Translate

Senin, 02 September 2024

Babad Tanah Jawi (185): Mangunoneng dan Prabu Kuning tertangkap

Alkisah, Sang Raja sangat lega mendengar laporan Hohendorff. Surat Hohendorff sudah dibalas, utusan segera kembali ke Yogya. Dalam surat Sang Raja disebutkan bahwa setelah barisan Randhulawang hancur Prabu Kuning mengungsi ke Madiun. Kapten Sapanjang dan sisa-sia pasukan Cina juga sudah berada di Madiun. Kapten Hohendorff merasa bingung dalam bersikap. Dia masih ingin berada di Yogya karena wilayah Yogya belum sepenuhnya tunduk. Orang Bagelen belum kelihatan menghadap. Hohendorff berharap agar dirinya ada yang menggantikan berjaga di tanah Mataram.

Tidak lama kemudian datang utusan yang membawa surat dari Tumenggung Banyumas Yudanagara. Isi suratnya memberi tahu bahwa Mangunoneng telah tertangkap di Ledhok. Yang menangkap pasukan Tegal dan Kapten Baheman. Istri Sang Raja yang dibawa Mangunoneng dahulu, bernama Raden Ayu Dana, telah diamankan. Juga barang milik Sang Raja yang dijarah Mangunoneng berupa keris dan cincin. Kerisnya bernama Kyai Jakung. Adapun cincin  bernama Kyai Menjanganbang. Semua sudah dibawa ke Tegal.

Kapten Hohendorff lalu membalas surat Yudanagara. Utusan yang ditugaskan membawa surat adalah Ki Wangsanagara dan Ki Kartileksana. Sekalian mereka berdua nanti pulang ke Bagelen dan menaklukkan wilayah tersebut. Namun baru dua puluh satu hari di Bagelen keduanya dipanggil kembali ke Yogya. Karena waktunya singkat keduanya belum berhasil membawa seluruh orang Bagelen. Yang bernama Anggawangsa dan Cakrajaya belum mau menghadap. Kedua orang itu meminta tempo untuk menghadap besok saja. Tanah Mataram sudah bisa dikatakan dikuasai sepenuhnya. Kapten dan Arya Pringgalaya lalu membagi wilayah. Untuk wilayah bekas keraton Mataram diserahkan kepada Endranata. Adapun tanah di luar keraton diserahkan kepada Ki Rajaniti dan Ki Jayawinata. Kapten Hohendorff dan Pringgalaya kemudian pulang ke Kartasura.

Pada hari pisowanan Hohendorff dan Pringgalaya menghadap Sang Raja di Sitinggil. Sang Raja memberikan selamat dan menanyakan kabar mengenai musuh.

Hohendorff berkata, “Randhulawang sudah hancur, paduka. Mataram sudah kembali dalam kekuasaan paduka. Abdi paduka Endranata, Jayawinata, Rajaniti dan Jayasamodra hamba tinggal di sana. Namun ada abdi paduka dari Bagelen yang belum menghadap. Namanya Anggawangsa dan Cakrajaya. Keduanya masih meminta tempo. Mereka akan datang bersama kakak paduka Pangeran Danupaya.”

Sudah rinci laporan Kapten Hohendorff. Sang Raja bersukacita. Sang Raja masuk ke dalam puri. Para punggawa kembali ke rumah masing-masing. Kapten Hohendorff dan Arya Pringgalaya kembali ke Loji. Tidak berapa lama datang kiriman makanan berupa nasi dan ikan dari istana ke Loji. Ratu Ageng yang mengirimkan.

Kapten Hohendorff berkata kepada Pringgalaya, “Raden, tadi Sang Raja menyuruh saya untuk mempercepat kedatangan Pangeran Danupaya dan para abdi dari Bagelen.”


Arya Pringgalaya berkata, “Kalau begitu kita kirim saja Wangsanagara untuk membawa segera Pangeran dan para abdi Bagelen. Hohendorff sepakat. Sore harinya Hohendorff mengirim Raden Ayu Sumilah masuk ke dalam istana. Sang Raja sangat bersukacita. Namun mendadak pukul enam datang surat dari Komisaris Semarang. Surat itu berisi perintah kepada Hohendorff untuk meminta Raden Ayu Sumilah. Hohendorff kembali masuk ke istana dengan perasaan tidak enak. Baru saja diserahkan kini Raden Ayu Sumilah hendak diminta kembali.

Sesampai di hadapan Sang Raja dengan menghiba-hiba Hohendorff meminta maaf kepada Sang Raja. Raden Ayu Sumilah diminta kembali atas perintah Tuan Komisaris. Tuan Komisaris mengirim surat yang isinya meminta Raden Ayu Sumilah untuk dibawa ke Semarang. Hohendorff memohon agar Sang Raja tidak kecewa.

