Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (21): Pesanggrahan Prawata geger, seekor kerbau mengamuk

 Di pesanggrahan Prawata Sultan Demak  sedang bersiap untuk kembali ke Demak. Pesanggrahan Prawata adalah tempat peristirahatan di gunung Prawata yang dibuat mirip keraton. Sang Raja sering tinggal di sini jika waktu musim hujan tiba. Adapun jika musim kemarau Sang Raja lebih sering tinggal di Demak. Pagi itu Sang Raja sudah tiga kali mengundang pasukan agar segera berangkat. Tetapi selalu batal karena beberapa sebab. Seolah ada sesuatu yang ketinggalan.

Rombongan Jaka Tingkir sudah sampai di dekat pesanggrahan Prawata. Mereka lalu mencari seekor kerbau yang besar. Setelah mendapat seekor kerbau yang cocok, si kerbau segera dijejali dengan tanah pemberian Ki Buyut Banyubiru. Seketika kerbau berjingkrak-jingkrak dan mengamuk. Nafasnya tersengal-sengal, matanya memerah, kepalanya menanduk ke kiri-kanan. Si kerbau digertak oleh Jaka Tingkir lalu lari menuju pesanggrahan Prawata. Di tempat itu si kerbau mengamuk tak karuan. Para mantri negeri Demak kaget dan berlarian. Seisi pesanggrahan hancur diobrak-abrik oleh si kerbau.

Para prajurit penjaga berusaha menghadang amukan si kerbau, tetapi mereka tak kuasa. Malah banyak para prajurit disundang oleh si kerbau, terpental ke kiri-kanan. Meski para prajurit Demak terkenal tangguh tapi mereka tak berdaya melawan seekor kerbau. Para bupati mengerahkan pasukannya untuk memberondong kerbau dengan senjata lembing, paser dan panah. Si kerbau bergeming. Banyak prajurit akhirnya tewas karena tak sanggup menahan amukan kerbau gila itu. Menjelang sore hari si kerbau lari ke hutan. Namun paginya si kerbau datang lagi dan mengamuk. Tiga hari berlalu sudah pasukan Demak semakin kewalahan menjaga raja mereka.

Ki Jaka Tingkir yang sudah berada di dekat pesanggrahan pada hari ketiga berjalan mendekat. Dari dalam panggung pesanggrahan Sultan Demak melihat dan mengenali Ki Jaka Tingkir.

Berkata Kangjeng Sultan, “Hai Jebad, itu bukankah si Tingkir. Tak salah lagi itu pasti dia. Segera panggilah ke sini. Tanyakan apa dia berani menangkap si kerbau gila itu. Kalau dia bisa menyelesaikan si kerbau semua dosanya aku ampuni.”

Punggawa yang bernama Jebad segera melesat menghampiri Ki Jaka Tingkir.

Setelah bertemu si Jebad berkata, “Nak, engkau mendapat perintah dari Sang Raja untuk melawan kerbau itu. Kalau engkau bisa menyingkirkan si kerbau semua dosamu akan diampuni.”

Ki Jaka Tingkir berkata, “Baiklah, jangankan hanya satu, tujuh puluh kerbau pun saya sanggup lawan.”

Si Jebad kembali melapor kepada Sang Raja bahwa Jaka Tingkir sanggup melawan si kerbau. Sang Raja segera memerintahkan agar para prajurit menabuh monggang. Di sebelah timur Patih Wanasalam memimpin korp prajurit menabuh kodhokngorek. Suaranya bergemuruh memenuhi angkasa. Di sebelah barat korps para bupati menabuh kendang. Mendengar suara tetabuhan amukan si kerbau semakin menjadi. Jaka Tingkir segera maju menghadang. Si kerbau merasa tertantang, seketika menerjang. Jaka Tingkir waspada. Tanduk kerbau dipegang lalu dilempar setinggi dua tombak. Si kerbau jatuh bedebam ke tanah. Si kerbau bangun lagi dan kembali menerjang. Dengan enteng Jaka Tingkir menahan kepala kerbau dan memutarnya layaknya mainan. Pertarungan berubah menjadi pertunjukkan yang seru. Para prajurit bersorak-sorai seolah mendapat tontonan. Sampai beberapa saat Jaka Tingkir masih kokoh memegang tanduk kerbau. Si kerbau tak dapat lagi bergerak leluasa karena kalah kuat. Tiba-tiba tangan kiri Jaka Tingkir meraih ekor kerbau dan menariknya, seketika buntut kerbau jebol. Si kerbau melompat dan tanah dari Banyubiru keluar dari mulutnya. Si kerbau mati di tempat.

Sang Raja sangat bersukacita melihat keperwiraan putra angkatnya tak berkurang sedikitpun. Bahkan kini terlihat lebih perkasa. Titah Sang Raja kedudukan perwira Ki Jaka Tingkir dikembalikan lagi. Sang Raja kemudian membawa Jaka Tingkir bersama teman-temannya ke Demak.

Sesampai di Demak tak lama kemudian Sang Raja mengumumkan akan berangkat ke Cirebon untuk memohon kepada ulama agung Syekh Malaya agar berkenan menetap di Demak. Sang Syekh walau sering berkunjung ke Demak tetapi tidak tinggal di Demak. Beliau lebih sering tinggal di Cirebon, di sebuah dukuh bernama Kalijaga. Oleh karena itu Sang Raja hendak memohon agar Syekh Malaya sudi tinggal di Demak. Agar Sang Guru Agung Tanah Jawa itu dapat selalu menunggui Sang Raja. Keberangkatan Sang Raja Demak ke Cirebon dikawal oleh dua puluh ribu prajurit. Akhirnya Sang Guru Kangjeng Sunan Kalijaga berkenan menetap di Demak. Desa yang dipilih sebagai tempat tinggal adalah Kadilangu. Di desa Kadilangu itulah Syekh Malaya kemudian mengajarkan agama kepada penduduk sekitar.


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/06/20/babad-tanah-jawi-21-pesanggrahan-prawata-geger-seekor-kerbau-mengamuk/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...