Translate

Jumat, 13 September 2024

Babad Tanah Jawi (174): Prabu Kuning meloloskan diri dari Kartasura

 Alkisah. Di Kartasura timbul kehebohan akibat kekalahan pasukan Cina di Palumbungan. Berita kedatangan pasukan Madura yang sepak terjangnya mengerikan membuat warga Kartasura ketakutan. Banyak di antara mereka memilih meninggalkan kota. Prabu Kening segera mengadakan pertemuan mendadak. Sang Prabu memerintahkan kepada Adipati Mangunoneng dan Raden Martapura serta Kapten Sapanjang untuk segera mengirim pasukan menghadapi pasukan Madura.

Prabu Kuning berkata, “Kerahkan semua pasukan. Tinggalkan sedikit saja untuk menjagaku di kota.”

Kedua punggawa dan Kapitan Sapanjang menyembah lalu undur diri. Dua punggawa segera bersiap. Mangunoneng dan Martapura telah mengerahkan seluruh pasukan dan persenjataan yang ada. Tak ketinggalan meriam pun dibawa. Martapura berangkat duluan bersama pasukan Cina dan para panekarnya. Perjalanan mereka dipercepat, tidak lama kemudian mereka telah sampai di desa Baturana. Setelah menginap semalam, pagi hari pasukan Martapura kembali melanjutkan perjalanan. Dengan memakai jembatan sasak pasukan Martapura menyeberang bengawan dan terus bergerak ke timur.

Di Kartasura, Adipati Mangunoneng telah mengumpulkan pasukan yang tersisa di Kartasura dan segera berangkat. Sesampai di Baturana Mangunoneng bermarkas di barat bengawan. Pondokan sudah ditata dan meriam telah ditempatkan. Juga telah dibentuk pasukan sayap kanan dan kiri. Mangunoneng bermaksud membuat benteng pertahanan sebagai cadangan. Bila pasukan Martapura kalah, mereka bisa mengungsi ke bentengnya.

Sementara itu, para prajurit Martapura yang telah menyeberang bengawan banyak menderita sakit mata. Mata mereka bengkak semalaman. Ketika pagi menjelang bende ditabuh menggema ke angkasa. Martapura bersiap memimpin pasukannya dan mengambil tempat di Garompol. Setelah sampai di Garompol musuh sudah terlihat. Pasukan Madura telah bersiaga dengan gelar pasukan mereka. Tampak pasukan Madura kuat. Di bagian dada terlihat diisi pasukan darat. Pasukan mancanagara tampak menempati bagian sayap, tetapi posisinya agak jauh. Pasukan Kartasura segera menata barisan. Bagian dada diisi pasukan Cina. Pemimpin pasukan adalah Raden Martapura dan Raden Pringgalaya. Tidak lama kemudian pecah pertempuran sengit.

Pasukan Madura dan pasukan Cina sama-sama berani. Kedua pasukan terlibat baku tembak. Pasukan tombak Madura segera maju menerjang, tidak peduli dengan berondongan senjata pasukan Cina. Pasukan Cina menyambut terjangan pasukan Madura dengan pedang abir. Kedua pasukan sudah terlibat pertaruangan jarak dekat. Pasukan Madura terus merangsek dengan ganas. Pasukan Cina terdesak. Sayap yang dipimpin Raden Mlayakusuma dan Raden Baurekasa sudah patah. Kedua punggawa sudah lari ke belakang.

Martapura maju menghadang pasukan Madura bersama Pringgalaya. Keduanya bersamaan menerjang. Namun musuh terlalu banyak. Serangan Martapura dan Pringgalaya tak menghentikan gerak maju pasukan Madura. Dari kiri kanan tampak pasukan mancanagara telah bergerak maju mengepung pasukan Cina. Martapura dan Pringgalaya tak mampu lagi menahan, mereka berdua pun mundur. Pasukan Madura terus mengejar. Pasukan Cina terpojok di tepi bengawan. Raden Mlayakusuma yang telah lari duluan nekad menceburkan kudanya ke sungai. Pasukan Cina yang berada di belakangnya banyak yang tak selamat dibantai pasukan Madura. Banyak juga yang tenggelam ketika menyeberang. Tiga punggawa, Raden Suralaya, Ki Baureksa dan Ki Kartawirya lari menyisir bibir bengawan terus keatas mencari jembatan. Setelah berhasil menyeberang mereka mengabarkan kekalahan pasukan Martapura. Pasukan Kartasura telah tumpas habis.

