Translate

Jumat, 13 September 2024

Babad Tanah Jawi (162): Raja Kartasura akan maju sendiri menghadapi pasukan Cina

 Sang Raja di dalam istana sudah bersiap turun ke medan perang. Di pendapa Sang Raja duduk di singgasana yang terletak di bangsal Pancaniti. Prajurit gedhong kaparak yang berada di istana untuk menjaga Sang Raja hanya tinggal prajurit Namengyuda, Suranata dan Sawojajar. Mereka dipimpin Ngabei Saradipa, Ki Bangsantaka dan Sarantaka. Pangeran Wijil memimpin para kaum dan haji, selalu dekat dengan Sang Raja. Pangeran Adipati telah memakai pakaian perang dan bersiap dengan pasukannya. Semua menunggu titah Sang Raja. Sang Raja memanggil Tumenggung Wirareja. Yang dipanggil segera mendekat.

Berkata Sang Raja, “Hai Wirareja, bagaimana kabar punggawa yang aku suruh menghadapi musuh?”

Tumenggung Wirareja berkata, “Tidak ada laporan dari medan perang. Namun banyak orang mengungsi dari barat. Menurut kabar para punggawa sudah lari, juga para kerabat paduka. Semua tak ada lagi yang tertinggal.”

Sang Raja berkata kepada Bangsantaka dan Bangsapatra, “Masih ada berapa prajurit yang tersisa?”

Keduanya menyembah, “Masih ada kira-kira seribu prajurit, paduka.”

Sang Raja berkata, “Kalau demikian, ayo kita hadapi pasukan Cina.”

Mendadak datang Ki Surawiguna dan Ki Dipayuda Pamreden. Mereka berdua melaporkan bahwa para kerabat sudah kalah, tak mampu melawan musuh. Sang Raja segera memerintahkan kepada Surawiguna dan Dipayuda untuk kembali menghadapi musuh. Keduanya menyembah dan segera keluar istana. Kali ini Sang Raja yang akan turun sendiri ke medan perang.

Sang Raja sudah bersiap. Dengan dikawal para prajurit dan para ulama Sang Raja keluar istana. Kyai Saradipa, Kyai Pangulu dan Pangeran Wijil tak jauh dari Sang Raja. Bangsantaka dan Bangsapatra selalu mengapit di kanan-kiri. Juga pasukan Sawojajar, Banjar Andhap, Panandhan dan Gamel disertai lurah prajurit Raden Suranagara. Semua sudah bersiap dengan senjata masing-masing. Sang Raja membawa tombak Kyai Plered. Ketika sampai pada anak tangga pintu istana Kyai Wirajaya datang dan memeluk kaki Sang Raja.

Sang Raja bertanya, “Hai Wirajaya, bagaimana perjalananmu?”

Ki Wirajaya berkata, “Menghaturkan celaka, paduka. Paduka keluar dari istana hendak ke mana?”

Berkata Sang Raja, “Aku akan memimpin pasukanku.”

Ki Wirajaya menyembah, “Paduka, tidak pernah ada sejak zaman kuno seorang raja memimpin perang.”

Sang Raja berkata setengah marah, “Apa maumu? Kalau aku tak keluar ke medan perang, sungguh kasihan para prajuritku.”

Sang Raja bertanya setengah marah karena ketika hari Jum’at kemarin, ketika pasukan Pringgalaya kalah di Ambuh, Sang Raja juga sudah bersiap perang. Sang Raja berkehendak keluar istana dan memimpin pasukan ke Mataram. Kala itu Wirajaya sangat mencegah kalau Sang Raja sampai keluar istana.

Waktu itu Wirajaya berkata, “Para kerabat paduka masih banyak, seperti Pangeran Ngabei Loring Pasar dan para adik paduka. Sepertinya mereka mampu menghadapi pasukan Cina.”

Sang Raja menuruti perkataan Wirajaya sehingga mengurungkan pergi dari istana di hari Jum’at. Hari Sabtu musuh datang dan para kerabat tak ada yang mampu melawan. Sekarang lagi-lagi Ki Wirajaya mencegah Sang Raja pergi. Maka Sang Raja sedikit marah.

Ki Wirajaya berkata, “Kalau paduka memaksa pergi, sebelumnya saya ingin menghadapi musuh dahulu. Saya minta abdi paduka kaparak untuk saya bawa menghadapi musuh.”

Sang Raja berkata, “Kamu bawa bocah kaparak segera.”

Ki Wirajaya menyembah menyatakan kesiapan.

Berkata Ki Wirajaya, “Paduka sebaiknya menempati bagian selatan, saya berada di utara.”

Sang Raja berkata, “Segera keluarlah, jangan jauh dari Surawiguna. Segeralah bergabung dengan Dipayuda yang sudah keluar duluan.”

Surawiguna sudah meminta pasukan kaparak. Sang Raja menyuruh agar tiga punggawa selalu bersama. Ki Wirajaya dan Ki Surawiguna keluar menuju Pagelaran. Pasukan keparak sudah bersiap dengan persenjataannya. Tak berapa lama pasukan kaparak diterjang pasukan Ki Wirareja yang berlarian dari barat. Ki Wirajaya dan Surawiguna ikut berlari menuju arah timur laut.

Melihat dua punggawa Wirareja bertanya, “Akan ke mana kalian, Kanda Wirajaya dan Nak Surawiguna?”

Keduanya menjawab, “Hendak menolong teman-teman kita.”

Ki Wirareja terus berlari jumpalitan masuk ke istana. Sesampai di istana dengan gugup menemui Sang Raja sampai lupa menyembah.

Sang Raja berkata, “Bagaimana hasil kalian menghadang musuh?”

Ki Wirareja berkata, “Paduka, di luar si Wirajaya dan Surawiguna sudah lari ke timur laut. Saya panggil tak mau kembali.”

Sang Raja menyuruh Wirareja kembali ke medan perang. Adipati Citrasoma diperintahkan untuk ikut serta. Sang Raja kemudian memerintahkan Bangsantaka untuk menata barisan di Sri Manganti. Tidak lama kemudian Bangsantaka melaporkan kalau pasukan sudah berbaris di luar.

Sang Raja berkata, “Panggil tukang kuda ke sini. Si Suranagara dan semua kudaku masukkan segera.”

Tukang kuda Suranagara sudah dipanggil. Kuda Sang Raja dan Pangeran Adipati sudah disiapkan. Tak lama kemudian Sutamenggala yang waktu kecil bernama Galempo, melaporkan bahwa Ki Wirareja dan Citrasoma sudah masuk kembali ke istana.

“Paduka, pasukan Cina sudah mendekat ke istana. Ada yang bergerak ke selatan, paduka,” kata si Galempo.

Ki Wirareja berdiri di hadadapan Sang Raja. Sang Raja kemudian berdiri di pelataran. Para putra sudah berada di depan Sang Raja.

Sang Raja berkata, “Sudah kehendak Tuhan. Sekarang bagaimana saranmu Wirareja?”

Ki Wirareja berkata sambil menangis, “Saya berserah keputusan paduka. Kalau paduka hendak maju perang saya akan berada di depan paduka. Kalau paduka menghindar saya akan berjaga di sini. Dan, kalau paduka hendak meloloskan diri saya akan mengawal paduka. Paduka, lebih baik meninggalkan istana menuju Mataram. Baik hidup atau mati, sudah dekat dengan Imogiri.”


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/12/27/babad-tanah-jawi-162-raja-kartasura-akan-maju-sendiri-menghadapi-pasukan-cina/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...