Translate

Rabu, 04 September 2024

Babad Tanah Jawi (179): Prabu Kuning menggelar barisan di Randhulawang

Alkisah, pasukan Cina yang dipukul mundur oleh Kumpeni di Kartasura kemudian berhenti di Piji. Ketika pasukan Kumpeni mengejar mereka ke Piji pasukan Cina kemudian lari ke selatan. Pasukan Kumpeni yang mengejar berhenti di Kalijebol. Adapun pasukan berkuda masih terus mengejar sampai ke Delanggu. Ada tiga orang prajurit Cina yang berhasil ditangkap. Pasukan Kumpeni lalu kembali ke Kartasura dan melapor kepada Sang Raja bahwa pasukan Cina sudah lari jauh. Ada tiga prajurit Cina yang tertangkap di jalan.

Sang Raja bertanya, “Dinda, apakah ada prajurit kita yang tewas?”

Hohendorff berkata, “Paduka, semua serdadu Kumpeni selamat.”

Sang Raja berkata, “Syukurlah Dinda. Enam orang tawanan Cina itu yang masih hidup, nanti sore pakailah untuk latihan tombak. Bunuhlah mereka untuk menjajal tombakku yang baru datang dari timur.”

Komandan Hohendorff segera keluar dari istana. Sore harinya tombak milik Sang Raja sudah dikeluarkan. Orang Cina lalu diserahkan dan ditombak dengan tombak baru Sang Raja oleh prajurit Ternate. Salah seorang Cina hatinya dimakan oleh si Ternate. Pagi hari berikutnya Kapten Hohendorff memerintahkan pasukan Kartasura dan Kumpeni berbaris di Sanggung. Yang menjadi pimpinan pasukan adalah Adipati Wirareja dan para bupati mancananagara. Pasukan Surabaya tak ketinggalan ikut berbaris di Sanggung.

Sementara itu Raden Sujanapura dipanggil oleh Sang Raja dan ditugaskan menaklukkan wilayah selatan Boyolali. Raden Sujanapura hanya membawa sepuluh prajurit. Tempat yang pertama dituju adalah kediaman Raden Jayapura di Sudimara. Di sana mereka mengumpulkan orang desa dan mulai menyerang desa sekitarnya. Raden Sujanapura sering menang perang dan prajuritnya semakin kuat. Sang Raja sangat berkenan, lalu mengangkatnya dengan nama baru Raden Arya Endranata. Raden Arya Endranata lalu mengumumkan kepada para pasukannya, barangsiapa bekerja dengan bagus akan diangkat sebagai mantri. Raden Arya Endranata kemudian menggelar barisan di Selap.

Alkisah, Prabu Kuning yang berada di Yogya sudah menggerakkan pasukan ke Randulawang. Semua pasukan di Mataram dan Pagelen sudah dikerahkan ke Randulawang. Pasukan garis depan Prabu Kuning menempati desa Ngingas.  Adapun pasukan garis depan Kartasura menempait Sanggung. Dua hari kemudian Pangeran Ngabei masuk ke Loji bersama Pangeran Arya Mataram. Keduanya memberi tahu kepada Kapten Hohendorff bahwa Pangeran Buminata lolos dari Kartasura tadi malam.

Kapten Hohendorff bertanya, “Apakah kepergiannya hendak menjadi raja? Mengapa tidak mengabdi kepada Sang Raja yang merupakan kakak sendiri. Apakah akan mengabdi kepada Raja Garendi?”

Pangeran Ngabei berkata, “Walau saudara Tuan, sudah tak menghadap lagi.”

Kapten Hohendorff sudah berpesan kepada Tohjaya dan Naladirja agar menghadap Sang Raja. Mereka kemudian bersama-sama menuju istana. Di hadapan Sang Raja Pangeran Ngabei menuturkan perihal lolosnya Pangeran Buminata dari Kartasura.

Sang Raja berkata, “Kalau demikian, Dinda Arya Mataram gantikanlah kedudukan Buminata.”

Kapten Hohendorff dan kedua pangeran segera keluar dari istana dan kembali ke kediaman masing-masing. Sore harinya Raden Arya Pringgalaya datang ke Loji untuk menemui Kapten Hohendorff membicarakan jatah makan bagi para Kumpeni. Pringgalaya meminta agar jatah untuk Kumpeni dikirim setiap bulan saja. Setelah selesai Hohendorff balik bertanya tentang kabar musuh.

