Translate

Jumat, 13 September 2024

Babad Tanah Jawi (170): Pasukan Kumpeni bertempur melawan pasukan Cina di Ungaran

 Alkisah, Kapten Hohendorff telah sampai di Semarang. Kapten Hohendorff bertemu dengan utusan Sang Raja Pakubuwana yang kembali ke Semarang setelah sempat pulang ke Uter. Oleh Kapten Hohendorff Puspayuda dibawa serta menggempur pasukan Cina di Ungaran. Yang pertama dipukul adalah benteng Kalidodol di Pudhakpayung. Tidak perlu waktu lama, benteng pasukan Cina di Kalidodol hancur. Pasukan Kumpeni terus merangsek ke Ungaran dan membuat markas.

Sementara itu pasukan Kumpeni yang menyerang ke timur kewalahan. Di bawah komandan Emum, pasukan Kumpeni berhasil menaklukkan Demak. Pasukan Kumpeni terus mengejar musuh dan bermarkas di Barangkas. Di Barangkas pasukan Kumpeni dipukul balik oleh pasukan musuh yang besar. Merasa terdesak Komandan Emum meminta bantuan ke Semarang. Kumendur dan dua komisaris memandang tak ada perwira lain yang pantas diperbantukan selain Kapten Hohendorff. Setelah mendapat perintah Kapten Hohendorff meninggalkan barisan Ungaran dan berangkat ke Barangkas. Ki Puspayuda tak ketinggalan. Juga dua mantri yang sejak dari Surabaya telah menyertai Kapten Hohendorff, Ki Naladriya dan Ki Sindupati.

Setelah sampai di markas Barangkas, Kapten Hohendorff segera terlibat pertempuran dengan pasukan Cina. Pasukan Kumpeni terdiri dari prajurit Makasar, Bugis dan Bali. Mereka merupakan prajurit yang tangguh dan berani. Pasukan Cina pun tak kalah gigih. Kedua kubu terlibat dalam pertempuran dahsyat. Medan perang menjadi gelap gulita oleh asap dari ledakan mesiu. Komandan perang Kapten Hohendoff bersama pasukannya mengamuk seperti banteng terluka. Pasukan Cina terdesak oleh amukan pasukan Hohendorff. Pasukan Cina berhasil didesak mundur. Banyak korban berjatuhan di kubu pasukan Cina. Sebagian sudah lari meninggalkan medan perang. Hohendorff terus mengamuk tak kenal takut. Seorang prajurit Cina berhasil menyabetkan pedang ke punggung Hohendorff. Bajunya sampai robek terbelah, tetapi badannya tak terluka sama sekali. Kuda tunggangan Hohendorff kena tebas pedang abir, seketika terbelah menjadi dua. Si prajurit Cina lalu dikeroyok ramai-ramai oleh pasukan Hohendorff, tewas seketika. Komandan Hohendorff tak mengendurkan serangan. Pasukan Cina terdesak dan mundur ke arah tenggara menuju Grobogan. Kapten Hohendorff lalu mundur ke Demak.

Di Demak Kapten Hohendorff menata pasukan. Ki Naladirja, Ki Jayatruna, Serangjaya dan Talijaya diutus ke Ponorogo untuk melapor kepada Sang Raja. Kapten Hohendorff kemudian kembali lagi ke barisan Ungaran. Pasukan Hohendorff terus berjalan menuju Ungaran tanpa mampir ke Semarang. Hanya Hohendorff yang singgah di Semarang untuk melapor kepada Kumendur dan Komisaris bahwa pasukan Cina di Barangkas telah diusir dan lari ke Grobogan. Setelah melapor Hohendorff laju ke markas Ungaran.