Sang Raja berkata, “Jangan khawatir engkau dalam perkara ini, komandan. Apa yang menjadi kehendak saudaraku Komisaris aku turuti.”

Raden Ayu Sumilah kemudian dikeluarkan dari istana dan segera dibawa ke Semarang. Pagi hari berikutnya, Ki Wangsanagara berangkat ke Bagelen. Sepuluh hari kemudian Surawikrama dikirim untuk menyusul ke Bagelen dengan diberi dua tugas. Pertama untuk memeriksa gua Karangbolong. Tugas kedua untuk mempercepat kedatangan para punggawa Bagelen yang sampai hari ini belum menghadap. Setelah selesai memeriksa gua Karangbolong Surawikirama segera menemui Wangsanagara, Anggawangsa dan Cakrajaya. Ketiganya disuruh segera menghadap ke Kartasura. Keempat orang sepakat mereka akan datang bersama Pangeran Danupaya. Raden Ayu Puspadirja, bibi Prabu Kuning juga akan dibawa serta. Sementara itu di Kartasura Kapten Hohendorff dan Arya Pringgalaya sudah menunggu-nunggu kedatangan Ki Wangsanagara.

Pada saat itu ada prajurit yang datang memberi tahu kalau putri Sang Raja yang bernama Raden Ajeng Warsah datang diantar oleh Mangkupraja. Bersamaan juga datang punggawa wanita dari di istana bernama Mbok Ajeng Piyaka. Bersamaan waktunya datang pula mantri lurah Niyaka bernama Demang Kramadaya. Mereka minta dijemput di Awangga. Sudah dijemput dan dibawa ke Kartasura.

Tidak lama kemudian datang utusan Ki Rajaniti dari Mataram. Utusan memberi tahu kalau Pangeran Danupaya sudah sampai di Mataram disertai Ki Anggawangsa dan Ki Cakrajaya. Pangeran Danupaya sekarang tinggal bersama Endranata di Kapurancak. Kapten Hohendorff lalu mengutus juru tulis Ki Puspayuda untuk berangkat menjemput. Waktu Ashar Ki Puspayuda berangkat, pukul tiga malam sampai di Pajejeran. Pagi hari Ki Puspayuda menemui Ki Rajaniti, lalu langsung dibawa ke Kapurancak di kediaman Raden Endranata. Ki Puspayuda sudah dipertemukan dengan Pangeran Danupaya. Ki Pasupayuda menyampaikan salam dari Kapten Hohendorff.

Berkata Ki Puspayuda, “Pangeran, perjalanan paduka diminta oleh saudara paduka Tuan Hohendorff untuk dipercepat. Saudara paduka sudah menunggu-nunggu. Juga adik paduka Sang Raja sangat mengharap kedatangan paduka.”

Pangeran Danupaya berkata, “Aku kemarin akan berangkat, tapi aku tunggu persetujuan Komandan.”

Pangeran Danupaya lalu berkata kepada Endranata, “Kalau demikian Paman, Anda katakan kepada teman-teman dari Bagelen kalau aku berangkat besok pagi.”

Sudah diberitakukan kepada semua bahwa pagi-pagi mereka akan berangkat. Setelah sehari berjalan mereka menginap di Wotgalih, lalu pagi hari berjalan lagi. Sesampai di Lusah mereka bermalam lagi. Ketika di Lusah Ki Puspayuda menemui Raden Aryu Puspadirja.

Raden Ayu Puspadirja berkata, “Bagaimana kabar Dinda Sumilah? Apa benar kabar yang mengatakan dia diberikan sebagai isteri orang Belanda?”

Ki Puspayuda berkata, “Benar dibawa ke Semarang, tapi belum pasti siapa yang akan menikahinya.”

Raden Ayu Puspadirja berkata, “Kalau seperti itu saya khawatir. Bagaimana nasib diriku nantinya.”

Berkata Ki Puspayuda, “Saya punya saran kepada Anda. Kalau ada barang milik ayah paduka Sang Raja atau pusaka, sebaiknya dihaturkan. Kelak kalau Anda diminta oleh Kumpeni barangkali ayah paduka tidak berkenan memberikan.”

Raden Ayu Puspadirja berkata, “Yang saya bawa Kyai Bicak. Namun saya tinggal di Bagelen. Dirawat oleh seorang kaum dan digantung di masjidnya.”

Ki Puspayuda lalu mengirim surat kepada kaum dimaksud untuk meminta Kyai Bicak. Pagi hari rombongan berangkat dari Lusah.  Sesampai di Delanggu mereka bermalam. Namun Ki Puspayuda tidak bermalam. Dia terus melanjutkan perjalanan sampai di Kartasura dan melapor kepada Kapten Hohendorff perihal Kyai Bicak yang dibawa Raden Ayu Puspadirja. Kapten Hohendorff kemudian melapor kepada Sang Raja. Sang Raja sangat lega karena Kyai Bicak sudah ditemukan. Karena Kyai Bicak merupakan pusaka perang yang sangat penting. Sang Raja kemudian mengirim utusan untuk mengambilnya.