Pringgalaya berkata, “Ada orang datang mengabarkan bahwa musuh sekarang berada di Randhulawang. Malah kabarnya mereka membuat alun-alun. Banyak orang wilayah barat datang menyatakan tunduk. Orang dari Ngrema yang bernama Jayadirana telah diangkat sebagai tumenggung dengan nama Reksadipraja. Dia selalu dijanjikan jika kelak berhasil akan diberi hadiah istri. Orang Pagelen semua diberi janji-janji. Adapun pasukan garis depan musuh sekarang berbaris di Ngingas. Mereka membuat markas di desa Kadresanan. Saya sudah mengirim prajurit untuk memastikan keberadaan mereka, si Nilapraba dan Katawengan yang berangkat.”

Kapten Hohendorff berkata, “Baiklah Raden, kalau besok sudah pasti letak musuh, segera saja diserang. Hanya untuk makan para Kumpeni ini, saudara carikan yang bagus. Kalau tidak bagus mereka bisa resah. Kalau sampai kurang makan mereka bisa berbuat rusuh. Dan saudara tahu kalau orang lapar sukar dikendalikan. Bisa-bisa membangkang. Dan juga saudara perintahkan Ki Wirareja agar selalu berhati-hati selama di garis depan. Jangan putus mengirim kabar tentang gerakan musuh. Juga perkirakan besar kecil kekuatan musuh. Kalau ada perkembangan segera melapor. Juga Raden Endranata perintahkan untuk berbuat serupa.”

Raden Pringgalaya kemudian minta pamit dan pulang. Segera Raden Pringgalaya mengirim perintah kepada barisan di Sanggung dan di Selap agar mereka berhati-hati.

Pagi hari berikutnya Kyai Wirareja mengirim utusan untuk memberi kabar bahwa pasukan Cina di desa Ngingas jumlahnya sekitar lima ratus. Kapten Hohendorff membalas dengan pesan agar Wirareja memastikan letak musuh. Kalau sudah pasti Hohendorff yang akan memukul mereka. Utusan segera melesat ke Sanggung.

Pada malam harinya, tanpa diduga barisan Ki Wirareja di Sanggung diserbu pasukan Cina. Pasukan Surabaya dan Madiun yang berada di Sanggung tak mampu melawan. Mereka kaget dan tak siap tempur. Dengan gugup mereka berlari menyelamatkan diri. Banyak peralatan perang mereka tinggalkan begitu saja. Malam itu juga mereka melapor kepada Kapten Hohendorff. Tengah malam utusan datang ke Loji dan membangunkan Hohendorff.

Si utusan berkata, “Tuan, saya disuruh saudara tuan Ki Adipati Wirareja untuk memberi tahu bahwa pasukan Cina malam ini menyerbu Sanggung. Pasukan Madiun dan Surabaya hanya terbengong oleh serangan mendadak ini. Sekarang barisan Sanggung sudah hancur.”

Kapten Hohendorff segera memerintahkan para opsir untuk bersiap menyerang. Rencananya mereka akan menghadang musuh di Delanggu. Tidak lama kemudian Raden Pringgalaya datang ke Loji. Pasukan Kumpeni sudah lengkap dan berbaris di alun-alun. Tak lama kemudian mereka berangkat. Sesampai di Sanggung Kapten bertemu dengan Ki Wirareja dan kedua Pangeran Madiun. Kapten lalu bertanya keberadaan musuh. Ki Wirareja mengatakan kalau musuh sudah mundur ke Ngingas. Raden Pringgalaya menanyakan jumlah musuh yang menyerang. Wirareja memperkirakan jumlah mereka kira-kira empat ratus orang. Kapten lalu mengingatkan agar mereka berhati-hati. Jangan sampai kejadian ini terulang lagi. Kapten juga menyuruh ketiga punggawa untuk mengirim prajurit sandi ke Randulawang dan melaporkan hasilnya. Ketiganya menyatakan siap. Kapten Hohendorff dan Raden Pringgalaya lalu kembali ke Kartasura menghadap Sang Raja untuk melaporkan segala peristiwa yang terjadi.

Kapten berkata, “Paduka, pasukan Cina tidak kami temukan. Mereka sudah lari kembali ke Ngingas. Bila paduka berkenan agar Rajaniti dikirim ke Sanggung untuk membantu Ki Wirareja karena di kota Rajaniti tak punya pekerjaan.”

Sang Raja berkata, “Baiklah. Hai bocah gandek, panggillah Rajaniti. Suruhlah agar ikut Bapak Wirareja di Sanggung.”

Setelah mendapat perintah Sang Raja, Kapten Hohendorff dan Pringgalaya keluar dari istana untuk memastikan Rajaniti berangkat ke Sanggung. Raden Pringgalaya kemudian pulang ke rumahnya.

