Translate

Jumat, 13 September 2024

Babad Tanah Jawi (153): Dua gandek, Ki Surandriya dan Ki Wangsajaya ditawan pasukan Madura, lalu dibawa ke Betawi

Sementara itu, ketika pasukan Madura menaklukkan Tuban dan membunuh Tumenggung Suradiningrat, dua orang gandek dari Kartasura ditangkap. Mereka berdua tidak dibunuh, tetapi dibawa ke Madura dan ditempatkan di rumah Patih Mangundara. Sampai lama mereka tidak dipanggil. Setiap hari mereka dijamu dan dibuat nyaman hatinya. Perlakuan itu sengaja dilakukan atas perintah Adipati Cakraningrat agar keduanya dapat diminta informasi seputar istana Kartasura. Setelah keduanya merasa nyaman, Cakraningrat lalu memanggilnya.

Berkara Adipati Cakraningrat, “Aku bertanya kepada kalian, jawablah yang sebenarnya. Kalau bohong kalian aku bunuh. Siapa yang punya saran kepada Sang Raja agar memusuhi Kumpeni dan ikut-ikutan orang Cina? Apa itu kehendak Sang Raja sendiri?”

Kedua gandek berkata, “Yang kami tahu, semua itu atas saran Ki Patih. Para punggawa ikut saja siasat Ki Patih karena takut kalau kedudukannya digeser. Sebab itu Adipati Jayaningrat memilih mundur dari jabatannya dengan pura-pura sakit. Tumenggung Kartanagara juga lebih suka mati saja. Semua takut kepada Ki Patih.”

Adipati Cakraningrat sangat heran, lalu berseru, “Punggawa tanpa guna. Mengapa tak ada yang meminta pendapatku. Sunan Pakubuwana tidak pernah meninggalkan ayahku, sangatlah mempercayai dalam segala urusan. Mengapa sekarang mereka bertingkah, seolah mampu bekerja. Hanya mengandalkan banyaknya pasukan mustahil mengatasi masalah. Kalau aku ingin menyerang mereka, meski para wanita ikut perang, juga andai daun beringin pun menjadi prajurit, aku injak saja mampus. Orang Madura pernah mengangkat orang menjadi raja dan selalu mengatasi masalah di tanah Jawa.”

Kedua gandek berkata, “Paduka benar.”

Pangeran Cakraningrat berkata lagi, “Kalian akan aku berikan kepada Kapten Surabaya. Kalau kalian ditanya, jangan berubah jawaban kalian. Pasti kalian akan selamat. Walau nanti kalian dibawa ke Semarang atau ke Jakarta, jangan sampai jawaban kalian berubah.”

Kedua gandek sudah diberi hadiah lalu dibawa ke Surabaya. Utusan yang membawanya segera berangkat menyeberang laut menuju Surabaya. Sesampai di Surabaya utusan menemui Kapten Surabaya di Loji. Surat dari Cakraningrat sudah diserahkan. Kapten segera membaca surat dari Cakraningrat. Tampak heran si Kapten, lalu menanyai kedua gandek. Jawaban mereka sama dengan surat Cakraningrat. Gandek kemudian dibawa ke Semarang melalui jalan laut. Setelah sampai di Semarang kedua gandek dibawa menghadap Kumendur. Dua orang Komisaris dari Betawi turut hadir memeriksa, Komisaris Presel dan Komisaris Tilem. Surat dari Kapten Surabaya mereka baca berkali-kali. Mereka sangat heran dengan kenyataan yang sebenarnya. Namun mereka masih menyisakan harapan. Ternyata Sang Raja tidak begitu ingin bermusuhan dengan Kumpeni. Kalau benar apa yang dikatakan kedua gandek, Sang Raja hanya menuruti saran Ki Patih dan para punggawa yang telah dipengaruhi Ki Patih. Masih ada harapan untuk memperbaiki keadaan.

Kedua gandek kemudian dibawa ke Betawi oleh utusan dari Semarang. Surat dari Kumendur dan dua komisaris disertakan. Sesampai di Betawi surat segerah dihaturkan kepada Gubernur Jenderal. Setelah membaca surat dari Semarang Gubernur Jenderal mengumpulkan anggota Dewan Hindia untuk bersidang. Kedua gandek diperiksa kesaksiannya dengan teliti. Segenap anggota Dewan Hindia dan Gubernur Jenderal kini mengetahui bahwa Sang Raja Kartasura telah dipengaruhi oleh Ki Patih Natakusuma dan para punggawa untuk melawan Kumpeni. Gubernur mengelus dada, dalam hati menangis menyesalkan semua yang telah terjadi.

Kedua gandek kemudian dikirim lagi ke Semarang. Perintah Gubernur Jenderal kepada Kumendur Semarang, kedua gandek agar segera dibawa ke Kartasura dan kelak agar diserahkan kepada Sang Raja. Singkat cerita kedua gandek sudah sampai di Semarang dan ditempatkan di halaman belakang Loji Semarang.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/12/09/babad-tanah-jawi-153-dua-gandek-ki-surandriya-dan-ki-wangsajaya-ditawan-pasukan-madura-lalu-dibawa-ke-betawi/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...