Translate

Senin, 02 September 2024

Babad Tanah Jawi (184): Raden Pangulu di Tembayat memberontak

Enam hari sudah Kapten Hohendorff berada di Yogya. Ada prajurit yang melapor bahwa di desa Tembayat muncul pemberontakan. Ada orang memaksa menjadi raja, namanya Raden Pangulu. Desa-desa yang ditaklukkan adalah sebelah selatan Tembayat sampai ke Gunung Kidul. Mendengar laporan tersebut Komandan Hohendorff sangat marah. Segera diperintahkan pasukan untuk naik ke Tembayat. Yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas adalah seorang kaliwon dari Kawiragunan, namanya Ki Wirawangsa. Segera Ki Wirawangsa berangkat bersama para panekarnya. Ketika perjalanan Wirawangsa sampai di Wedi dia mendengar kabar yang menyebutkan kalau Raden Suryakusuma ikut-ikutan ulah Raden Pangulu. Dia melihat ada enam orang berkuda yang mencurigakan menuju Tembayat.

Pagi harinya Ki Wirawangsa bersiap berangkat dari desa Wedi. Ketika sampai di Tembayat musuh sudah mengetahui kedatangan Wirawangsa. Raden Pangulu bersama pasukannya sejumlah tiga ratus orang telah menghadang. Mereka bertekad hendak perang sabil melawan serdadu Kumpeni Belanda yang telah mulai masuk ke tanah Jawa dan menguasai keraton. Maka semangat mereka pun menyala dan tidak takut mati. Ketika Wirawangsa datang mereka langsung menerjang. Ki Wirawangsa tak sempat mengokang senjata, pasukan Raden Pangulu telah menubruk dan memojokkan pasukan Wirawangsa. Karena merasa ciut hatinya Ki Wirawangsa dan pasukannya melarikan diri. Pasukan Ki Wirawangsa lalu mundur ke Gondang. Mereka berhenti di desa Trunuh dan kemudian beristirahat di dekat pasar.

Ki Wirawangsa lalu mengirim utusan ke Yogya untuk melapor kepada Komandan Hohendorff bahwa pasukannya kalah perang. Ki Wirawangsa meminta bantuan pasukan Kumpeni. Hohendorff segera menanggapi dengan menyiapkan pasukan Jawa dan Kumpeni. Hohendorff sendiri yang akan maju ke Tembayat. Pagi hari berikutnya pasukan Kumpeni dan Jawa sejumlah tujuh ratus prajurit sudah siap berangkat.

Sementara itu di Tembayat, Raden Pangulu setelah berhasil mengusir Ki Wirawangsa lalu berembug dengan para pembantunya. Mereka sepakat untuk menyerang musuh di Gondang. Alasan mereka mengincar Gondang karena tempat itu strategis dan menjadi lalu lintas pasukan Kumpeni yang akan ke Yogya. Kalau sewaktu-waktu pasukan Kumpeni lewat mereka bisa menyergap. Raden Pangulu sudah meminta pendapat Raden Suryakusuma yang juga setuju dengan rencana itu.

Namun belum sempat rencana itu dilaksanakan keburu datang pasukan Kumpeni di bawah pimpinan Kapten Hohendorff. Kapten hanya membawa sedikit prajurit, sembilan belas serdadu Kumpeni berkuda dan prajurit Ternate berkuda sejumlah dua puluh dua orang. Adapun serdadu darat Kumpeni masih tertinggal di belakang. Posisi mereka masih berada di Kajoran bersama Raden Arya Pringgalaya. Ketika Kapten Hohendorff melihat musuh di depan dia memberi isyarat kepada pasukan agar berhati-hati.

Di pihak lain Raden Pangulu ketika melihat pasukan Kumpeni datang langsung menerjang. Banyak para kaum yang ikut berperang dengan alasan jihad fi sabilillah. Mereka maju ke medan perang sambil membawa kitab Al Qur’an dan mengulum jampi-jampian. Namun mereka tidak memakai kuda, hanya menjadi prajurit darat. Hanya pemimpin mereka Raden Pangulu yang naik kuda.

Kumpeni telah bersiap menahan serangan pasukan Raden Pangulu. Ketika sudah dekat serdadu Kumpeni menyambut serangan Raden Pangulu dengan tembakan senapan. Namun semua senapan tiba-tiba ngadat. Sampai ditembakkan tiga kali senapan tak menyalak. Dicoba keempat kali pun tetap mejan. Raden Pangalu leluasa menyerang seolah tanpa perlawanan. Para kaum terus menyemburkan jampi-jampian dari mulut mereka. Mereka berteriak hendak jihad fi sabilillah. Ketika mereka sudah dekat Kapten Hohendorff membidik dengan pistol, tapi lagi-lagi senjata Kumpeni mejan. Tiga kali sang Komandan menarik pelatuk, senjata tak berbunyi sama sekali. Andai musuh membawa tombak, pasti Hohendorff sudah tewas karena sudah sangat dekat dengan musuh. Serdadu Kumpeni dan prajurit Ternate ketakutan karena senjata mereka tak berguna. Sedangkan pasukan Kumpeni Islam masih jauh di belakang.

Sementara itu di belakang, Raden Arya Endranata sudah meninggalkan barisan Pringgalaya dan bermaksud menyusul Kapten Hohendorff. Namun tak lama dia berbalik lagi. Orang-orang menertawakan pasukan Arya Endranata yang sok jagoan.

Di garis depan perang masih berlangsung. Kapten Hohendorff tak gentar meski pistolnya mejan. Sekali lagi dia mencoba menbidik. Kali ini pistolnya berbunyi. Seorang prajurit musuh di belakang Raden Pangulu terkena peluru. Si prajurit berteriak pamit mati. Raden Pangulu menoleh ke belakang. Tiba-tiba semua senapan Kumpeni berbunyi. Banyak prajurit Raden Pangulu yang terkena tembakan dan seorang lagi tewas. Raden Pangulu segera memutar kuda dan lari mundur. Seorang prajurit Jawa mengejarnya. Raden Pangulu jatuh dari kuda. Si pengejar hendak menombak. Kapten datang dan mencegahnya. Namun dari belakang tiba-tiba datang prajurit Ternate dan langsung menombak Raden Pangulu. Si Pangulu tewas di tempat. Komandan Hohendorff memarahi si Ternate karena sedianya si Pangulu akan ditangkap hidup-hidup. Semula Hohendorff mengira si Pangulu adalah Raden Suryakusuma karena kelewat berani.

Pasukan Raden Pangulu sudah bubar. Raden Suryakusuma lari ke timur dengan diiringi lima prajurit berkuda. Dalam perang singkat ini sebanyak tiga puluh tujuh prajurit dari kubu Raden Pangulu tewas. Adapun serdadu Belanda yang mati seorang. Setelah pertempuran selesai Kumpeni Islam yang berjalan darat di belakang baru sampai bersama Raden Pringgalaya dan kawan-kawan. Kapten segera memerintahkan Raden Pringgalaya untuk membakar rumah-rumah di Tembayat. Pukul tiga sore pasukan Hohendorff kembali ke Yogya. Sampai di Yogya sudah pukul sebelas malam. Pagi hari berikutnya Kapten Hohendorff mengirim utusan untuk melapor kejadian di Tembayat kepada Sang Raja. Sesampai di Kartasura utusan segera menghadap Sang Raja dan menyampaikan surat dari Hohendorff. Isi suratnya menyatakan bahwa musuh di Tembayat telah sirna.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/01/31/babad-tanah-jawi-184-raden-pangulu-di-tembayat-memberontak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...