Translate

Senin, 02 September 2024

Babad Tanah Jawi (183): Barisan pasukan Prabu Kuning di Randhulawang hancur

Prabu Kuning yang berada di Randhulawang kaget mendengar laporan prajurit sandi yang menyebut pasukan Kumpeni akan menyerang. Kapten Sapanjang segera dipanggil. Kepadanya diberitahukan bahwa pasukan Kumpeni akan menyerang. Kapten Sapanjang segera mengerahkan seluruh pasukan menuju Kadresanan. Hanya sedikit yang disisakan di Randhulawang untuk menjaga Sang Prabu. Pasukan pengawal Prabu Kuning dipimpin Jayadirana dari Rema atau namanya sekarang adalah Tumenggung Reksapraja. Si Reksapraja adalah punggawa kesayangan Prabu Kuning. Dia selalu dimanjakan dan juga dijanjikan seorang istri. Maka keberaniannya pun makin membara. Tidak gentar jika Kumpeni datang menyerang. Si Reksapraja berencana akan melakukan perang habis-habisan di Pamalon. Jika sampai barisan Kadresanan kalah maka Sang Prabu akan diungsikan ke Semarang untuk meminta perlindungan dari Kumpeni.

Hari Selasa sudah tiba. Di Kartasura pasukan Kumpeni dan Jawa sudah bersiap. Semua punggawa Kartasura berangkat ke medan perang. Hanya Raden Mlayakusuma, Adipati Wirareja dan Ki Kartinagara yang ditinggal untuk menjaga Sang Raja. Adapun barang-barang yang tidak terangkut oleh tukang pikul kemudian dibawa dengan kuda. Yakni yang berupa senjata tiktak dan bubuk mesiu. Semua sudah terangkut semua. Pasukan Kartasura pun berangkat. Sepanjang jalan suara barisan bergemuruh. Banyak senjata mereka pakai. Prajurit Bali memakai tombak panjang dan mengibarkan bendera putih bergaris sutra kuning. Pasukan Ternate yang ditinggalkan oleh rajanya sejumlah tiga puluh orang tidak ketinggalan ikut serta ke medan perang. Mereka tak boleh jauh dari komandan perang Kapten Baron Von Hohendorff. Senjata mereka tombak dan lembing. Mereka juga memakai bendera sendiri. Pasukan Kumpeni dari Kartasura bergerak bergelombang seperti aliran ombak samudera.

Gerak pasukan Kumpeni sudah sampai di Delanggu. Sudah terlihat letak musuh di utara Karecek. Ketika pasukan musuh di Karecek melihat pasukan Kumpeni mereka mundur ke bentang mereka di Kadresanan. Pasukan Kumpeni terus mendekat ke arah musuh di Kadresanan. Ketika sudah dekat terdengar dari kubu musuh bende ditabuh. Mereka pun bersiap menghadang pasukan Kumpeni.

Pertempuran pun pecah di Kadresanan. Kedua kubu saling beradu senapan. Tiktak dan kalantaka menyalak bersama. Suaranya menggelegar memenuhi langit. Jatuhnya peluru deras seperti air hujan. Pasukan Kumpeni terus menyerang dengan tiktak dan senapan. Langit Kadresanan seakan runtuh oleh ledakan di bawahnya. Pasukan Kumpeni terus merangsek dan mengepung benteng. Pagar benteng berusaha didobrak. Setelah menyerang secara gencar benteng berhasil bedah. Pasukan Cina bubar berlarian. Banyak yang tertangkap dan dibunuh. Yang lari terus dikejar sampai di Tembelang. Benteng Kadresanan berhasil dikuasai sepenuhnya. Pasukan Kumpeni lalu memakainya untuk bermalam.

Pagi hari pasukan Kumpeni langsung melanjutkan perjalanan menuju Gondang. Musuh sudah tak terlihat di sepanjang jalan. Perjalanan pasukan Kumpeni lancar. Lalu mendadak terlihat kira-kira seratusan orang berkuda. Ketika melihat rombongan pasukan Kumpeni mereka lari. Tanpa rintangan pasukan Kumpeni telah sampai di Gondang. Di Gondang pasukan Kumpeni beristirahat semalam. Rencananya mereka akan berangakat pagi hari menuju Randhulawang.

Sementara itu sisa pasukan Cina yang lari dari Kadresanan telah bergabung ke Yogya. Adapun di Randhulawang tinggal tersisa pasukan Tumenggung Reksapraja dari Rema. Ketika itu Ki Tumenggung sudah memajukan pasukannya ke Pamalon. Tidak lama kemudian pasukan Kumpeni terlihat mendekati mereka. Pasukan Kumpeni terlihat berhenti menata barisan. Pasukan dada dan sayap telah menempati posisi mereka masing-masing. Setelah pasukan siap Kumpeni menyulut meriam. Satu kali tembakan musuh tak bergerak. Lalu disusul lagi dengan tembakan beruntun dengan meriam dan tiktak. Terlihat pasukan musuh bergerak mengindar. Pasukan Kumpeni darat dimajukan dan pasukan berkuda disiapkan di kiri kanan. Sejenak kemudian pasukan Kumpeni bersamaan menerjang. Barisan musuh diinjak begitu saja. Seketika pasukan Reksapraja bubar berlarian. Banyak dari mereka tertangkap. Yang lari terus dikejar. Tumenggung Reksapraja telah lari karena pasukannya telah habis. Dengan bergegas Reksapraja menuju Randhulawang untuk mengamankan Prabu Kuning.

