Translate

Jumat, 13 September 2024

Babad Tanah Jawi (149): pasukan Kumpeni di Kartasura bertempur melawan prajurit Jawa

Malam itu Tumenggung Jayasudirga bermimpi buruk. Pagi hari terasa olehnya badannya lesu. Ki Tumenggung Jayasudirga berpesan kepada para istri dan anak-anak agar baik-baik selama ditinggal. Ki Tumenggung Natayuda juga semalaman tidak tidur. Sudah mendapat firasat sejak malam. Maka selalu bertafakur. Pagi hari badannya pun lesu karena kurang tidur.

Ki Patih di pagi itu sudah keluar di balai pertemuan menemui tiga punggawa. Mereka sudah diberi pesan-pesan dan segera berangkat. Pasukan garis depan terdiri dari mantri Sewu dan Numbakanyar. Pasukan dari Banyumas berada di belakang. Seperti bunga yang berwarna-warni pakaian para prajurit yang berjajar. Ada seratusan prajurit Jayantaka, lalu disambung prajurit Jayamanggala. Di belakangnya prajurit Jayengastra, Narantaka, Jayenglatri, Tampagembung, Tanparaga, Secanirbaya dan Secanirmala. Lalu di belakangnya lagi menyambung prajurit Jayaprusa dan Kapetengan yang bersenjata karabin dan tombak pendek. Di belakang lagi prajurit mancanagara di bawah pimpinan Suradilaga. Mangunoneng memimpin prajurit Kapetengan. Semua lurah prajurit diberi pesan agar hati-hati.

Prajurit Sewu dan Numbakanyar sudah sampai di depan Loji, lalu berbelok ke barat sampai di Kawiragunan. Tiga punggawa lalu masuk ke dalam Loji, diikuti para mantri, panemu dan kaliwon. Adapun pasukan Kapatihan, mereka berhenti di depan Loji di sebelah timur pohon beringin.

Tiga punggawa yang masuk ke Loji telah bertemu dengan Kapten Langpel. Tumenggung Mangunnagara, Tumenggung Jayasudirga dan Tumenggung Yudanagara dan seorang kaliwon bernama Mangunyuda sudah duduk di dalam Loji. Bersama mereka juga telah hadir Ki Sutayuda dan Gunawangsa dari Kapatihan.

Ki Sutayuda berkata, “Saya menyampaikan salam dari Ki Patih. Pasukan tiga punggawa yang sudah bersiap di sepanjang jalan ini akan diperbantukan ke Salatiga. Namun mereka masih menunggu mantri Kalang dan Gowong yang belum datang.”

Kapten Langpel berkata, “Terima kasih, nanti kalau kedua mantri sudah datang segeralah menemui saya. Saya ingin melihat seluruh pasukan yang akan memukul orang Cina di Ambarawa.”

Ki Mangunnagara berkata, “Dik Sutayuda, coba engkau periksa apakah pasukan dari Gowong dan Kalang sudah datang.”

Ki Sutayuda keluar dari Loji dan bertanya kepada lurah Jayantaka si Goplem.

Si Goplem menjawab, “Belum datang Mantri Gowong dan Mantri Kalang.”

Ki Sutayuda kembali ke Loji dan melapor kepada Kapten, “Mereka belum datang Tuan.”

Sambil menunggu para punggawa dan mantri kembali meneruskan berbincang dengan Kapten.

Sementara itu di keraton, para punggawa dalam sedang menyiapkan pasukan mereka. Para mantri keparak berjejal di Sitinggil dengan senjata yang disamarkan agar tak terlihat. Ki Tumenggung Natayuda dan Wirajaya sudah bersiap di Sitinggil. Juga Ki Tumenggung Tirtawiguna dan Wirareja. Semua menjaga pintu. Sementara di dalam Ki Tumenggung Rajaniti semalaman sudah mencicil membobol dinding.

Di Loji, Kapten dan para punggawa sudah lama menunggu datangnya Mantri Kalang dan Mantri Gowong.

Kapten bertanya lagi, “Apakah sudah datang Mantri Kalang dan Mantri Gowong?”

Ki Sutayuda keluar lagi untuk memeriksa. Tak lama kemudian masuk lagi dan melaporkan bahwa yang ditunggu telah datang.

Ki Tumenggung Mangunnagara dan Jayasudirga berkata, “Tuan, orang Kalang dan Gowong sudah datang. Bagaimana kehendak Tuan?”

Kapten berkata, “Saya ingin bertemu. Saya akan bersalaman dan mengajak minum arak, meski hanya segelas.”

