Translate

Jumat, 13 September 2024

Babad Tanah Jawi (164): Prabu Kuning menduduki keraton Kartasura

Sementara itu pasukan Cina sedang menjarah di istana Kartasura. Punggawa Prabu Kuning yang masih di belakang, Raden Martapura dan Adipati Pati Mangunoneng melihat ada orang membakar-bakar, lalu segera bergegas ke istana. Sang Prabu Kuning dikawal di sepanjang jalan. Ki Mangunoneng sampai duluan di isana bersama Martapura. Sudah mendapat laporan kalau para putra Sang Raja masih berada di istana bersama para istri dan Ratu Ibu, atau Kangjeng Ratu Ageng. Martapura dan Adipati Pati segera masuk ke dalam istana.

Di dalam keraton keduanya menemukan istana dalam keadaan sepi. Martapura lalu mencari ke pintu selatan. Di sana Martapura menemukan Ratu Ageng bersama sang cucu Ratu Kedaton. Keduanya lalu dibawa oleh Martapura dan diserahkan kepada Adipati Pati. Lalu ditemukan pula Ratu Maduretna dan Raden Ayu Kaluwak. Keduanya berada di pintu selatan. Mereka sudah ditempatkan bersama Ratu Ageng di tempat Adipati Pati Mangunoneng. Tiga hari kemudian ditemukan pula Raden Ajeng Uwuh Ngularan. Lalu diserahkan kepada Ki Mangunoneng. Juga seorang selir Sang Raja bernama Mas Ayu Pujawati. Kemudian Raden Ajeng Dewi juga ditemukan oleh Tumenggung Padmanagara. Lalu berturut-turut ditemukan Raden Ajeng Jabir dan Raden Ajeng Sarwa.

Sang Prabu Kuning kemudian menempati istana. Para istri Sang Raja Pakubuwan dan para putra disatukan tempatnya bersama Ratu Ageng. Lalu berturut-turut berhasil pula ditangkap para selir yang lain. Raden Ayu Andayasmara, Tiknawati, Surtikanthi, Smaraningsih. Tilarsih, Tiksnarengga, Renggasari, Andayawati, Retnasari, Wandhansari, Retnadi, Erawati, Andayaningsih. Mereka semua kemudian diserahkan kepada Prabu Kuning, lalu ditempatkan di keraton menempati dalem ageng. Raden Ayu Kilen juga ditemukan, dan saat itu sedang hamil tua.

Beberapa waktu kemudian Adipati Pati memerintahkan untuk mencari Raden Ayu Natakusuma, istri dari Ki Patih Natakusuma. Tidak lama kemudian berhasil ditemukan dan ditempatkan di kediaman Raden Natawijaya. Beserta keluarganya kemudian diserahkan kepada Raden Sutawijaya, salah seorang anak Ki Patih Natakusuma.

Sementara itu para kerabat Sang Raja, yakni para adik Raja, sudah mengungsi keluar kota. Pangeran Buminata lari ke arah tenggara dan berhenti di Sudimara. Pangeran Buminata pernah melihat Sang Raja ketika menyeberang sungai di Pamanggaran. Namun Pangeran Buminata lebih memilih untuk kembali ke Kartasura dan bersama Pangeran Singasari dan Pangeran Arya Mataram kemudian menyerah kepada Prabu Kuning.

Sementara para pangeran yang lain memilih lari ke Mataram. Perjalanan mereka sudah sampai di Tembayat. Di Tembayat terjadi perselisihan. Pangeran Dipanagara dan Pangeran Arya Pamot bersikeras menyusul Sang Raja ke timur. Sedangkan lima pangeran yang lain tetap melanjutkan perjalanan ke Mataram. Kedua kubu kemudian berpisah. Yang menuju ke Mataram adalah Pangeran Danupaya, Pangeran Rangga, Pangeran Mangkubumi, Pangeran Silarong, Pangeran Prangwadana dan Pangeran Ngabei. Di Mataram Pangeran Ngabei meminta pendapat para adiknya, bagaimana langkah selanjutnya.

Berkata Pangeran Ngabei, “Kita sekarang berada di pengembaraan. Bagaimana pendapat kalian, apa yang sebaiknya kita lakukan?”

Para adik untuk sesaat tak punya saran.

Lalu beberapa saat kemudian Pangeran Mangkubumi berkata, “Bila paduka setuju, sebaiknya kita dirikan pasukan dengan mengambil prajurit dari Mataram. Nanti saya yang akan mengerahkan. Adapun paduka nanti kita pasang sebagai pemimpin. Paduka jangan sampai ikut berperang. Kalau kelak adik paduka Sang Raja muncul kembali, nanti bisa kita bicarakan. Sekarang yang penting kita punya pemerintahan sementara.”

Sang kakak berseru, “Itu pikiran yang bukan-bukan Dinda. Nanti kita bertambah dosa. Orang Jawa tidak boleh melawan Sang Raja.”

Pangeran Mangkubumi terdiam. Dalam hati Pangeran Mangkubumi menduga-duga, apakah sang kakak ini akan menyerah ke Kartasura di bawah pimpinan Prabu Kuning? Belum lagi mereka mencapai kata sepakat mendadak datang utusan dari Pangeran Buminata. Utusan itu datang untuk mengajak para pangeran ke Kartasura.

Berkata Pangeran Ngabei, “Dinda Buminata ini mengajak kepadaku dan para saudara lainnya, apakah bisa menanggung hidup mati kami? Juga apa sudah berunding dengan penguasa Kartasura sekarang? Kalau memang sudah ada kesepakatan besok kalian datang lagi. Sekarang pulanglah.”

Pangeran Mangkubumi dan Pangeran Rangga kemudian berpamitan hendak ke sungai. Sesampai di sungai keduanya duduk berbincang. Pangeran Silarong dan Pangeran Prangwadana menyusul dan mereka kemudian melanjutkan pembicaran.

Berkata Pangeran Mangkubumi kepada Pangeran Rangga, “Bagaimana pendapat Kakanda Ngabei itu? Aku lihat lebih condong menyerah ke Kartasura. Kalau seperti itu aku tak akan ikut pulang ke Kartasura.”

Pangeran Rangga berkata, “Barangkali Kakanda akan memberi peringatan kepada Garendi bahwa dia berhutang nyawa.”

Pangeran Mangkubumi berkata, “Walau demikian aku tetap tidak sudi menghadap kepada Garendi. Aku ingin ke Semarang karena masih banyak bupati dan pasukan kita yang berada di sana.”

Ketiga adik pun setuju.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/12/29/babad-tanah-jawi-164-prabu-kuning-menduduki-keraton-kartasura/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...