Pasukan Adipati Mangunoneng yang bermarkas di barat bengawan menjadi ciut hatinya. Ki Adipati Mangunoneng memerintahkan pasukan yang berada di barat bengawan untuk menyeberang memberi bantuan. Namun tak satu pun prajurit bergerak mematuhi perintah. Sang Adipati bangkit amarahnya. Ki Adipati meraih tombak dan menentengnya. Ki Yudanagara disuruh segera menyeberang bersama para pangeran. Seorang anak Mangunoneng bernama Undakan ikut berangkat menyeberang. Namun mereka juga tak mampu berbuat banyak. Ketika malam menjelang mereka kembali lagi menyeberang ke barat. Mangunoneng berusaha menahan agar mereka tetap di timur bengawan. Bahkan jembatan sasak pun diputus. Mangunoeng tak tahu kalau yang akan menyeberang adalah anaknya. Ketika itu Undakan dan Pangeran Arya Mataram tengah berada di atas sasak. Ketika sasak diputus keduanya tercebur ke bengawan. Semalaman pasukan Kartasura berusaha menyelamatkan keduanya. Pasukan Kartasura tertahan di timur bengawan. Baru pukul tiga malam Mangunoneng memerintahkan agar jembatan diperbaiki. Mangunoneng kemudian mengirim utusan ke kota. Semua pasukan Cina yang masih ada diminta untuk membantu ke Baturana.

Ketika pagi tiba jembatan sudah selesai diperbaiki. Para pembesar Kartasura yang masih bersama Mangunoneng adalah Pangeran Buminata, Pangeran Arya Mataram, Pangeran Singasari, Ki Baureksa, Raden Suralaya dan Ki Yudanagara. Satu persatu para pembesar tersebut pergi. Ki Baureksa pamit ke belakang. Ki Suralaya beralasan mengumpulkan pasukan. Namun keduanya tak kembali. Mangunoneng memerintahkan Ki Yudanagara untuk kembali menyeberang ke timur bengawan bersama dengan para kerabat dari Pati.

Sementara itu pasukan Madura yang berada di Tunggon sudah bersiap bergerak kembali. Mereka berkumpul di tanah lapang. Tampak jajaran prajurit Madura terlihat seperti hamparan bunga.

Adipati Mangunoneng memerintahkan Tumenggung Kartawirya Pati dan Tumenggung Yudanagara Banyumas untuk bergerak maju ke Ganggang. Kedua pasukan sudah bertemu dan pertempuran kembali pecah. Kedua kubu saling tembak dengan sengit. Para prajurit Madura semuanya berkepala gundul. Pasukan dari Pati dan Banyumas terdesak. Mereka mundur menghindari amukan prajurit gundul dari Madura. Saat itu aliran sungai sedang surut. Mereka langsung menyeberang tanpa melalu jembatan sasak. Adipati Pati sudah bersumpah kalau pasukannya mundur akan ditembak pakai meriam sendiri. Namun ketika melihat pasukan Madura mengejar dengan ganas Ki Adipati lari tak peduli dengan meriamnya.

Ketika bertemu dengan Raden Suralaya Adipati berkata, “Saya akan memanggil pasukan Cina maju, engkau majulah duluan.”

Raden Suralaya menyatakan siap. Ketika Mangunoneng berlalu Raden Suralaya berucap, “Maju kepalamu itu. Memangnya aku tak tahu kalau engkau akan minggat.”

Raden Suralaya lalu menyeberang ke selatan menuju Kadhawung. Namun segera ingat bahwa Ratu Ageng masih berada di dalam keraton. Barangkali Ratu Ageng akan keluar melalui pintu selatan. Kalau benar maka dia akan menyelamatkannya dan membawanya kepada Panembahan Brawijaya. Dengan demikian ada alasan untuk memohon ampun. Raden Suralaya lalu kembali ke utara. Namun baru saja menyeberang kepergok dengan pasukan Madura. Raden Suralaya kembali menyeberang ke selatan bengawan. Ketika di selatan tak dapat naik, kembali lagi menyeberang ke utara. Sudah enam kali Raden Suralaya bolak-balik berenang di sungai.

Raden Suralaya lalau ingat kalau Raden Ayu Natakusuma masih berada di Pangabean. Dengan berjalan kaki Raden Suralaya bermaksud menengok. Namun tempatnya sudah kosong. Raden Suralaya lalu berbelok ke Endho. Di sana dia bertemu dengan anak istrinya.

Di istana Prabu Kuning sudah kehabisan punggawa. Prabu Kuning memutuskan untuk meninggalkan istana. Pada tanggal dua puluh delapan bulan Puasa, Prabu Kuning keluar istana melalui pintu selatan. Adipati Mangunoneng menyertai kepergian Prabu Kuning. Adapun Martapura telah lari ke arah barat. Pasukan Cina banyak yang menyertai raja mereka. Ada pula yang ikut dengan Raden Martapura. Martapura berhenti di Endho, lalu menilapkan prajurit Cina. Delapan puluh prajurit Cina ditinggal Martapura di waktu malam. Keesokan harinya prajurit Cina ditipu oleh orang Endho. Mereka mengatakan akan menunjukkan tempat sembunyi Raden Martapura, tetapi mereka disesatkan dan dibunuh. Semua barang-barangnya dijarah orang Endho.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/13/babad-tanah-jawi-174-prabu-kuning-meloloskan-diri-dari-kartasura/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...