Ki Sutayuda baru keluar memeriksa dua kali. Sementara itu lurah Jayantaka merasa bahwa Ki Sutayuda telah keluar Loji tiga kali. Dia kemudian melaksanakan rencana. Seorang serdadu Kumpeni di Baturwringin ditembak, tapi meleset. Si Kumpeni lari menuju Koji. Suara tembakan terdengar dari Loji, Kapten Langpel kaget.

Berkata Langpel, “Itu suara tembakan apa?”

Ki Sutayuda dan Gunawangsa segera menghunus keris dan bersiap menikam Kapten Langpel. Kapten melompat dan mengambil kursi untuk menangkis sambil menyuruh menutup pintu. Kapten berhasil naik ke loteng dan memanggil budak yang sedang berada di kamar. Jumlah mereka dua puluh orang dan sudah bersiap dengan senjata pedang dan pisau. Mereka segera turun menahan para mantri dan punggawa yang berada di Loji. Karena tempatnya sempit mereka bertarung acak-acakan. Tiga punggawa sudah menghunus keris, tapi tak bisa leluasa bergerak. Para budak sudah menerjang dan membuat keadaan di dalam Loji menjadi kacau. Kumpeni yang berada di loteng langsung menembak ke arah prajurit Jawa. Banyak prajurit yang tewas terkena tembakan. Surayuda dan Wirakusuma bermaksud merebut pintu dan membukanya, tapi langkah mereka tertahan derasnya tembakan. Sementara tiga punggawa dan para mantri yang berada di Loji tak mampu membalas karena terus diberondong dari loteng. Serdadu yang berada di loteng leluasa membantai mereka. Tumenggung Jayasudirga terluka, Tumenggung Mangunnagara sudah dipukul dengan gagang senapan. Ki Tumenggung Yudanagara Banyumas berhasil lari keluar Loji dan menerjang barikade geranggang. Sekujur tubuhnya remuk tertusuk geranggang. Sedangkan dua punggawa yang masih tertinggal di dalam Loji, Ki Mangunnagara dan Ki Jayasudirga beserta para mantri tewas semuanya. Pasukan yang berada di luar pun telah habis. Banyak yang tertembak atau lari menyelamatkan diri.

 Sementara itu di Sitinggil, Tumenggung Natayuda dan Wirajaya mendengar suara tembakan.

Berkata Ki Natayuda, “Ayo segera bekerja! Gebyok sebelah barat Sitinggil itu robohkanlah.”

Segera gebyok dirobohkan. Dari arah Sitinggil mereka bisa leluasa menembak. Prajurit Sarageni segera memberondong Loji dengan tembakan.

Di selatan Loji Ki Tumenggung Rajaniti sudah selesai membobol tembok. Dari pagar bata mereka kemudian naik ke Loji. Seorang mantri bernama Demang Kondur masuk dan mengamuk. Tak lama Demang Kondur tewas. Teman-teman yang berada di belakangnya tak tahan melihatnya, lalu kembali turun dari pagar. Pasukan Kumpeni kemudian mengamuk dan merangsek ke Sitinggil. Mereka pun leluasa lewat karen gebyok penghalang telah roboh. Para prajurit yang berada di Sitinggil bubar berlarian. Tumenggung Natayuda sudah bertekad mati sahid, maka tak hirau dengan derasnya tembakan. Natayuda tetap di tempatnya bersama dua mantri keparak, Ngabei Jasonta dan Ngabei Asmaradana. Tumenggung Natayuda tertembak dadanya dan tewas di tempat. Ngabei Asmaradana dan Ngabei Jasonta hendak membalas tapi segera dibidik senapan. Asmaradana terkena peluru di lambung kanan dan tewas. Ngabei Jasonta terluka kepalanya, juga tewas. Seorang anaknya hendak membalas, namanya Jayadirana. Dia mempertahankan jenazah ayahnya. Serdadu Kumpeni berhasil menembaknya dan tewas seketika. Pasukan Kartasura yang berada di Sitinggil telah bubar berlarian. Kumpeni terus merangsek dan memberi isyarat agar serdadu dari Loji keluar. Mereka kemudian bergerak menuju alun-alun.

Di lain tempat, Tumenggung Wirajaya yang sedang membawa pasukan keparak di selatan Pamacanan melihat pasukan Kumpeni keluar menuju Loji utara. Ki Tumenggung memerintahkan pasukannya mengejar. Ketika terkejar mereka ditembaki dari belakang. Dua serdadu Kumpeni berhasil ditangkap. Namun mereka keburu sampai di Loji utara dan bergabung dengan pasukan Kumpeni yang lain.

Sementara itu para kerabat gugup dan lari meninggalkan peralatan perangnya karena mereka terlambat mengetahui duduk perkaranya. Mereka kelabakan lari ke timur tanpa tahu apa yang terjadi.

