Translate

Kamis, 19 September 2024

Babad Tanah Jawi (123): Pangeran Balitar atau Sultan Ibnu Mustapa wafat dan dimakamkan di Imogiri

 Mengulang cerita kejadian di Madiun. Setelah kekalahan Panembahan di Madiun dan pasukan Kartasura berhasil menduduki Madiun, ketika itu Adipati Mangkupraja pulang ke Kartasura dengan membawa Raden Ayu Rangga. Adipati Mangkupraja lalu meminta Raden Ayu Rangga dan sudah diberikan oleh Sang Raja. Tak diceritakan bagaimana mereka menikah, Adipati Mangkupraja kemudian membawa Raden Ayu Rangga pulang ke rumah Kamangkuprajan. Kangjeng Ratu Mas rupaya tak mau berpisah dengan sang nenek Raden Ayu Rangga. Sang Raja kemudian meminta Raden Ayu Rangga membawa serta Ratu Mas.

Berkata Sang Raja, “Kalau demikian bibi, cucu Anda itu bawalah saja. Tapi permintaanku baik-baiklah menjaganya. Karena aku ingin menjodohkan dia, bila beruntung, dengan cucu Anda si Sandeya.”

Ratu Mas lalu dibawa ke Kamangkuprajan. Pada hari itu Sabtu, di bulan Jumadilakhir. Sang Raja memberi kepada sang bibi hadiah berupa satu kodi kain berwarna rujak wuni. Kepada Ratu Mas juga diberikan kain setengah kodi sebagai paningset.

Sang Raja berkata, “Kain untuk Ratu Mas ini sebagai paningset dari cucu Anda si Sandeya.”

Dua punggawa kemudian disuruh mengantar sang bibi dan cucunya ke Kamangkuprajan. Dua punggawa itu bernama Raden Patra dan Demang Semangka. Kedua punggawa lalu diberi pesan agar melaksanakan perintah Sang Raja. Sesampai di Kamangkuprajan Ki Mangkupraja menyatakan kesanggupan. Namun Ki Mangkupraja mempunyai usul agar Ratu Mas diberikan kepada Pangeran Adipati Anom saja.

Ketika usul Mangkupraja disampaikan kepada Sang Raja, Sang Raja tak berkenan, “Aku tak ingin melakukan itu. Mengapa harus demikian. Sedangkan dulu sewaktu masih ikut si Purubaya sudah dijodohkan dengan si Sandeya.”

Dua bulan berlalu, di bulan Ruwah Ki Adipati Mangkupraja ditugaskan kembali menyerang Kediri. Sang Raja berharap si bibi yang telah menjadi istri Mangkupraja dan keberadaan Ratu Mas di rumah Mangkupraja dapat melunakkan hati Panembahan Purubaya untuk menyerah. Adipati Mangkupraja lalu berangkat ke Kediri, pasukan pesisir tak ketinggalan. Perjalanan Adipati Mangkupraja sudah sampai di Jatisari dan bermalam di sana. Paginya segera meneruskan perjalanan sampai di Madiun. Ketika Adipati Mangkupraja sampai di Madiun Panembahan Purubaya sudah meninggalkan Kediri ke Jatiwadung. Ki Adipati Mangkupraja bergegas menuju Kediri. Bupati Kediri yang dulu lari ke Kartasura sudah digantikan oleh Katawengan. Sebab diganti karena si pengganti sanggup mengejar larinya Panembahan Purubaya dan Sultan Ibnu Mustapa.

Panembahan Purubaya pada saat itu berada di Jatiwadung. Dan pasukan Sultan Ibnu Mustapa di Malang. Adipati Mangkupraja kemudian menuju ke Jatiwadung. Setelah berhadapan dengan pasukan Panembahan Purubaya sang adipati lalu mengirim surat kepada Panembahan. Isi suratnya berupa bujukan agar Panembahan kembali ke Kartasura.

“Sang Raja memanggil paduka ke Kartasura. Anda jangan ikut-ikutan kepada keburukan. Saya diutus memanggil Anda dengan membawa putra Anda Ratu Mas,” bunyi surat Mangkupraja.

Panembahan Purubaya membalas surat Mangkupraja, “Bagaimana aku bisa meninggalkan Dinda Pangeran Balitar. Kalau ada belas kasih Kanda Raja, segera berikan kepadaku cucumu Ratu Mas. Kalau cucumu tak mau berpisah dengan neneknya, terserah kepada Kanda Raja. Dia itu juga putra Kanda Raja.”

Adipati Mangkupraja kemudian mengerahkan pasukan Kartasura menuju Campalajajar. Pasukan dari mancanagara dan pesisir semua berangkat. Sedangkan Kyai Mangkupraja tetap berada di Jatiwadung bersama pasukan Kumpeni. Punggawa yang berangkat ke Campalajajar adalah Ki Mangkuyuda dan adiknya Ki Natayuda, Ki Kanduruan, Demang Sawakul, Surantani, Surantaka. Suragarjita dan Suradigdaya. Juga para bupati pesisir dan Pangeran Mangkubumi. Pasukan Kartasura kemudian dihadapi oleh Pangeran Arya. Waktu senja mereka datang, semalaman terjadi perang sampai besok paginya. Saat menjelang ashar pasukan Kumpeni datang membantu dibawah pimpinan Kapten Tonar. Pangeran Arya mundur. Malam menjelang dan perang berhenti. Dalam perang itu punggawa Kartasura yang tewas adalah Demang Surantaka, Demang Sawakul dan Suradigdaya. Banyak pula prajurit kecil yang tewas.

