adipati Surabaya serta serdadu Kumpeni pimpinan Komisaris Kenol baru saja meninggalkan Carat. Di tengah jalan mereka disusul dari belakang oleh pasukan Raden Surapati dan Raden Suradilaga. Pasukan Pasusuran langsung mengamuk membabi-buta. Pasukan Kartasura berusaha menahan sekuat tenaga. Pangeran Purubaya yang memimpin pasukan dengan naik gajah memerintahkan agar pasukan terus berjalan sambil melawan musuh. Akhirnya Pasukan Pasuruan dapat ditahan dan mereka perlahan mundur. Pangeran Purubaya melanjutkan perjalanan dengan nyaman.

Raden Surapati dan Raden Suradilaga merasa pasukannya kalah tangguh dari pasukan Kartasura. Banyak prajuritnya tewas dalam penyergapan itu. Mereka kemudian kembali ke Pasuruan. Raja Amangkurat Mas sudah masuk kota Pasuruan dan bergabung dengan anak-anak mendiang Adipati Wiranagara. Mereka sepakat untuk bergabung melawan pasukan dari Kartasura. Tiga hari kemudian pasukan Kartasura di bawah pimpinan Pangeran Purubaya datang ke Pasuruan. Mereka rupanya mengikuti jalan pasukan Raden Surapati yang mundur ketika itu. Pasukan Pasuruan kaget ketika mendapati mereka telah terkepung. Adipati Wiranagara kemudian bersiap melakukan perlawanan di Sidagiri.

Pasukan Kumpeni melihat musuh hendak menghadapi, kemudian mereka bersiap menata pasukan. Pasukan Madura dan Surabaya menempati sayap kiri dan kanan. Pasukan Kumpeni menempati bagian dada. Meriam sudah disiapkan.

Segera Raden Surapati, Raden Suradilaga dan Adipati Wiranagara maju mengamuk. Pasukan Kumpeni menyongsong dengan tembakan senapan dan meriam secara bersamaan. Pasukan Pasuruan banyak yang tewas dan terluka oleh terjangan peluru. Panembahan Madura mendesak dari belakang bersama pasukan Surabaya yang menyerang dari kiri dan kanan. Pasukan Pasuruan bubar dan lari karena kalah jumlah. Mereka kemudian lari menuju tempat Raja Amangkurat Mas berada. Pangeran Purubaya terus mengejar dan masuk kota.

Di kota Pasuruan Komisaris Kenol berusaha mencari kuburan Adipati Wiranagara alias Untung Surapati. Setelah mencari ke sana-sini di pemakaman Komisaris tak kunjung menemukan. Komisaris merasa jengkel. Segera mengundang banyak orang dan membuat sayembara. Barangsiapa bisa menunjukkan kuburan Untung Surapati akan mendapat reyal yang banyak. Orang Pasuruan tergiur. Setelah menerima seratus reyal mereka menunjukkan letak kuburan Untung Surapati. Kuburannya ternyata rata sehingga sulit ditemukan. Kuburan Surapati lalu digali dan setelah jenazahnya diangkat ternyata berbau harum semerbak seperti bunga. Jenazah juga masih utuh seperti sedang tidur. Para serdadu Kumpeni merasa sangat heran.

Jenazah Untung Surapati lalu dibawa ke markas pasukan Kumpeni. Sesampai di markas didudukkan di atas kursi. Para Kumpeni menyalaminya satu persatu.

Mereka berkata, “Hai Surapati, sungguh perwira engkau. Sayang takdirmu menjadi musuh Kumpeni.”

Jenazah lalu diperintahkan untuk dibakar. Namun api tak mempan membakarnya. Jenazah masih utuh. Komisari sangat marah. Jenazah lalu disiram arak dan kemudian dibakar lagi dengan api yang lebih besar sehingga menjadi abu. Banyak serdadu Kumpeni mengambil abunya untuk jimat. Komisaris sangat gembira karena musuh besar mereka berhasil dibinasakan. Dendam kesumat sejak dulu berhasil dilampiaskan.

