Translate

Kamis, 19 September 2024

Babad Tanah Jawi (126): Raden Berahim anak Untung Surapati menuntut balas para saudaranya yang terkena tipudaya Kumpeni

 Sementara itu di Pasuruan, Raden Berahim saudara dari Surapati yang sedang berada di Dumpul mendengar kalau sang kakak telah diperdaya Kumpeni. Sangat marah Raden Berahim sehingga turun dari Dumpul ke desa-desa di Pasuruan. Raden Berahim menjarah orang-orang desa dan merampas harta mereka. Pasukan Raden Berahim sudah besar, banyak wilayah di Pasuruan sudah tunduk.

Sang Raja yang telah mendapat laporan ulah Raden Berahim segera mengirim pasukan mancanagara untuk memukul. Sudah sampai di Malang dan terlibat pertempuran dengan pasukan Raden Berahim. Pasukan Raden Berahim terdesak dan lari ke hutan. Pasukan mancanagara lalu membakar markas Raden Berahim di Dumpul, lalu kembali ke Kartasura. Mereka melapor kalau perjalanannya tidak berhasil menangkap Raden Berahi. Peristiwa ini terjadi di bulan Maulud.

Setelah pasukan Kartasura pulang, Raden Berahim kembali beraksi. Kali ini menyerang Kediri. Penguasa Kediri Ki Demang Ranuhita tak mampu bertahan.

Kita tinggalkan dulu Raden Berahim. Di Kartasura Sang Raja mengirim utusan ke Semarang untuk meminta sang putra Raden Mas Lindu. Adapun putri Panembahan Purubaya yang ditinggal di Semarang, Sang Raja tak berkenan merawatnya. Raja memerintahkan agar anak perempuan Panembahan Purubaya tersebut disusulkan ayahnya ke Betawi. Sang Raja bersikeras meminta putranya yang dibawa Panembahan Purubaya, Raden Mas Lindu. Admiral lalu mengirim utusan ke Betawi untuk meminta Raden Mas Lindu. Tidak lama kemudian utusan sudah kembali dengan membawa Raden Mas Lindu. Setelah sampai di Semarang Raden Mas Lindu segera dibawa ke Kartasura. Tidak lama berselang putri Panembahan Purubaya disusulkan ke Betawi. Panembahan sangat gembira atas kedatangan sang putri.

Kembali ke ulah Raden Berahim yang kembali membuat rusuh di Kediri. Ketika itu ulah Raden Berahim sudah dilaporkan kepada Patih Danureja. Sang Raja sedang melawat ke Mataram sehingga Ki Patih tak dapat segera melaporkan. Ki Patih segera mengumpulkan para pasukannya dan menanyakan kesanggupan mereka melawan Raden Berahim. Namun tak satupun punggawa Danurejan yang berani.

Ki Patih berkata, “Sutayuda, mengapa semua kawanmu takut melawan Berahim. Tinggal dirimu sekarang, apakah engkau berani?”

Ki Sutayuda berkata, “Berani. Tapi soal menang sungguh menjadi kehendak Tuhan. Saya tak bisa memastikan. Hanya meminta agar pasukan mancanagara saya bawa.”

Ki Patih berkata, “Terserah padamu. Aku turuti.”

Ki Patih segera mengirim utusan untuk memberi tahu Sang Raja yang sedang melawat ke Mataram. Tak lama datang utusan dari Kediri yang memberi tahu bahwa Raden Berahim sudah pulang ke Malang. Hanya tujuh hari saja di Kediri.

Sementara itu Sang Raja sedang berada di bekas keraton lama di Mataram. Sultan Ibnu Mustapa dulu memberi nama Kartasari. Tempat itu kemudian diganti nama menjadi Madeganda. Mendadak utusan Ki Patih datang melapor kalau negeri Kediri kedatangan musuh, anak si Untung Surapati. Sang Raja segera kembali ke Kartasura. Sesampai di Kartasura Sang Raja mendapat laporan kalau Demang Kediri tidak sanggup melawan musuh. Raden Berahim berhasil menguasai Kediri selama tujuh hari dan sekarang telah kembali ke Malang. Demang Ranuhita kemudian dipanggil ke Kartasura dan jabatannya dicopot. Sebagai pengganti ditunjuk Ki Samaradana. Setelah satu tahun berlalu Sang Raja memerintahkan segenap pasukan mancanagara utnuk menyerang Malang. Punggawa pesisir yang ditunjuk memimpin pasukan mancanagara adalah Ki Tumenggung Gresik, Ngabei Tohjaya, Tumenggung Surabaya dan Tumenggung Sidayu. Pasukan mancanagara berangkat melalui Pasuruan. Raden Berahim menghadang musuh di desa Cempakamaling. Terjadi pertempuran sengit antara kedua pasukan. Prajurit mancanagara banyak yang tewas. Ngabei Tohjaya segera turun dari kuda dan maju ke medan perang beserta pasukannya. Tohjaya berhasil mendesak Raden Berahim. Raden Berahim lari menghilang. Pasukan Kartasura kembali pulang. Peristiwa ini ditandai dengan sengkalan tahun: lawang sakawan kawayang bumi[1]. Terjadi di bulan Jumadilawal, tahun Wawu. Setelah sampai di Kartasura para punggawa melapor bahwa mereka lagi-lagi gagal menangkap Raden Berahim.

Sementara itu di Pati, Tumenggung Mangunoneng berpulang. Separuh negeri Pati kemudian diberikan kepada anaknya. Separuh lagi diberikan kepada adik Ki Rangga Kaliwunggu yang bernama Suramenggala.

Masih di tahun yang sama terjadi pemberontakan di malam hari oleh orang Nusatembini. Mereka sudah sampai di Pacikeran. Ketika ditanya oleh penjaga mereka menjawab berasal dari Nusatembini dan hendak menjadi raja berkeraton di Kartasura. Pada saat itu punggawa yang piket adalah Tumenggung Mangunnagara. Tumenggung menemui mereka lalu dibawa menghadap Ki Patih. Setelah berhadapan mereka mengatakan besok akan menjadi raja di Kartasura. Sekarang waktunya tanggung, sudah malam.

Ki Patih lalu berkata kepada Sutayuda agar memanggil pasukannya. Sutayuda tanggap dan memanggil pasukan Kadanurejan. Setelah lengkap mereka menunggu di luar bersama orang Trunasura. Ki Sutayuda mendekat bersama prajurit Trunasura dan setelah berhadapan segera mereka menubruk si bakal pemberontak. Ada tiga puluh orang yang tertangkap oleh prajurit Trunasura.

Pada waktu pagi hari diambil tujuh orang dari Nusatembini itu lalu diadu melawan macan. Mereka hanya diberi senjatan pentung pendek sebesar gagang tombak. Si macan dipentung dengan tongkat pendek itu. Ajaib si macan tak berani melawan dan lari. Sang Raja sangat suka melihat pertunjukkan itu. Si tetua pemberontak yang bernama Upagati lalu dipanggil dan segera dibunuh bersama tujuh orang lainnya. Selain tujuh orang itu, semua dibebaskan dan disuruh pulang. Setelah kejadian itu Sang Raja bercengkerama ke Butuh sekalian berziarah.


[1] Sengkalan: lawang sakawan kawayang bumi (1649 J). 


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/10/02/babad-tanah-jawi-126-raden-berahim-anak-untung-surapati-menuntut-balas-para-saudaranya-yang-terkena-tipudaya-kumpeni/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...