Pagi hari, rombongan Pangeran Danupaya, orang Bagelan dan Raden Ayu Puspadirja sudah sampai di Loji. Kapten segera membawa mereka menghadap Sang Raja. Sang Raja  menerima mereka dan memberi perintah agar mereka bergabung kembali dengan para wadana lama mereka. Pangeran Danupaya pun diperintahkan agar menempati rumahnya yang dulu. Sedangkan Raden Ayu Puspadirja masih ditinggal di Loji. Adapun Cakrajaya diambil masuk istana sebagai pengasuh Pangeran Adipati.

Delapan hari sejak kedatangan rombongan dari Bagelen, datang surat dari Komisaris yang ditujukan kepada Kapten Hohendorff. Isi suratnya memberi tahu bahwa Prabu Kuning sudah sampai di Semarang. Juga dalam surat Tuan Komisaris meminta Raden Ayu Puspadirja agar dibawa ke Semarang. Kapten Hohendorff lalu melapor kepada Sang Raja bahwa Tuan Komisaris telah mengirim surat. Suratnya memberi tahu kalau Prabu Kuning telah berada di Semarang. Oleh Tuan Komisari Prabu Kuning sudah diganti nama menjadi Pangeran Selong. Dan, Raden Ayu Puspadirja diminta agar dibawa ke Semarang.

Sang Raja berkata, “Baiklah Kapten, segera bawalah ke Semarang. Itu tidak menjadi persoalan bagiku. Yang aku pikirkan hanyalah kemuliaan negeriku.”

Kapten Hohendorff berkata, “Jangan khawatir paduka, selama saya masih hidup.”

Pagi hari berikutnya Kapten Hohendorff segera melaksanapan perintah Sang Raja. Raden Ayu Puspadirja diberangkatkan ke Semarang. Sesampai di Semarang Raden Ayu Puspadirja dipertemukan dengan Pangeran Selong. Setelah peristiwa di tersebut, Ki Cakrajaya dikeluarkan dari kediaman Pangeran Adipati. Wangsadipa Kalegen yang kemudian menggantikan sebagai pengasuh Pangeran Adipati.

Beberapa waktu kemudian datang surat dari Tuan Komisaris Prisel di Loji. Surat ditujukan kepada Sang Raja dan kepada Kapten Hohendorff. Surat untuk Sang Raja segera dihaturkan oleh Kapten. Sang Raja membaca surat dengan seksama. Setelah salam dan pembukaan, isinya menyatakan: “Paduka Sang Raja saya minta datang ke Semarang. Sebab saya lancang meminta paduka datang karena saya ingin membuat perjanjian baru. Sekarang pekerjaan Kumpeni sudah selesai dan negeri sudah kembali aman. Saya berharap tanah Jawa kembali sejahtera.”

Setelah membaca surat Sang Raja merasa kerepotan. Adat kebiasaan tidak pernah seorang raja Kartasura datang ke Semarang. Sang Raja menyimpulkan Kumpeni hanya ingin berulah. Sang Raja menjadi marah, tetapi kemarahannya disamarkan.

Kapten Hohendorff berkata, “Paduka, bagaimana isi surat dari Semarang?”

Sang Raja berkata, “Surat ini memintaku pergi ke Semarang untuk membuat perjanjian baru setelah kita selesai perang.”

Hohendorff berkata, “Benar paduka, surat yang ditujukan kepada saya juga seperti itu isinya. Kalau pendapat saya, Tuan Komisaris itu orang tak tahu diri. Bagaimana jadinya kalau paduka pergi ke Semarang? Itu bukan tatakrama yang berlaku selama ini.”

Sang Raja berkata, “Aku serahkan kepadamu bagaimana baiknya balasan surat untuk Komisaris.”

Hohendorff berkata, “Kalau pendapat saya, sebaiknya Tuan Komisaris yang datang ke Kartasura untuk membuat kesepatakan baru itu. Jangan terlalu dipikirkan paduka.”

Sang Raja berkata, “Baiklah, ajaklah si Surawiguna ke Loji dan buatlah surat balasan kepada Komisaris.”

Hohendorff segera kembali ke Loji disertai Ki Surawiguna. Isi suratnya memaksa Tuan Komisaris, dengan sukarela atau terpaksa harus datang ke Kartasura. Setelah selesai surat segera dikirim ke Semarang.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2023/02/01/babad-tanah-jawi-185-mangunoneng-dan-prabu-kuning-tertangkap/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...