Translate

Minggu, 22 September 2024

Babad Tanah Jawi (22): Ki Agêng Sela mendaftar sebagai prajurit tamtama tetapi ditolak Sultan Demak

 Alkisah, Ki Ageng Sela hendak melamar menjadi tamtama negeri Demak. Sebagai ujian masuk Ki Ageng Sela diadu melawan banteng. Si banteng dipukul kepalanya oleh Ki Ageng Sela, seketika hancur. Darah menyembur dari kepala si banteng. Ketika melihat darah Ki Ageng memalingkan muka dan menghindar. Sultan melihat perilaku Ki Ageng tersebut.

“Mengapa engkau memalingkan muka dan menghindar?” tanya Sultan.

Ki Ageng Sela menjawab, “Agar tidak terkena pancuran darah banteng.”

Sultan sangat marah mendengar alasan Ki Ageng Sela. Seketika Sultan memerintahkan agar mendiskualifikasi Ki Ageng Sela.

“Jangan diterima. Hatinya kecil meski kemampuannya tinggi. Melihat darah saja menghindar,” perintah Sultan tegas.

Ki Ageng Sela marah dan kembali ke Sela. Sesampai di rumah lalu mengumpulkan para kerabatnya dan mempersenjatai mereka. Terkumpul kurang lebih enam ratus orang bersenjata. Mereka kemudian bersiap hendak menyerang Sultan Demak.

Sementara itu di Demak, Patih Wanasalam telah mendengar berita kedatangan pasukan dari Sela.

Berkata Patih Wanasalam, “Paduka, putra tuan dari Sela datang hendak menyerang keraton.”

Sultan tersenyum dan berkata, “Biarlah, karena ayahnya masih sepupu dengan saya. Sebagai sesama waris Majapahit dia berhak ikut memiliki tanah Jawa.”

Patih Wanasalam segera mengundang para bupati agar menghadang kedatangan Ki Ageng Sela. Jangan sampai masuk ke istana. Empat ratus prajurit penjaga di bangsal pangapit dan lurah tamtama Raden Jaka Tingkir semua diikat dan tetap harus dekat Sang Raja. Sultan Demak lalu mendatangi bangsal pangapit dengan membawa busur panah dengan diiringi dua pelayan saja. Mata panah dibuat pejal sehingga takkan membunuh. Maksudnya hanya akan membuat kapok saja. Sultan ingat kalau Ki Ageng Sela masih keponakan sendiri. Sebagai Sultan harus sabar menghadapi kerabat yang berulah.

Tidak lama kemudian pasukan Sela datang. Ketika mendapati kota dalam keadaan sepi Ki Ageng menuju alun-alun. Pasukan Ki Ageng hanya seratus orang berkuda dan sisanya berjalan darat. Ketika Ki Ageng sampai di bawah pohon beringin kurung, Sultan segera membidik kepala kuda Ki Ageng dengan panah. Si kuda kaget dan melompat tinggi-tinggi dan meronta-ronta. Para prajurit pengikut Ki Ageng kebingunan karena si kuda terus menerjang tak karuan. Akhirnya mereka berlarian keluar alun-alun dengan meninggalkan banyak senjata mereka. Patih Wanasalam dan para bupati segera melepas ikatan para prajurit tamtama.

Sultan berkata sambil tertawa, “Benar kan kataku. Si Bocah Sela itu tipis hatinya. Dia takkan bisa menjadi raja. Namun siapa tahu anak cucunya kelak dapat mewarisi tanah Jawa. Kalau sekarang aku pastikan dia takkan mampu.”


https://bambangkhusenalmarie.wordpress.com/2022/06/21/babad-tanah-jawi-22-ki-ageng-sela-mendaftar-sebagai-prajurit-tamtama-tetapi-ditolak-sultan-demak/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kajian Wulangreh (165;167): Bener Luput Den Esthi

  Pada   (bait) ke-165;167, Pupuh ke-9, Pucung, Serat Wulangreh karya SISK Susuhunan Paku Buwana IV. Ing sabarang prakara dipun kadulu, wiwi...