Pada malam harinya terjadi pembelotan seorang pangeran. Kali ini Pangeran Singasari yang lolos dari kotaraja. Kepergiannya belum diketahui secara pasti. Pagi harinya Pangeran Ngabei dan Pangeran Buminata melapor kepada Komandan Hohendorff.

Sang Komandan berkata, “Adik saudara Sang Raja harus berbesar hati.”

Raden Pringgalaya kemudian dipanggil ke Loji. Setelah datang Hohendorff memberi tahu perihal lolosnya Pangeran Singasari.

Pangeran Ngabei berkata, “Sungguh aku tak mengira Singasari tega meninggalkan kakaknya. Kok bisa seperti itu.”

Raden Pringgalaya berkata, “Ya harus berbesar hati Sang Raja.”

Hohendorff kemudian melapor kepada Sang Raja bahwa sang adik Pangeran Singasari telah pergi tadi malam.”

Sang Raja berkata, “Nah komandan, tinggal aku sendirian nantinya. Tak punya lagi saudara. Mau bagaimana lagi.”

Kapten Hohendorff kemudian kembali ke Loji. Pangeran Ngabei dan Pangeran Buminata lalu pamit pulang. Namun pembelotan kembali terjadi. Kali ini dilakukan adik raja Pangeran Danupaya. Malam-malam Pangeran Danupaya pergi meninggalkan kotaraja. Ketika hal tersebut dilaporkan kepada Sang Raja, Sang Raja sudah tidak kaget lagi. Semua sudah dipasrahkan kepada Tuhan.

Sang Raja kemudian mengirim surat ditujukan Tuan Komisaris di Semarang. Isi suratnya berupa pemberitahuna bahwa ketiga adiknya telah pergi meninggalkan keraton. Mereka adalah Pangeran Buminata, Pangeran Singasari dan Pangeran Danupaya. Setelah membaca surat Sang Raja, Tuan Komisaris merasa sangat heran. Surat segera dibalas agar Sang Raja tidak perlu bersedih. Masih ada Kumpeni yang akan mendukung Sang Raja.

Sang Raja juga mengirim surat untuk Pangeran Mangkubumi yang masih berada di Semarang. Isi suratnya: “Setelah salam dan doa, aku memberitahukan kepada empat adikku di Semarang bahwa saudara kalian telah pergi meninggalkan keraton. Perginya tidak diketahui tujuannya. Mereka pergi di malam hari. Tiga orang yang pergi adalah; Pangeran Buminata, Pangeran Singasari dan Pangeran Danupaya. Aku menduga Buminata ikut bergabung dengan musuh karena anak istrinya masih berada di kubu musuh. Dia menduga musuhku itu tak segera sirna, maka dia lebih berat mengikuti anak istrinya. Adapun Singasari hanya ikut-ikutan kakaknya si Buminata. Adapun Danupaya juga aku duga ikut musuh. Dia melakukannya hanya spekulasi. Sudah begitu watak Danupaya sejak dulu. Adapun kalian, adanya peristiwa ini jangan membuat sedih. Karena sudah kehendak Tuhan.”

Pangeran Mangkubumi sangat bersedih mendengar berita ini. Dalam hati ingin segera pulang ke Kartasura.

Sementara itu, pasukan Cina yang berbaris di Ngingas kembali menyerang Sanggung. Pasukan Wirareja terdesak, lalu segera mengirim kabar kepada Komandan Hohendorff. Komandan segera mengerahkan pasukan untuk membantu ke Sanggung. Jumlah pasukan yang dikirim amat besar. Pasukan Cina yang melihat pun tak gentar. Kedua kubu segera terlibat pertempuran sengit. Karena kalah jumlah pasukan Cina terdesak dan tak mampu memberi perlawanan berarti. Mereka memilih lari. Pasukan Kumpeni mengejar. Lima orang Cina berhasil dibunuh.

Pasukan Kumpeni mengejar sampai Delanggu. Komandan Hohendorff lalu memerintahkan agar Delanggu diduduki. Pasukan Jawa dan Kumpeni kemudian berbaris di Delanggu. Kapten Hohendorff kembali ke Kartasura untuk melapor kepada Sang Raja dengan membawa lima kepala prajurit Cina. Sang Raja sangat bersukacita.

Sang Raja kemudian berkata, “Hai Hohendorff, besok aku ingin menggelar tayub. Para punggawa dan opsir silakan hadir.”

Hohendorff kemudian keluar dari istana. Sesampai di luar Hohendorff memberi tahu Pringgalaya bahwa besok Sang Raja berkenan menggelar pertunjukan tayub di bangsal Pangapit.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/18/babad-tanah-jawi-179-prabu-kuning-menggelar-barisan-di-randhulawang/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...