Komisaris lalu membuat Loji di Gembong. Setelah selesai lalu diberi meriam dan dijaga serdadu Kumpeni. Komisaris lalu pulang dengan kapal ke Semarang. Pangeran Purubaya pulang melalui jalan darat. Separuh serdadu Kumpeni ikut pulang ke Semarang dan separuhnya lagi mengawal perjalanan Pangeran Purubaya. Sedang pasukan Jawa separuh dibawa pulang dan separuhnya ditinggal di Pasuruan.

Pasukan Panembahan Madura juga bermaksud pulang kembali ke Sampang Madura. Sesampai di Kamal, sebuah desa di Madura Panembahan menderita sakit. Tak lama kemudian Panembahan wafat. Para putra menunggui wafatnya ayah mereka. Setelah jenazah dimandikan dan dikafani kemudian dibawa ke Sampang.

Pangeran Purubaya sudah sampai di Kartasura, segera masuk istana menghadap Sang Raja. Sang Raja sangat senang dengan hasil penugasan Pangeran Purubaya. Sang Raja kemudian memerintahkan kepada adik Pangeran Purubaya yang bernama Pangeran Balitar untuk menuntaskan misi ke Pasuruan. Pangeran Balitar segera berangkat dengan membawa pasukan berkuda dan sejumlah mantri andalan. Ngabei Wirasantika diperintahkan untuk mendampingi Pangeran Balitar. Yang pertama mereka tuju adalah kota Malang.

Di Pasuruan Adipati Wiranagara dan adik-adiknya sudah mendengar kalau musuh kembali datang. Adipati bersiap menyambut dengan mengerahkan seluruh pasukan. Dua patih Pasuruan Ngabei Lor dan Ngabei Kidul bersiap memimpin pasukan. Sudah bertemu kedua pasukan dan pecahlah pertempuran dahsyat. Kedua pasukan sama-sama berani. Dengan gelar emprit neba pasukan Pasuruan menerjang. Pasukan Kartasura menyambut dengan berondongan senapan. Banyak prajurit Pasuruan tewas dan terluka. Ngabei Lor dan Ngabei Kidul marah, kemudian bersama para mantri Pasuruan maju mengamuk. Dua belas mantri Pasuruan mengamuk seperti banteng terluka. Bunjaladriya, Bunjalapinatya, Bunjalalodra, Demang Lempung, Arya Jayaningrat, Ranggajaladri, Lembugadrug, Lembugiyeng, Lembuwanasrenggi dan Lembupothapathi.

Pangeran Balitar berseru, “Hai para mantri, semua terjunlah ke medan perang. Jangan hanya mengandalkan prajurit.”

Para mantri segera maju melawan mantri Pasuruan. Mereka tak gentar menghadapi amukan dua belas mantri Pasuruan. Para mantri Kartasura seperti raksasa mendapat daging. Semua dilibas tanpa ampun. Satu per satu punggawa Pasuruan tewas. Ngabei Lor tewas oleh Wirasantika. Ngabei Kidul menyusul. Juga Bunjaladriya mati, Bunjalapintya kepalanya terpenggal. Arya Jayaningrat tewas, Bunjalalodra berhasil ditenteng kepalanya. Lembuwanasrenggi tewas, Lembugadrug mati. Para mantri Kartasura berlumuran darah oleh para musuh yang mereka tewaskan. Pasukan Pasuruan hancur.

Raden Surapati hendak terjun mengamuk, dicegah oleh Sang Adipati. Para putra Untung Surapati memilih lari meninggalkan medan perang. Mereka masih punya tanggungan menyelamatkan Raja Amangkurat Mas. Bersama Sang Raja kemudian mereka lari ke Dhungul. Di Dhungul para pembantunya seperti kena bala’. Banyak dari mereka menderita sakit dan mati. Raja Amangkurat kemudian menuju Balitar. Semua punggawanya yang sakit sehat kembali. Para prajuritnya sudah tenang. Namun, negeri Pasuruan sudah takluk ke tangan pasukan Kartasura. Raja Amangkurat kemudian berunding bersama para mantri bagaimana rencana selanjutnya.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/09/14/babad-tanah-jawi-108-adipati-wiranagara-untung-surapati-meninggal-dunia/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...