Reksapraja sudah membawa Prabu Kuning meninggalkan Randhulawang. Sangat tergesa-gesa larinya sampai tak sadar kalau yang mengejar mereka hanya empat orang. Mereka hampir tertangkap. Raden Serada kudanya terkena peluru. Dengan terbirit-birit akhirnya mereka berhasil lolos setelah menyeberang sungai. Yang mengejar pun segera kembali menuju markas Randhulawang.

Kapten Hohendorff telah menduduki markas Randhulawang. Peristiwa takluknya Randhulawang terjadi di tahun Ehe, diperingati dengan sengkalan tahun: gajah nênêm ngobahakên bumi[1]. Pasukan Kumpeni sudah lega karena markas musuh sudah dihancurkan. Lalu ada yang melapor kalau Prabu Kuning berada di Pajarakan. Hohendorff segera mengambil kuda dan mengejar. Namun tidak ditemukan jejaknya. Hohendorff hanya bertemu dengan empat orang yang tadi mengejar Reksapraja dan Prabu Kuning.

Empat orang kemudian melapor, “Tuan, kalau saja saya punya banyak teman pasti tertangkap. Karena kami hanya berempat kami tak berani terus mengejar. Prabu Kuning dikawal sekitar lima puluh orang. Mereka bukan orang Cina dan bersenjata senapan.”

Hohendorff lalu mengejar ke ke Pajagalan. Namun tetap tak ditemukan jejak Prabu Kuning. Hohendorff lalu kembali ke Randhulawang. Tidak lama kemudian ada prajurit menemukan seorang tua renta bernama Sutakithung. Dia adalah abdi Prabu Kuning yang dulu ikut ke Sri Lanka. Kapten memerintahkan agar si Sutakithung dibunuh. Dia dianggap telah mengajarkan keburukan kepada tuannya. Setelah Sutakithung dibunuh mereka berembug hendak mengejar Sunan Kuning.

Arya Pringgalaya berkata, “Saran saya sebaiknya Prabu Kuning terus dikejar ke manapun larinya. Pasti dia akan kehabisan prajurit. Di sepanjang jalan pasti pengikutnya banyak berkurang.”

Kapten Hohendorff tidak menyetujui. Karena sudah kehabisan prajurit sebaiknya dibujuk saja agar menyerah. Ki Saradipa kemudian ditugaskan untuk mengejar dengan membawa surat. Waktu tengah malam Ki Saradipa berangkat. Pagi harinya Kapten Hohendorff berangkat duluan ke Yogya dengan membawa pasukan berkuda Kumpeni. Pasukan darat akan menyusul di belakang. Perjalanan Hohendorff dipercepat. Tidak lama segera sampai di Yogya. Ternyata Yogya sudah sepi. Hanya satu orang ditemukan di markas pasukan Cina. Ketika ditanya dia menjawab bahwa Prabu Kuning menuju ke selatan lalu naik ke Gunung Kidul. Hohendorff lalu beristirahat. Tidak lama kemudian Arya Pringgalaya datang membawa pasukan Jawa bersama serdadu Kumpeni darat.

Kapten Hohendorff berkata, “Raden, saya bermalam di sini menunggu kabar dari Ki Saradipa.”

Sampai dua hari kemudian Saradipa tidak nongol. Hohendorff kemudian menyuruh agar Saradipa dicari. Rajaniti kemudian menugaskan Jayawinata dan Jayasamodra untuk mencari Saradipa. Tidak lama kemudian Saradipa telah dibawa menghadap kepada Hohendorff.

Ki Saradipa berkata, “Tuan, saya tidak berhasil menemukan Prabu Kuning. Sudah lari jauh.”

Kapten Hohendorff hanya melengos mendengar alasan Saradipa. Kapten lalu membuat surat undang-undang berisi perintah kepada seluruh penduduk Mataram agar pulang ke rumah masing-masing. Ketika penduduk Mataram mengetahui ada undang-undang mereka pun pulang ke rumah mereka. Kehidupan di Mataram kembali tenteram seperti sedia kala. Untuk sementara Kapten Hohendorff melupakan musuh. Hohendorff masih terbuai hasil kemenangan di Mataram.

[1] Sengkalan: gajah nênêm ngobahakên bumi (1668 A.J., 1743/1744 A.D.).


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/26/babad-tanah-jawi-183-barisan-pasukan-prabu-kuning-di-randhulawang-hancur/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...