Tuan Admiral dan Adipati Mangkupraja kemudian menuju Malang, tempat Sultan Ibnu Mustapa berada. Waktu itu Sultan sudah mundur ke Rebab. Kumpeni terus mengejar tapi kehilangan jejak. Sebab tak terlacak karena Sultan menyusuri aliran sungai. Mereka menuju arah selatan mengungsi ke gunung Palelean.

Pasukan Kartasura lalu menuju Lebak. Di Lebak inilah mereka mendapat musibah. Prajurit Kartasura menderita sakit muntah dan diare sehingga banyak yang tewas. Adipati Mangkuprja juga menderita sakit parah. Pasukan Kartasura dan Kumpeni kemudian dibagi dua. Setengahnya dibawa ke Malang dan setengahnya membuat markas di Rejeni, di kaki gunung Palelean.

Waktu itu Raden Sindureja akan mandi di sungai Rejeni bersama sang putra yang bernama Mas Gembolo.

Raden Sindureja berkata kepada anaknya, “Hai Gembolo, lihatlah barangkali ada musuh datang.”

Mas Gembolo menyuruh pembantunya untuk naik ke pohon pinang. Sesampai di atas pohon si pembantu melihat ada pasukan Kumpeni bersama Pangeran Cakraningrat. Pasukan itu melihat ada orang memanjat pohon, menjadi curiga. Mereka kemudian mendekat tempat si bocah yang memanjat. Si bocah melihat kalau dikejar segera turun dari pohon. Namun belum sempat lari yang mengejar sudah sampai. Raden Sindureja dan anaknya pun ditangkap. Raden Sindureja dipenggal kepalanya. Adapun Mas Gembolo ditawan oleh pasukan Cakraningrat dan diserahkan kepada Adipati Mangkupraja yang sedang sakit.

Adipati Mangkupraja bertanya, “Mengapa bisa tertangkap, sedang apa mereka?”

Para prajurit menjawab, “Mereka sedang mandi.”

Adipati Mangkupraja berkata, “Aku minta jangan lama-lama, biarkan aku segera mati.”

Tiga hari kemudian Ki Mangkupraja tewas. Punggawa yang juga sakit adalah Raden Arya Pringgalaya, sudah parah sakitnya. Ada seorang abdi perempuan Sultan Ibnu Mustapa yang datang, namanya Mbok Panjangjiwa. Suaminya sudah tewas ketika perang di Campalajajar. Mbok Panjangjiwa melapor kepada Raden Pringgalaya kalau Sultan Ibnu Mustapa sudah pergi ke Blambangan. Pasukan Kumpeni lalu dikerahkan ke Pasuruan. Pangeran Sampang yang menyertai mereka.

Raden Pringgalaya kemudian mundur ke Wirasaba. Mereka membawa Kangjeng Ratu Mas dan Raden Ayu Rangga dan jenazah Adipati Mangkupraja untuk dipulangkan ke kartasura. Adapun yang mengantarkan adalah Pangeran Mangkubumi, Arya Randegan dan Surantani. Sesampai di Kartasura mereka dipanggil masuk ke dalam istana. Namun Ratu Mas sangat meminta agar diizinkan berada di Kamangkuprajan.

Sementara itu di gunung Palelean, Sultan Ibnu Mustapa menderita sakit parah. Panembahan Purubaya ingin sang adik dibawa ke Lumajang, tetapi Sultan tidak mau. Akhirnya Sultan ditinggal ke Lumajang oleh Panembahan Purubaya. Adapun punggawa yang ditinggal untuk berjaga adalah Ki Garwakanda dan Tumenggung Jayabrata. Setelah beberapa waktu berpisah dengan sang kakak, sakit Sultan Ibnu Mustapa semakin parah dan wafat. Ki Jayabrata kemudian memberi tahu kepada Raden Pringgalaya yang berada di Wirasaba. Raden Pringgalaya kemudian mengirim utusan memberi tahu kepada Sang Raja di kartasura bahwa sang adik telah wafat di gunung Palelean.

Sang Raja berkata, “Jangan dibawa pulang jenazah Dinda Balitar. Kuburkan saja di gunung Sari.”

Setelah mendapat perintah Sang Raja Raden Pringgalaya kemudian mengirim utusan untuk melapor kepada Tuan Admiral.

Tuan Admiral berkata, “Kalau seperti itu perintah Sang Raja, jenazahnya bawa ke sini. Aku tak rela kalau dikuburkan di sembarang tempat. Biar aku yang membawa pulang melalui Semarang.”

Utusan segera memberi tahu kehendak Tuan Admiral kepada Raden Pringgalaya. Lalu datang Ki Garwakanda dan Tumenggung Jayabrata membawa jenazah Sultan Ibnu Mustapa dan para istri. Jenazah segera dibawa ke Kediri dan diteruskan ke Pasuruan. Adapun yang mengawal adalah Arya Pulangjiwa, Rangga Tohjiwa dan Suryarini. Setelah sampai di Pasuruan jenazah diserahkan kepada Kumpeni dan Pangeran Cakraningrat. Tuan Admiral kemudian membawa pulang ke Kartasura. Sesampai di Kartasura jenazah dibawa ke Loji Kumpeni. Datang perintah dari Sang Raja agar jenazah langsung dibawa ke Imogiri.

Perintah Sang Raja, “Teruskan ke Imogiri, kuburkan dekat dengan kuburan ayahanda karena dia dahulu putra kesayangan ayahanda Raja.”

Jenazah segera dibawa ke Imogiri dan dikuburkan oleh Tumenggung Jayabrata dan Ki Garwakanda. Setelah selesai putra Ki Garwakanda ditikam ramai-ramai dan tewas. Tak lama kemudian Raden Pringgalaya sampai di Kartasura bersama seluruh pasukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...