Sementara itu pasukan Cina yang telah kalah berhenti di wilayah Baregas. Mereka membuat benteng di Lemahabang. Tidak berapa lama datang bantuan pasukan dari Kartasura. Jumlah pasukan yang datang tak terhitung banyaknya. Pimpinan pasukan dipegang oleh Ki Tumenggung Garwakandha dan Raden Mangkupraja. Pasukan Cina Kartasura kemudian memperkuat benteng Lemahabang.

Komandan Hohendorff telah mendengar kedatangan pasukan bantuan dari Kartasura di Lemahabang. Hohendorff sangat gembira karena akan segera bertempur melawan pasukan Cina. Kepada pasukan Kumpeni sudah diundangkan bahwa mereka akan menyerang benteng Lemahabang. Setelah bersiap pasukan Hohendorff segera berangkat.

Pasukan Cina dari Kartasura sudah bersiap menyambut serangan pasukan Kumpeni. Senapan dan pedang abir sudah disiapkan. Pasukan Cina sudah bertekad takkan mundur. Tidak perlu waktu lama kedua kubu pun terlibat pertempuran sengit. Pasukan Cina menyambut serangan pasukan Kumpeni dengan berondongan senapan. Pasukan Kumpeni membalas dengan berondongan tembakan yang lebih dahsyat. Pasukan Kumpeni dan pasukan Semarang terus merangsek benteng. Banyak mayat-mayat diinjak agar dapat terus maju. Prajurit Bugis, Bali dan Sumbawa mengamuk tanpa takut. Juga pasukan Mas Rangga Tiksnawijaya dari semarang, mengamuk bersama saudaranya. Mereka tak merasa ingin hidup lagi. Tak henti mereka mengamuk. Pasukan Kumpeni berhasil menghancurkan barikade. Lalu dengan senjata jarak pendek mereka mengamuk. Pasukan Cina terus menembak, tapi sudah tak berarti. Pasukan Kumpeni terus merangsek ke benteng. Pasukan Cina yang melihat pasukan Kumpeni tak gentar oleh tembakan menjadi ciut nyalinya, banyak dari mereka melarikan diri. Teman-temannya yang melihat lalu ikut-ikutan lari. Saling tunjang mereka berebut hidup. Pasukan Kumpeni berhasil menjebol benteng dan masuk. Pasukan Cina sudah bubar berlarian.

Setelah perang usai para korban dihitung. Ada dua puluh tujuh serdadu Kumpeni yang tewas dan tiga luka-luka. Prajurit Kumpeni Islam dan prajurit Jawa yang tewas lebih banyak lagi, sampai tak terihitung jumlahnya. Sisa-sisa pasukan Cina lari menuju Ambarawa. Pasukan Kumpeni terus mengejar sampai ke Ambarawa. Banyak barang jarahan berhasil direbut. Setelah selesai perang Kapten Hohendorff kembali ke Ungaran.

Sesampai di Ungaran Kapten Hohendorff mengutus Ki Puspayuda untuk melapor kepada Sang Raja di Ponorogo. Juru tulis segera membuat surat. Setelah surat selesai dibuat Ki Puspayuda melesat ke Ponorogo. Kapten Hohendorff mendapat laporan bahwa sisa-sia pasukan Cina yang kalah di Lemahabang telah berkumpul di Salatiga. Berita itu menyebutkan pasukan garis depan mereka berada di Tuntang. Hohendorff sangat marah. Segera mengumumkan kepada para prajurit untuk kembali bersiap. Tidak perlu menunggu lama, setelah pasukan siap mereka segera berangkat. Perjalanan mereka dipercepat agar segera sampai. Ketika sudah terlihat barisan musuh, tanpa basa-basi pasukan Kumpeni segera memberondong dengan tembakan. Mereka menembak dari seberang sungai karena jembatan sudah dihancurkan. Pasukan Kumpeni yang telanjur maju tertahan di tepi sungai. Pasukan Cina memanfaatkan menumpuknya pasukan Kumpeni untuk menyerang. Dari seberang sungai mereka terus menembak. Banyak serdadu Kumpeni tewas.