Di Kapatihan, Ki Patih mendengar suara tembakan. Segera Ki Patih memakai pakaian perang dan membawa pasukannya menuju ke paseban. Semua sisa pasukan segera dibawa untuk membantu yang sedang bertempur.

Berkata Raden Patih, “Hai Surajaya, segera suruh bocahmu membantu yang sedang bertempur. Jangan sampai ada yang tertinggal.”

Sesampai di luar mereka mendapati Ki Surayuda berlari. Ketika melihat Ki Patih Surayuda mencium kaki dan menangis.

“Duh Tuan, celaka. Rancana abdi paduka terbongkar duluan sebelum masuk ke Loji. Si Paman Mangunnagara telah tewas. Jayasurdirga dan para mantri yang berada di dalam Loji juga sudah ditumpas Kumpeni. Abdi paduka yang akan membantu tak dapat masuk karena didahului Kumpeni. Abdi paduka si Goplem gegabah. Belum sampai pada isyarat yang disepakati si Goplem sudah menembak seorang Kumpeni. Namun tembakannya meleset dan yang ditembak lari melapor ke Loji. Kumpeni langsung menutup pintu dan menembak dari dalam. Tuan, pulanglah dulu jangan diteruskan. Kita sudah kalah. Silakan dirundingkan lagi. Kalaupun hendak menolong ibarat laron masuk ke dalam api.”

Ki Patih mendengar laporan Surayuda seketika marah. Kalau sampai melihat Goplem, akan aku bunuh sendiri, kata Ki Patih. Ki Patih lalu kembali ke Kepatihan.

Sementara itu di Loji, para punggawa dan mantri yang tewas diambil kerisnya dan diserahkan kepada Kapten. Mayat-mayat mereka segera dibuang ke sungai. Meriam di Loji terus berdentum mengusir pasukan Jawa yang mendekat.

Ki Patih memerintahkan kepada semua punggawa agar mengepung Loji. Ki Patih lalu menghadap Sang Raja di dalam istana.

Sang Raja tersenyum, “Paman, bagaimana pekerjaanmu? Mengapa gagal dan membahayakan negeri.”

Ki Patih menyembah, “Saya serahkan hidup mati kepada paduka.”

Sang Raja tertawa.

Ki Patih melanjutkan, “Ada abdi paduka yang gila. Belum sampai pada isyarat yang disepakati sudah menembak duluan. Pasukan yang dipersiapkan menyerang Loji belum ada yang masuk. Baru para punggawa dan mantri yang masuk.”

Sang Raja berkata dengan sedih, “Ya sudah Paman. Semua sudah terjadi. Sekarang engkau kirim utusan ke Martapura. Bocah Martalulut bawalah serta. Mintalah kembali Kanda Wiramenggala dari Kapten Singseh. Maksudmu untuk memberi tanda kepada pasukan Cina sudah terlaksana.”

Ki Patih berkata, “Paduka saya mohon abdi paduka yang berbaris di Salatiga dipanggil pulang. Dan juga si Mlayakusuma yang sedang mengejar Pangeran Wiramenggala.”

Sang Raja berkata, “Baiklah, semua Paman panggil pulang.”

Ki Patih menyembah dan menyatakan kesiapan, lalu segera beranjak keluar istana. Sesampai di luar segera mengirim utusan ke Semarang. Utusan yang berangkat membawa serta Ki Arya Dikara. Singkat cerita utusan sudah sampai di pondokan Kapten Singseh dan menyampaikan perintah Sang Raja meminta Pangeran Wiramenggala. Juga disampaikan bahwa Loji Kartasura sudah dikepung oleh pasukan Kartasura. Kapten Singseh sangat suka karena sekarang sudah terang bahwa Sang Raja berpihak kepadanya. Raden Martapura sangat gembira karena maksud hatinya telah tercapai.

Pangeran Wiramenggala dan para kerabatnya segera ditangkap. Keadaannya sungguh mengenaskan. Para wanita menangis tersedu-sedu. Raden Wiratmeja juga ikut ditangkap bersama sang uwak. Keduanya segera eksekusi sesuai perintah Sang Raja. Ki Arya Dikara yang melaksanakan dengan cara dicekik dengan tambang. Jenazahnya diperintahkan segera dimakamkan di gunung Pragota. Anak Pangeran Tepasana yang masih kecil, Raden Mas Garendi, tidak diserahkan oleh orang Cina. Juga Raden Mas Srada anak dari Raden Jayakusuma. Kedua anak itu kemudian diambil oleh Cik Mudhaetik. Cik Etik ingin merawatnya karena keadaannya sangat memprihatinkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...