Ketika melihat pasukannya banyak tewas, Kapten Hohendorff murka. Meriam segera dipasang dan dinyalakan. Peluru meriam bertubi-tubi menghantam pasukan Cina. Seketika pasukan Cina bubar berlarian. Kapten menyuruh agar sungai diperiksa kedalamannya. Ternyata sangat dalam. Susah untuk dilalui. Sementara itu pasukan Cina terus mencuri-curi tembakan. Hohendorff merasa posisinya tidak menguntungkan. Lalu diperintahkan agar meriam dibawa mundur. Namun terjadi salah paham dengan pasukan yang berada di belakang. Mundurnya pasukan garis depan dikira kalah. Mereka bubar berlarian saling tunjang. Tidak ada yang tewas selain satu serdadu. Namun banyak di antara mereka yang terluka. Hohendorff lalu membawa pasukannya kembali ke Ungaran.

Sementara itu Sang Raja di Ponorogo sedang berembug bersama para punggawa. Mendadak datang utusan Kapten Hohendorff. Ki Naladirja, Ki Jayatruna, Ki Serangbaya dan Ki Talijaya Wedhung datang dari Semarang. Sesampai di hadapan Sang Raja Naladirja sungkem di kaki Sang Raja. Naladirja menyampaikan salam dari Kapten Hohendorff. Lalu surat dari Hohendorff dihaturkan kepada Sang Raja. Surat sudah diterima dan dibaca oleh Sang Raja. Isinya mengabarkan bahwa Kapten Hohendorff sudah berhasil mengusir pasukan Cina di Demak. Pasukan Cina sudah lari ke Grobogan.

Sang Raja lalu bertanya kepada Ki Naladirja tentang peristiwa yang dia alami selama mengikuti Kapten Hohendorff. Banyak cerita disampaikan oleh Ki Naladirja, mulai dari awal sampai akhir. Termasuk ketika Hohendorff ditebas pedang tetapi tak mempan. Hanya pakaiannya yang koyak. Habis cerita Ki Naladirja. Belum sempat pulang Ki Naladirja, mendadak datang Ki Puspayuda dari Ungaran. Kedatangan Ki Puspayuda juga diutus oleh Kapten Hohendorff untuk menghaturkan surat kepada Sang Raja. Surat sudah diterima dan dibaca oleh Sang Raja. Isi suratnya memberitahukan bahwa Hohendorff sudah berhasil mengusir pasukan Cina dari Ungaran. Dalam perang di Lemahabang pasukan Kumpeni dan Semarang berhasil menghancurkan pasukan Cina. Hohendorff menyampaikan bahwa kemenangan demi kemenangan yang dia raih tak lain karena berkah Sang Raja.

Sang Raja merasa sangat bersukacita. Kepada Ki Naladirja dan Ki Puspayuda Sang Raja menyampaikan rasa terima kasih karena telah mendapat kepercayaan Kapten Hohendorff. Kedua utusan lalu disuruh kembali dengan membawa surat balasan dari Sang Raja. Setelah surat diterima kedua utusan mohon pamit kembali ke Semarang. Setelah kedua utusan berangkat Sang Raja berkenan mengangkat seorang abdi yang dulu diterima di gunung Sawo, yakni Ki Citraboma. Sesudah diberi kedudukan lalu diganti  nama Ngabei Dhandhang Wacana. Ngabei Dhandhang Wacana lalu diberi tugas untuk berangkat ke gunung Wilis menemui Panembahan Sekondha. Keperluanya adalah untuk meminta izin untuk berdiri sebagai raja kembali di Kartasura. Juga dimintakan hari baik yang akan dipakai untuk memulai langkah. Setelah diberi pesan-pesan Dhandhang Wacana segera berangkat.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/09/babad-tanah-jawi-170-pasukan-kumpeni-bertempur-melawan-pasukan-cina-di-ungaran/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...